Berpapasan

2.3K 366 41
                                    

"Aku akan menjagamu, ayo kita pergi dari sini dan memulai hidup baru."

"Aku tidak mau kemana-mana.." Suara lirih itu terdengar lembut. Biyu melepaskan diri dari pelukan pria tinggi nan gagah itu.

Kedua tangan Alvex memegangi bahu Biyu lalu mengusapnya pelan. "Tapi dulu kau selalu mengatakan bahwa kau ingin pergi."

"Itu dulu," Biyu tersenyum dengan mata pedih yang tak luput dari penglihatan Alvex. "Jauh sebelum aku menyadari bahwa semua pria yang datang hanya menginginkan tubuhku. Membayar lalu selesai disana. Diantara kita juga seperti itu tuan, anda bisa datang nanti malam jika ingin bertemu denganku. Permisi."

"Biyu tunggu," Alvex menarik tangan Biyu yang hendak kembali kekamarnya. "Sebentar, aku belum selesai bicara."

Biyu menunggu, membiarkan Alvex merangkai apa yang ingin pria itu sampaikan lebih dulu.

"Aku menyukaimu sejak kita bertemu." Akhirnya, kata itu keluar dari mulutnya setelah bertahun-tahun.

"Terimakasih tuan. Ada lagi yang ingin anda bicarakan?" Biyu sangat dingin. Alvex mengenal pria kecil dihadapannya bukan hanya sehari dua hari sehingga ia cukup terkejut dengan respon Biyu.

"Aku bersungguh-sungguh Bi. Bisakah kau pergi bersamaku?"

"Tidak," Biyu menggeleng dengan tegas, melepaskan tangan Alvex yang masih mengengam pergelangannya.

"Tapi kenapa? Apa kau menunggu orang lain?"

"Aku hanya tidak mau salah paham lagi tuan. Berharap pada manusia hanya memberiku rasa sakit yang tiada habisnya."

"Lihat aku Biyu, lihat mataku. Apa aku terlihat seperti orang yang akan melakukan hal buruk padamu?" Alvex kembali menarik tubuh Biyu, kali ini Alvex memeluk pinggang si pria kecil.

Biyu mendongkak, menatap keseluruhan paras menawan pria yang jauh lebih tua.

"Kau melihatnya kan? Aku menyukaimu."

"Kenapa baru sekarang tuan?" Biyu membalas memeluk pinggang Alvex. "Jika anda datang padaku dengan pengakuan ini lebih awal, meski hanya sebuah kebohongan sekalipun aku akan tetap bersuka cita."

Alvex tergagap, pria itu merasa tertampar dengan ucapan Biyu. Meski pada kenyataannya ia selalu menginginkan Biyu untuk dirinya sendiri namun Alvex tidak pernah memiliki keberanian. "Apa aku terlambat?"

"Aku menyukaimu dua tahun lalu." Biyu mengusap rahang tegas Alvex, pria blasteran itu terlihat kaget mendengar pengakuan dari simanis. "Aku pernah berharap bahwa kau adalah pangeran baik hati seperti dalam dongeng. Seorang pria yang gagah berani menyelamatkan budak tawanan dari tempat tercela. Aku menunggu hari demi hari, bulan dan tahun berlalu tapi pada akhirnya kau hanya datang dan pergi sesuka hati." Biyu mengatakan dengan jujur apa yang pernah ia harapkan dari sosok Alvex.

Alvex buru-buru mengusap air mata yang mengalir di pipi Biyu. "Maaf karena aku terlalu lama. Aku sekarang sudah disini, tolong beri aku kesempatan."

"Aku yang sudah tidak ada disini tuan. Hatiku telah mati."

***

Tidak ada satupun orang diperusahaan yang luput dari kemarahan Bible. Pria itu sejak datang kekantor tadi pagi sudah menunjukkan mood yang buruk. Bahkan sekretarisnya pun tidak berani menganggu Bible.

Ruang kerja yang biasanya rapi kini terlihat seperti kapal pecah. Sesak di dada membuat pria itu melempar apa saja yang ada di mejanya. Tidak peduli itu kontrak penting sekalipun.

Pikirannya melayang kembali pada bayangan seseorang. Sejujurnya sejak bangun tadi pagi ia merasa benar-benar kosong. Kekosongan yang begitu menyiksa.

"Fuck!" Tidak ada yang berjalan lancar. Bahkan ketika Bible ingin meneguk kopinya, gelas itu malah tergelincir dari tangannya sehingga cairan berwarna hitam itu sekarang membasahi seluruh pakaian yang ia kenakan. Bible berdiri tergesa-gesa berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan cairan itu sebelum seluruh tubuhnya lengket.

SLUTWhere stories live. Discover now