WARNING CERITA sedikit MEMBOSANKAN BANYAK TYPO 🙏🏻 dan ALUR LAMBAT
HAPPY READING like jika suka 👍🏻 dan komen jika bisa💬 Sorry for typo Jangan jadi pembaca gelap terus 🤧
BAB GAk JELAS !!
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bulan semakin tinggi di langit, menyinari malam yang hening dengan cahaya pudar, hanya diselingi bisikan angin yang lembut. Keheningan itu begitu pekat, seolah segala sesuatu berhenti bergerak di bawahnya. Gisel terbaring di tempat tidur, tubuhnya masih gemetar, seolah bayangan dari mimpi buruknya baru saja meninggalkan tubuhnya, namun efeknya masih menyisakan bekas ketakutan yang dalam. Nafasnya terengah-engah, dan jantungnya masih berdetak cepat, merasakan dampak dari mimpi yang begitu nyata, begitu menakutkan..
Bak magnet saat Id name l muncul dari layar ponselnya garis senyum Gisel melengkung ke atas. Secara tak sadar dia memang menunggu panggilan dari pria di sebrang sana yang memang mengirim pesan sebelumnya akan menelpon kembali jika urusannya sudah selesai.
Rasa gugup dari mimpi buruknya sedikit berkurang meski faktanya Jevan masih mendengar jelas suara bergetar sang perempuan saat menjawan panggilannya.
"Kamu kenapa?" Itu adalah hal pertama yang Jevan keluarkan saat dia mendengar suara sang istri yang tampak bergetar. Meski tidak melihat langsung jelas sekali dari suara yang terkesan berbeda.
"Kamu mimpi buruk?" Ucapan tidak ada apa-apa Gisel jelas berbanding tebalik dengan faktanya. Jevan bisa memperkirakaan bahwa wanitanya itu baru saja terbangun karena mimpi buruk.
"Ganti via vc ya?"
"Enggak mau, muka aku jelek" Gisel menolak, matanya yang sembab pasti terlihat membengkak. Siapapun pasti tidak ingin menunjukan wajah sehabis menangis mereka.
"Ya udah aku puk puk online ya" ucap Jevan dengan terkekeh.
Gisel mencebik sebal, "tahu ah"
Mendengar decakan sebal Gisel berarti perempuan itu sudah lebih baik. Si ayah satu anak itu tidak salah memutuskan menghubungi Gisel malam-malam.
"Tidur sana, udah malem. Telponnya enggak usah di matiin aku temenin ngobrol nyampe kamu tidur ya"
Gisel menggeleng, "belum ngantuk"
Kenapa suara Gisel terdengar sangat manja di telinganya, Jevan kan jadi ingin cepat pulang.
"Gi~"
"Apa?"
"Jangan terlalu manis begini"
Gisel terkekeh, "kenapa emang?" Mendengar suara Jevan membuat hatinya sedikit tenang. Semua hanya bunga tidur, Jevan berjanji tidak akan meninggalkan dirinya dan sudah seharusnya ia percaya dengan apa yang pria itu katanya.
Hingga suara Gisel tidak terdengar sambungan telpon kedua terus tersambung. Hanya bercerita hal-hal kecil seperti apa yang di lakukan jagoan mereka hari ini. Saat sudah tidak ada balasan dari sang empu barulah Jevan mematikan panggilan telponnya.
"Good night istiriku" ucapnya sebagai penutup.
Jevan bersandar pada kepala ranjang, menghela napas lalu memijit kepalanya perlahan. Setidaknya pikirnya tidar terlalu pusing setelah berbicara sedikit dengan Gisel meski sebenarnya kepalanya sangat pening.
Inilah kenapa dia malas terjun ke perusahan milik keluarga Adirata, bermain dengan obeng serta oli lebih baik daripada tumpulan berkas yang ruwet.
Permasalahan yang dia kira mudah untuk di atasin ternyata hanya perkiraannya saja, setelah masalah di kantor pusat di ambil oleh Marka kini ia malah terjebak dengan permasalahan proyek yang terkendala.
Ulang tahun pertama Vano sudah kurang dari satu bulam lagi, ia berencana ingin mengadakan pesta untuk putranya itu tapi belum sempat berbicara dengan Gisel.
Hubungan mereka juga banyak mengalami kemajuan baru akhir-akhir ini, tapi sepertinya semesta gemar sekali menguji kesabaranya.
Belum ada sebulan dia bisa bermanja dengan Gisel, keadaannya memaksa untuk ia pergi. Terpaksa acara berdepositonya harus dia tunda dulu.
"Dasar berkas sialan"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.