"Apa kamu dan Bible sepasang kekasih?"
Uhukk uhukk.
Biyu tersedak makannya sendiri ketika Tarisa bertanya tiba-tiba. Keduanya tengah sarapan bersama dan gadis itu terus berceloteh tentang ini itu. Biyu segera menenggak minum.
Tarisa tertawa pelan melihat reaksi Biyu. Wanita itu dengan santai menepuk kepala Biyu layaknya seorang kakak pada adik kecilnya. "Santai saja, aku tau kok kalian pasti memiliki sesuatu yang spesial. Tidak mungkin Bible membawamu kerumah jika kamu tidak penting."
"Tidak seperti itu, sebenarnya..." Biyu bingung harus melanjutkan kalimatnya bagaimana karena Bible sudah memperingatkannya untuk tidak berbicara macam-macam.
"Aku senang dia bergaul, maksudku diumurnya yang sekarang dia perlu bersama seseorang bukan?" Tarisa mengusap pipi bulat Biyu dengan gemas. "Kalau kalian belum sampai kesana tidak apa-apa, masih banyak waktu untuk saling mengenal. Selama dia mau membuka diri padamu kau masih punya kesempatan."
"Nona ada telpon dari tuan muda." Seorang pelayan tiba-tiba datang mendekat dengan sebuah telpon ditangannya lalu menyerahkan benda itu pada Tarisa.
"Ya, ada apa?" Tarisa bertanya to the point. Adiknya memang selalu menanyakan kabar Tarisa tapi ini bahkan belum satu jam dari kepergian pria itu kekantor.
"Kakak sedang apa?"
Tarisa mengangkat alisnya, wanita itu kemudian menoleh pada Biyu yang juga sedang menatapnya dengan mata bulat yang terlihat memancarkan binar gelisah.
"Kamu bisa melihat kegiatanku dicctv."
"Aku hanya mau memastikan kakak baik-baik saja." Bible gelagapan sendiri karena ditembak kakaknya dengan kata-kata yang begitu masuk akal. Setiap sudut rumah dipasangi cctv sehingga ia bisa memantau kakaknya meski sedang berada diluar rumah.
"Tidak usah basa-basi, aku mengerti kok." Tarisa tertawa kecil setengah meledek. "Jika ingin bicara dengan Biyu bilang saja." Gadis itu menjauhkan benda pipih dari telinganya kemudian memberikan pada Biyu. "Ada yang ingin bicara." Tarisa menggerakkan bibirnya tanpa suara.
***
"Halo.." Suara lembut seorang pria mengalun dari balik telpon. Bible menegakan tubuhnya seketika.
"Halo.." Lagi. Biyu kembali menyapanya dari sebrang sana. Ini pasti ulah kakaknya, Bible buru-buru mematikan telpon lalu melempar benda itu sembarangan.
"Sialan. Kenapa suaranya sangat manis?"
***
"Dimatikan?" Tarisa melongokan kepala ikut melihat ponsel yang ada ditangan Biyu. "Anak kurang ajar, huh, menyebalkan."
Biyu tidak berkomentar, pria itu memberikan ponsel kembali pada pelayan.
"Biyu, Biyu, Biyu, hari ini kamu mau kemana?"
"Saya? Mungkin akan diam di dalam kamar."
Tarisa tersenyum cerah. Wanita itu lalu menarik tangan Biyu. "Kita pergi keluar ya? Aku ingin beli makan pedas."
"Tapi—"
"Ayolah, jika ada yang mengantar Bible pasti mengizinkanku. Ya, tolong." Tarisa mengguncang tubuh Biyu. "Biyuuu please?"
"Sepertinya itu bukan ide yang baik."
Tarisa menggeleng. "Itu ide yang sangat baik. Percaya padaku."
***
"Apa tidak masalah makan sepedas itu?"
Tarisa memesan semangkuk besar mie pedas dan memaksa Biyu untuk membeli yang sama. Keduanya duduk di bagian dalam toko, di dekat kaca yang menampilkan jalan raya besar. Toko mie pedas itu memang berada dipusat kota, berjajar diantara perkantoran sehingga sangat ramai jika menjelang makan siang.

YOU ARE READING
SLUT
Fiksi PenggemarSepertinya Biyu terlalu banyak berkhayal. Tidak ada pangeran yang akan menjemput pelacur seperti dirinya bukan? Apa yang bisa diharapkan dari pria yang datang kerumah prostitusi? Tujuan mereka tentu sudah jelas untuk membeli tubuhnya. Bukankah sem...