Bible menguyur dirinya di bawah shower yang mengalirkan air dingin. Deras air yang jatuh membasahi seluruh tubuh namun tidak peduli sudah berapa lama ia berada di sana untuk menenangkan diri, bayangan wajah sedih Biyu tidak bisa pergi dari pikiran pria itu.
Bagaimana Biyu menangis sembari menaiki mobil terekam jelas diotak Bible yang menyaksikan semuanya lewat jendela kamar.
Biyu bahkan berkali-kali menengok kebelakang, mungkin pria kecil itu berharap Bible akan berlari padanya kemudian mencabut semua yang telah ia katakan.
Bruk
Bible menonjok tembok kamar mandi dengan keras, melampiaskan kegusaran hatinya. "Sialan."
***
Flashback
"Tuan.." Wanita yang tak lain adalah sekertaris Bible itu kini tiba dihadapannya. "Tuan Vandegeer datang berkunjung. Beliau meminta bertemu dengan anda."
"Alvex Vandegeer?"
"Betul tuan."
Bible menarik nafasnya sejenak. "Persilahkan dia masuk."
***
Sosok gagah pria blasteran itu memasuki ruangan Bible dengan penuh percaya diri. Berhadapan keduanya saling melempar tatapan tajam sarat permusuhan. Ini berlangsung sangat lama, amarah dan dendam diantara keduanya sama sekali tidak bisa di sembunyikan. Baik Bible maupun Alvex, keduanya mengguarkan aura dominan yang sama kuatnya.
"Lama tidak bertemu tuan Vandegeer." Bible hampir tidak percaya bahwa bajingan yang ia kejar bertahun-tahun akan datang sendiri ke hadapannya. "Aku kira kau sudah pergi ke neraka."
"Waw sopan sekali bahasamu adik kecil." Alvex tertawa renyah. "Kau tentu tau orang sepertiku tidak akan pergi ke neraka lebih dulu. Kakakmu yang pertama akan berada di sana."
"Jaga mulutmu bajingan." Bible mengeram kesal.
"Tidak perlu marah, aku hanya mengatakan kebenaran. Wanita jahat sepertinya tidak pantas ada di dunia ini." Alvex tanpa dipersilahkan duduk di sofa hitam yang ada di ruangan Bible. Pria tinggi itu merentangkan tangannya disandaran sofa dengan wajah yang masih sama angkuhnya. "Duduklah nak, bukankah kau mencariku selama ini agar kita bisa bicara?"
Mengenal Alvex puluhan tahun membuat Bible akhirnya mengalah. Tidak ada gunanya menggunakan emosi disaat seperti ini. Kesempatan bertemu pria itu tidak datang dua kali.
"Jadi apa yang membuatmu sampai berani mencampuri urusanku?"
"Tarisa sakit. Leukemia stadium empat."
Wajah dingin Alvex perlahan memudar, pria dengan jas mahalnya itu menurunkan kakinya yang ada di meja. "Leu..leukemia?"
"Ya, dia hampir tidak bisa bertahan sekarang." Bible menerawang mengingat apa yang telah dialami kakak perempuannya.
"Bagaimana bisa?" Alvex tergagap. "Lalu dimana ia sekarang?"
"Dia tinggal bersamaku."
Alvex terdiam. Kabar yang diberikan Bible secara tiba-tiba membuatnya hampir tercekik. Bagaimanapun Tarisa adalah wanita yang pernah ada di dalam hatinya.
"Kakakku ingin bertemu denganmu. Dia ingin meminta pengampunan dosa. Aku mohon temuilah dia sekali saja."
Seperti disambar petir, kesadaran Alvex kembali ketempat semula. Pria yang sempat merasa iba dengan Tarisa itu tersenyum remeh. "Tidak ada pengampunan untuk perselingkuhan."

YOU ARE READING
SLUT
FanfictionSepertinya Biyu terlalu banyak berkhayal. Tidak ada pangeran yang akan menjemput pelacur seperti dirinya bukan? Apa yang bisa diharapkan dari pria yang datang kerumah prostitusi? Tujuan mereka tentu sudah jelas untuk membeli tubuhnya. Bukankah sem...