Demam lagi

2.2K 351 43
                                    

Bible dan Alvex telah pergi ke kantor masing-masing dua jam lalu. Setelah berdebat panjang lebar di meja makan keduanya kemudian pergi begitu saja. Sama-sama keras kepala dan meributkan hal yang tidak perlu. Kekanakan sekali.

Kini Biyu dan Tarisa duduk manis di ruang tengah sembari menonton siaran televisi.

"Kamu kenal Alvex sudah lama?" Tarisa bertanya dengan wajah yang terlihat tidak peduli, seperti hanya basa basi.

"Sudah cukup lama kak, lebih dari satu tahun." Biu tidak menaruh curiga atas pertanyaan kakak Bible tersebut. Ia tampak asik dengan serial pagi yang tayang dihadapannya.

"Apa dia baik?"

"Hmm siapa? Bible?"

"Alvex, apa dia baik padamu?" Masih dengan wajah yang sama Tarisa melayangkan pertanyaan yang membuat Biyu akhirnya menoleh, menatap wanita di sampingnya dengan wajah kebingungan.

"Baik menurut kakak itu seperti apa?" Biyu menggigit bibirnya. "Aku masih bingung dengan definisi baik. Kadang aku merasa senang bertemu dengannya tapi dilain sisi aku merasa buruk."

"Apa yang terjadi?" Tarisa menarik tangan Biyu untuk mengengamnya. "Kau terlihat sangat terluka.."

"Aku—" Biyu hampir saja membuka mulutnya namun kemudian pria itu menggeleng. Ia teringat ucapan Bible bahwa Tarisa tidak boleh mengetahui siapa dirinya.

"Kenapa Biyu? Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?"

"Tidak kak," Biyu menggeleng lalu tersenyum kecil. "Aku hanya senang bisa bertemu kakak. Sangat senang."

"Alvex menyukaimu, kamu tau?" Tarisa tiba-tiba menembak dengan pertanyaan yang lain. "Lalu adikku juga, dia menyukaimu. Ah iri sekali, banyak yang mencintaimu Biyu." Tarisa terdengar main-main namun jauh dilubuk hatinya ia memang merasa sedikit iri. Bagaimana Bible dan Alvex bisa berdebat hanya karena berebut mengoleskan selai untuk roti Biyu membuat Tarisa sadar bahwa kedua pria itu bersungguh-sungguh. "Apa kamu bisa membelah diri?"

Biyu mengerjap. "Maksudnya kak?"

"Aku tidak ingin ada yang terluka Bi, maksudku jika kau ada dua di dunia maka itu akan lebih mudah. Aku akan memberikanmu pada Bible dan Alvex dengan adil." Tarisa tertawa diujung kalimatnya. "Ah lupakan, aku sepertinya mulai tidak waras."

Biyu diam menggigit bibirnya, entah mengapa ucapan Tarisa terdengar penuh kesedihan.

"Kak Tarisa baik-baik saja?"

"Huh? Tentu saja. Aku sangat baik." Wanita itu mengangkup pipi Biyu lalu tersenyum lebar. "Aku tidak tau akhir dari semua ini tapi aku harap kamu mendapat kebahagiaan. Entah dengan siapapun itu aku akan mendoakan semua hal baik untukmu adik kecil."

***

"Apa kau gila?! Kau pikir makanan seperti ini akan baik untuk Biyu?!" Teriakan murka Bible terdengar ke seluruh penjuru rumah. Beberapa pelayan berlindung dibalik tembok tidak berani mendekat untuk membantu menyajikan makan.

"Aku tidak tau kalau Biyu tidak boleh makan pizza." Alvex balas mendengus.

"Kau bodoh? Tidak sekolah? Sialan. Kalau aku tidak ada apa kau akan melakukan hal-hal tolol begini?!"

"Aku sudah bilang aku tidak tau." Alvex menaikan nada bicaranya. "Tinggal buang saja ini semua, kenapa kau suka sekali mencari ribut denganku?!"

Tarisa merasa kepalanya hampir pecah sekarang. Sudah sepuluh menit berlalu dan dua orang manusia yang baru saja pulang kerja itu terus saja saling melempar teriakan satu sama lain.

"Apa aku tinggal di hutan sekarang?" Wanita itu menyindir. "Biyu ambilkan pisau di dapur. Biarkan dua orang ini saling membunuh."

Biyu menggeleng tidak berani, pria kecil yang berdiri dibelakang kursi roda Tarisa itu menunduk takut.

SLUTWhere stories live. Discover now