Lampu yang dimatikan adalah ciri khas dari Tarisa ketika tidur.
Bible perlahan masuk ke dalam kamar kakaknya, pria itu berusaha untuk tidak menimbulkan suara sekecil apapun. Langkahnya pasti menuju pada sesosok wanita kesayangan yang terlelap dalam tidurnya.
"Selamat malam kak." Bible menarik selimut kakaknya agar wanita itu merasa lebih hangat.
"Aku belum tidur."
Sahutan dari kakaknya membuat Bible sedikit terkejut, hanya beberapa detik karena selanjutnya ia segera menyalakan lampu tidur yang ada di atas nakas.
"Kenapa belum tidur? Kakak harus istirahat."
Tarisa mengulurkan tangannya meminta sang adik untuk membantunya duduk. "Adikku sudah besar. Sangat tampan dan memiliki pacar." Wanita itu menepuk-nepuk pipi adiknya. "Bibleku harus bahagia, kamu adik yang sangat baik."
Meski merasa aneh dengan ucapan kakaknya Bible memilih bungkam. Ia duduk dipinggiran ranjang dengan tangan yang mengengam jari jemari Tarisa.
"Besok aku yang akan mengantar kakak ke rumah sakit. Maaf karena akhir-akhir ini aku sangat sibuk."
"Sepertinya tidak akan sempat—" Tarisa mengulum bibirnya. "Lupakan. Baiklah aku akan pergi dengan adikku ini."
"Apa terjadi sesuatu? Kakak terlihat murung."
"Tidak, aku hanya sedikit lelah." Tarisa tiba-tiba menarik Bible kedalam pelukannya. "Kalau sesuatu terasa berat nantinya, jangan lupa bahwa dimanapun aku berada, aku akan selalu mencintai dan mendukungmu."
Bible melepaskan pelukan keduanya. "Tidurlah, kakak sepertinya sangat mengantuk sampai berbicara aneh seperti ini."
"Tunggu," Tarisa menolak Bible yang akan mematikan lampu kembali. "Duduk dulu, kita harus bicara."
"Bicaranya besok saja. Aku mengantuk."
"Anak nakal, duduk! Kakakmu mau bicara."
"Ck." Bible berdecak namun tetap menurut, ia kembali duduk ditempat sebelumnya. "Mau bicara apa?"
"Biyu, kakak menyukainya.."
"Hah?" Mata Bible membulat dengan rahang menganga lebar.
"Bukan, bukan begitu maksudnya." Tarisa memukul bahu adiknya. "Maksudku, aku setuju dengan hubungan kalian."
"Oh, aku kira kakak menyukainya seperti aku menyukainya."
"Memangnya kau anggap kakakmu ini apa?" Tarisa cemberut beberapa detik lalu kembali merubah raut wajahnya. "Jadi bagaimana? Hubungan kalian?"
"Adikmu yang tampan ini tentu saja bisa membuat Biyu jatuh cinta juga."
"Tapi sainganmu Alvex, aku tau dia sudah menyerah tapi tetap saja, kau harus menjaga Biu baik-baik."
"Iya, akan aku lakukan."
"Bible.."
"Hmm?"
"Berbahagialah.."
"Kenapa kakak terus mengatakan tentang bahagia?"
"Tidak, hanya ingin saja. Sudah malam, pergilah ke kamarmu. Biyu pasti menunggumu."
"Kakak tidur dulu." Bible kembali membantu kakaknya untuk berbaring.
"Bible, Terimakasih sudah menjadi adikku."
Bible mengangguk, ia menyelimuti kakaknya.
"Kalau ada kehidupan selanjutnya, kamu menjadi adikku lagi ya?"

YOU ARE READING
SLUT
FanfictionSepertinya Biyu terlalu banyak berkhayal. Tidak ada pangeran yang akan menjemput pelacur seperti dirinya bukan? Apa yang bisa diharapkan dari pria yang datang kerumah prostitusi? Tujuan mereka tentu sudah jelas untuk membeli tubuhnya. Bukankah sem...