Pada akhirnya perang dibatalkan. Alvex gugur karena pilihannya sendiri. Ia kini berdiri diambang pintu melihat kepergian Bible dan Biyu, dua orang itu tanpa sadar masuk kedalam 'rencana' Tarisa.
"Kayaknya ada yang gak ikhlas nih.." Tarisa yang berada disebelah Alvex menyindir begitu mobil yang ditumpangi adik dan calon adik iparnya keluar dari gerbang rumah.
"Aku?" Alvex menunjuk dadanya sendiri.
"Ya, siapa saja yang merasa." Tarisa menjulurkan lidahnya.
Alvex mencubit pipi wanita itu. "Berisik."
"Ami! Ami tolong!" Tarisa berteriak-teriak layaknya manusia yang sedang disiksa. "Ami cepat!"
Alvex menggelengkan kepalanya, ia lalu mencubit Tarisa lebih keras. "Dasar drama."
***
Bible harus mengambil cuti selama tiga hari, tiba-tiba saja pamannya mengirim pesan bahwa neneknya meminta Bible untuk datang. Tarisa tentu tidak bisa pergi dalam perjalanan jauh sekarang, kondisinya tidak memungkinkan. Sebagai gantinya Bible kemudian mengajak Biyu, dokter mengizinkan Biyu untuk naik pesawat dengan durasi penerbangan dibawah 6 jam.
"Bible.." Biyu yang duduk di samping Bible sejak tadi sangat gelisah. Begitu pesawat mulai mengudara pemuda itu langsung mengengam tangan Bible erat-erat.
"Biyu tidak apa-apa, itu hanya guncangan kecil. Tidak akan ada yang terjadi." Bible mengusap punggung tangan kecil Biyu. "Setengah jam lagi kita sampai, tenang ya.."
"Bible maaf, aku baru pertama naik pesawat." Biyu merasa tidak enak karena Bible harus terus-terusan menenangkannya selama perjalanan. Bahkan pria itu tidak beranjak sedikitpun atau melepaskan tangannya.
"Tidak apa-apa Biyu.. Aku tidak masalah sedikitpun."
***
Mobil yang dikirim keluarganya untuk menjemput Bible dan Biyu telah sampai di halaman rumah besar bergaya dulu milik nenek dan kakek Bible.
Sedikit memori berputar di otaknya, ia mengingat rumah nenek dan kakeknya sendiri, rumah yang sederhana dan nyaman.
"Nah, inilah tempat aku tinggal sejak kecil."
Biyu menatap rumah itu dengan takjub. Melihat sekilas saja ia sudah bisa merasakan kehangatan disana.
"Ayo turun."
"Bible apa tidak apa-apa aku ikut? Aku tidak yakin bertemu dengan keluargamu."
"Nenekku sangat baik dan aku tau dia akan menyukaimu." Bible menangkup pipi merah Biyu, mengusapnya lembut untuk menyalurkan rasa hangat disana. Rumah neneknya memang berada di daerah pegunungan sehingga hawanya lebih dingin. "Ayo aku tidak sabar mengenalkanmu."
"Tapi Bib.." Ini sudah sangat jauh, Biyu baru menyadari kenapa ia bisa menerima untuk pergi kerumah nenek Bible dengan begitu cepat. Kenapa ia tidak mempertimbangkan dari berbagai sisi sebelumnya. "Aku takut."
"Aku disini Biyu, aku janji kita akan melakukan hal menyenangkan. Ayo.."
***
"Nenek.." Bible merengangkan tangannya secara otomatis, Biyu bersembunyi di belakangnya.
"Cucuku sayang.." wanita tua yang baru saja datang dari dapur itu langsung menghampiri Bible. Ia memeluk cucunya dengan erat, mencium kedua pipi Bible lalu mengengam tangannya. "Nenek kaget sekali kau tiba-tiba datang. Terimakasih sudah mau mengunjungi nenek tua ini."
"Bukankah nenek memanggilku?" Bible menatap neneknya kebingungan. Ia ingat sang ucapan sang kakak kemarin sebelum memutuskan pergi kesini.
"Ah? Tidak. Nenek bahkan baru diberitahu kau datang tadi pagi. Tarisa menelpon nenek." Wanita tua itu ikut kebingungan. "Apa ada yang salah nak?"
YOU ARE READING
SLUT
FanfictionSepertinya Biyu terlalu banyak berkhayal. Tidak ada pangeran yang akan menjemput pelacur seperti dirinya bukan? Apa yang bisa diharapkan dari pria yang datang kerumah prostitusi? Tujuan mereka tentu sudah jelas untuk membeli tubuhnya. Bukankah sem...