Bab 14 - Sama Sama Terluka

58.8K 3.9K 591
                                    

Jujur 🥲 harus ganti nama bikin aku agak down dan sedih jadi nulisnya tersendat. Makasih buat kamu yang masih support aku sampai sekarang.

lets fall in love with Naren!

***

Kita tidak bisa memilih akan dipertemukan dengan orang seperti apa. Tapi kita punya kehendak dalam bertingkah agar tak salah langkah.

~Janji yang Ternoda~
Karya Mellyana Dhian

***

Kenapa di Indonesia banyak pengendara motor yang sein kiri tapi belok kanan?

Hampir saja Naren menabrak ibu-ibu yang membonceng anaknya pulang sekolah. Agar tidak menabrak dia harus membanting setir sehingga membuat motornya melewati tepi jalan berpasir lalu rodanya terpeleset dan kendaraan itu jatuh ke sisi kiri. Sudah harus melawan trauma, ditambah pengendara motor lain yang ngawur.

"Arghh ... " keluh Naren merasa sakit tertimpa motor.

Orang-orang yang ada di sekitar bergerak untuk menolong. Bapak pemilik tambal ban sampai berteriak marah kepada pengendara yang mengakibatkan Naren celaka. Seperti tak punya salah, pengendara itu malah tancap gas.

Naren berusaha bangkit. Dia melihat celana kainnya sobek di bagian lutut. Ada darah dan luka yang cukup dalam.

"Anda baik-baik saja Mas?" tanya bapak itu.

"Gapapa Pak. Terima kasih sudah menolong saya. Tapi saya buru-buru, saya harus pergi." Sambil menahan nyeri Naren menaiki sepeda motor. Beruntung rumah neneknya tidak terlalu jauh.

Naren mengabaikan pakaiannya yang kotor, menghiraukan sakit yang dia rasakan, tak acuh dengan kerusakan motor Bayu. Pria itu mengenyampingkan semua hal demi Anin. Setelah memastikan sepeda motor Bayu masih bisa berfungsi, Naren mengendarainya lagi.

"Kamu yakin Nak tetep lanjut perjalanan? Kamu luka-luka dan motornya juga lecet?" Nada khawatir dari ibu paruh baya.

"Tidak apa bu."

Sebelum pergi Naren sempat memberi beberapa lembar uang imbalan untuk orang yang menolongnya. Tiga orang yang tadi menolong masih tercengang bahkan ibu parah baya itu masih syok setelah melihat kecelakaan terjadi di depan matanya. Mereka mengkhawatirkan Naren yang seolah mematikan rasa sakit.

"Ko Naren." Seorang pegawai terkejut dengan kehadiran Naren. "Udah lama Koko gak ke sini. Cari Wai Po ya?"

"Cece lihat istri saya? Tadi pegawainya jemput dia." Naren melepas helmnya. Sambil menahan pedih di tangan dan kaki, Naren turun dari sepeda motor. Karena panik dia memarkirkan motor secara sembarangan.

"Cece malah belum lihat. Cuma itu ... mobilnya supir Nyonya ada. Kemungkinan sudah di dalam." Dia mengamati Naren. "Koko habis jatuh dari motor? Kenapa Koko naik sepeda motor lagi?"

Semua karyawan lama Wai Po tahu betul betapa keluarga Naren melarang keras lelaki itu mengendarai motor.

"Ce, istri saya dipanggil sama Wai Po. Cece tahu sendiri kan kalau Wai Po itu bisa lakuin apa aja ke orang yang dia benci." Nenek Naren akan teringat pada traumanya bertemu teroris yang berpakaian syari. Bisa dibilang sampai sekarang neneknya adalah islamphobia. "Saya takut nenek luapin traumanya ke istri saya. Istri saya tidak boleh bertemu Wai Po. Tolong bantu saya!"

Janji yang Ternoda [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang