Bab 6 - Alasan Menikahimu

58.7K 4.2K 355
                                    

Anin mengeratkan genggamannya pada jaket Naren yang dilemparkan kepadanya. Hatinya berdesir. Yang diselimut jaket tubuhnya, tapi yang hangat malah hatinya. Anin peka akan kekhawatiran Naren. Pria itu melemparkan jaket saat dia mengeluh dingin. Pria itu juga mencarinya sampai tepi pantai yang jaraknya cukup jauh dari hotel. Pria itu seperti tak rela Anin disakiti oleh orang lain. Dan pria itu Naren, lelaki yang mengatakan dengan tegas tak akan mencintainya.

Anin segera mengambil kotak obat. Membawanya ke meja living room yang sudah ada suaminya. Lelaki itu masih tampak dipenuhi amarah. Tanganya menekan tombol-tombol romote televisi tampak kasar.

"Mas, tolong bukain," pinta Anin yang kesulitan membuka segel botol obat merah.

Naren melirik, berdecak kesal. "Mau apa lo?"

"Obatin kamu. Itu lukanya agak parah." Dia yang hanya melihat luka dekat bibir suaminya saja merasa ngilu.

"Gak usah sok peduli!"

"Gimana aku gak peduli kalau kamu aja peduli sama aku Mas."

"Gue? ... " Naren terlihat tak sudi, "peduli sama lo? Lo waras?"

"Cariin aku sampai berantam sama bule. Habis itu Mas mau penjarain bule itu. Terus Mas juga bilang lewat telepon My Wife gitu. Itu apa kalo gak peduli? Kamu juga kan yang lamar aku. Kamu menikahi aku bukan karena paksaan." Anin mengeluarkan uneg-uneg juga. Lelaki itu yang meminang, lelaki itu juga yang sekarang seperti membuang.

Naren terkekeh. "Gak usah kePDan! Gue terpaksa nikahin lo. Karena ... "

"Karena apa?"

"Udah cepet katanya mau obatin gue."

"Mas tadi khawatir kan? Khawatir itu tanda cinta."

Kekehan Naren semakin keras. Menertawakan pendapat Anin yang begitu optimis. Namun tak lama ia merintih kesakitan karena mulutnya terbuka terlalu lebar.

Tanpa aba-aba Anin menarik tangan Naren yang menyentuh luka di sisi bibir. Dengan cekatan dia menempel tisu yang sudah dibasahi alkohol. "Diam Mas! Kalo gak makin sakit loh."

Ajaib. Naren menurut. Tidak memprotes dengan kata-kata maupun gerakan. Dia juga membukakan botol obat merah saat diminta oleh Anin untuk kedua kalinya.

Selesai membersihkan luka dan mengobati, Anin lekas merapikan obat-obat ke dalam kotak. Melihat wajah lelaki itu sangat dekat sampai mendengar deru napasnya membuat jatung Anin tidak karuhan. Dia akui kalau begitu mudah jatuh cinta dengan Naren.

"Aku mandi dulu ya Mas. Makasih jaketnya. Bau keringan kamu enak banget."

"Mana jaket gue! Dasar aneh!"

"Ish, telinga aku berfungsi normal ya Mas. Jelas kamu bilang my wife tadi di telepon." Kalau ingat itu Anin jadi senyum-senyum tak menentu. "Bilang aja kamu cinta tapi gengsi."

"Terserah lo deh."

"Mas, kalau kita buat perjanjian gimana?"

Anin yang semula sudah beranjak dari sofa malah duduk lagi. Kali ini kepalanya makin dekat dengan Naren yang sibuk menonton berita chanel televisi Amerika yang membicaralan tentang Dow Jones Industrial Average atau indeks saham AS yang populer di kalangan para investor. Selain menjadi pengusaha, Naren juga dikenal sebagai investor. Dia memiliki saham di perusahaan luar negeri, dalam negeri, dan beberapa usaha rintisan yang dianggap potensial.

"Mas!" seru Anin agar pria itu meresponnya.

"Perjanjian perceraian? Ayo!"

Sedih. Kenapa Naren begitu mudah mengatakan kata cerai? "Bukan. Perjanjiannya kalau Mas Naren berhasil jatuh cinta sama aku, Mas harus turutin apa pun keinginan aku. Termasuk ngasih tahu alasan kenapa Mas nikahin aku. Terpaksa karena apa?"

Janji yang Ternoda [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang