Kenapa singgah dan memberi luka?Janji yang Ternoda karya Mellyana Dhian
***Bagaimana perasaanmu melihat lelaki yang seharusnya melakukanmu penuh kasih sayang malah lebih peduli dengan perempuan lain?
"Mas kamu kira hati aku ini terbuat dari apa sampai-sampai kamu sepeduli itu dengan dia?"
Remuk? Begitu juga perasaan Anin sekarang. Naren membawa Nada ke kamar hotel kemudian Anin mengikuti meski keberadaannya seperti tidak ada artinya. Naren juga merubah rencana tanpa meminta pendapat Anin. Dia tidak membatalkan tour ke Nusa Penida.
Sekarang Naren duduk di sofa dengan satu tangan merengkuh Nada. Perempuan itu terus menangis sambil meyenderkan diri di dada Naren. Entah apa yang ditangisi tapi masalahnya terlihat serius.
Rona khawatir dari wajah Naren juga tak kunjung pudar. Hati Anin entah sudah hancur berapa keping. Seharusnya Anin berhak mengamuk. Tidak ada tanggung jawab bagi Anin berlaku baik di depan mereka. Namun, dengan kemurahannya, Anin membuatkan Nada teh hangat.
Di dapur sesekali Anin melihat posisi mereka yang begitu intim.
"Apa mereka gak lihat ada aku di sini? Kenapa bisa sesantai dan setega itu?"
Dia mengisi paru dengan oksigen sebanyak-banyaknya agar tidak sesak, tapi itu seperti percuma. Sesekali Anin mendongak, mengipas bola matanya dengan tangan agar bendungan air mata itu tak jatuh.
"Jangan nangis Anin. Jangan nangis! Kamu harus kuat. Ini semua masih permulaan."
Di tengah perang perasaan, Anin berusaha meracik teh. Setelah air panas mendidih, ia mengangkatnya hendak menuang ke cangkir.
PRAK!
"Aw!" Anin refleks melepas teko berisi air panas saat tangannya tidak hati-hati. Dia terlalu sibuk dengan pikirannya sampai teledor menggenggam bagian pegangan teko berbahan alumunium. Air panas itu tumpah dan sebagian menyiram kakinya.
Naren berdiri di dapur sambil berkacak pinggang. "BISA GAK KALAU NGERJAIN SESUATU ITU YANG BECUS!" Mata Naren melotot. Anin pun tidak lagi bisa menahan air mata.
"Sakit," adunya sambil melihatkan tangan dan kaki yang sudah melepuh terkena air panas. "Ini sakit banget Mas." Hatiku... Sakit. Kenapa ekspresimu harus seperti itu di depan wanita lain? Apa aku tidak boleh lebih unggul dari dia yang begitu diperlakukan lembut?
"Minggir! Udah tahu air panas kenapa gak minggir? Otak kamu dimana sih?"
Anin masih diam tidak melakukan apapun selain menangis. Tubuhnya sudah gemetar menghadapi kondisi itu. Karena tubuh Anin tak kunjung berpindah, Naren menyeret lengan sang istri. Cengkraman itu tidak keras, seharusnya Anin tidak merasakan sakit, tapi lagi-lagi dia mengaduh. "Sakit. Ini sakit. Lepasin!"
"Gak usah manja!" Naren mengajak Anin ke kamar mandi. Dia menyiram kaki Anin dan tangan dengan air mengalir, melakukan pertolongan pertama.
"Ishh." Anin meringin merasakan pedih di tangan kirinya. Keempat ruas jarinya melepuh, hanya jari telunjuk yang selamat dari siraman air panas.
Selesai menetralkan kulit, Naren meminta Anin duduk di sofa singel yang ada di depan Nada. Nada sudah tidak menangis sehisteris tadi, tapi dia masih rajin menumpuk sisa tisu yang ia gunakan untuk mengusap air mata dan ingus di tempat sampah.
Naren tidak banyak bicara. Dia mengoles tangan Anin dengan obat bakar.
"Aw!"
"Diem!"
"Aaaa." Anin menahan sakit.
"Besok kenapa gak sekalian mandi air panas? Mau simulasi masuk neraka?"
"Astagfirullah Mas, gak gitu." Anin sudah tidak menangis tapi suara seraknya masih terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji yang Ternoda [Lengkap]
SpiritualPernikahan terpaksa itu terjadi bukan karena perjodohan. Bukan juga karena cinta. Semua itu karena ada rahasia. "Gue gak pernah anggap pernikahan ini berharga. Pernikahan impian? Itu cuma halu. Gue gak akan cinta sama lo sampai kiamat." Pernikahan...