Leukemia

2.9K 351 40
                                    

Seminggu yang lalu Biyu datang ke rumah sakit ini untuk menjalani pemeriksaan seperti yang dianjurkan oleh dokter. Hari ini ia datang lagi untuk mengambil hasilnya.

Lebih awal dari jadwal yang ditentukan, Biyu mengantri bersama beberapa orang yang juga akan mengambil hasil pemeriksaan dirinya masing-masing.

"Siapa yang sakit dek?" Seorang ibu bertanya pada Biyu dengan ramah. Wanita kisaran lima puluh tahun itu mengambil duduk tepat disebelah Biu.

"Saya bu," Biu tersenyum canggung.

"Sakit apa?" Entah Biyu salah atau bagaimana tapi pria itu dapat menangkap nada khawatir dari suara si wanita paruh baya.

"Saya baru akan mengambil hasil pemeriksaannya.."

"Semoga adek tidak sakit parah ya." Ibu itu menepuk pundak Biyu. "Adek masih sangat muda. Semoga berumur panjang."

Biyu hanya bisa mengangguk. Sebenarnya ia tidak setuju dengan doa dari si ibu. Ia tidak ingin berumur panjang. Tapi mana mungkin Biyu berani mengatakannya dengan gamblang.

"Ibu ayo.." Seorang gadis menghampiri ibu disebelah Biyu.

"Sudah selesai nak?" Ibu itu berdiri. Sebelum pergi bersama anaknya sekali lagi ia menatap Biyu dengan lembut. "Tuhan memberkatimu."

Lagi-lagi Biyu tidak membalasnya. Pemuda itu mengangguk kecil dengan senyum dibibirnya. Tuhan tidak memberkati orang-orang sepertinya bukan?

"Tuan Biyu Ayanda.." perawat memanggil namanya. Biyu segera memakai tasnya sebelum mengikuti perawat itu.

***

Biyu bukan orang berpendidikan dan cerdas namun ia tahu bahwa penyakit yang diidapnya sangat ganas. Berbahaya. Mengancam nyawa.

Leukemia limfoblastik akut.

Dokter telah menjelaskan perihal penyakitnya. Mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaannya Biyu dinyatakan mengidap penyakit itu distasium dua.

Dokter menyarankannya untuk segera memulai pengobatan.

Meremas kertas ditangan penuh haru, tangis Biyu pecah didepan rumah sakit. Pria itu berjongkok, tidak peduli dengan pandangan aneh orang-orang.

Biyu tidak menangis karena bersedih atau takut. Ia justru begitu bersyukur mengetahui bahwa tubuhnya menderita sakit parah, Biyu sadar, kali ini ia memiliki sesuatu yang dapat ditunggu, ajalnya sendiri.

Tidak lama lagi Biyu akan bebas dari tempat hina itu.

***

"Selamat malam tuan."

Biyu menyambutnya seperti biasa. Selembar kemeja yang menutupi tubuh putih mulus itu membuat Alvex menelan ludahnya sudah payah. Seperti biasa Biyu selalu mampu membuatnya bergairah.

Alvex duduk dipinggiran ranjang. Pria itu kemudian menepuk pahanya, memberi kode agar Biyu segera duduk di pangkuannya. "Kemarilah."

Biyu menurut, ia selalu menjadi anak manis ketika melayani tamu-tamunya.

"Bagaimana kabarmu? Sudah pergi kedokter?" Sejauh ini Alvex memang selalu jadi tamu yang paling baik pada Biyu. Tuan muda kaya raya itu tidak pernah membuat Biyu kepayahan.

"Sudah tuan."

"Lalu apa katanya?" Alvex membelai pinggang Biyu sementara simanis meletakan kedua tangannya di pundak lebar pria itu.

Biyu tersenyum teduh. "Hanya demam biasa. Tidak ada yang serius." Dengan begitu enteng ia menjawab. Membohongi Alvex dan menyembunyikan penyakitnya tentu saja.

SLUTWhere stories live. Discover now