Bab 19 - Obat dari Luka

57.5K 4.2K 396
                                    

Perjuangan banget kerja di luar kota sama nulis bab ini. Jangan pelit vote komen ya😒

Revisi typo ya

This is Anin's secret. Happy reading!

***

"Anin, masih cemberut. Masih marah sama Embah Uti?" Embah atau Mbah adalah panggilan nenek dalam Bahasa Jawa. Uti, peringkasan kata dari putri.

Anin duduk di dekat jendela, menatap sawah yang terhampar hijau. Di sana ada petani yang merawat sawahnya. Sesekali mereka menoleh karena mendengar deru suara roda kereta bergesekan dengan rel, sekedar melihat gerbong gerbong yang berderet panjang.

"Mbaafin Embah Uti. Embah Uti baru bisa jemput hari ini soalnya kemarin budhemu panen jagung. Nduk, seneng sega (nasi) jagung, mau makan sekarang?"

Anin menggeleng tanpa menatap sang nenek. Harusnya 3 hari yang lalu neneknya membawa Anin ke Tegal. Namun, wanita berusia 60 tahunan itu malah mengingkari janji.

"Dino Sabtu Anin wes balek pondok, Embah." (Hari sabtu Anin sudah kembali ke pondok Mbah)

Nenek Anin cukup terkejut. Tidak biasa Anin menggunakan bahasa jawa ngoko. "Ndak papa tidur 2 malam di rumah embah. Yang penting kan ketemu saudara-saudaramu di Tegal."

Setiap liburan pondok Anin selalu minta dijemput. Jika libur pondoknya 2 minggu, Anin akan bagi dua, seminggu di Jogja, sisanya di Tegal.

Nenek Anin menyubit dagu Anin. "Nduk, sing ayu dewe. Jangan marah tho!"

Anin yang masih duduk di kelas 1 MTS setara SMP malah menampik tangan itu. Tidak peduli bagaimana neneknya yang sudah renta berusaha menghibur sang cucu.

"Embah Uti pergi aja sana! Anin gak mau sama Embah."

"Loh suruh pergi ke mana?" Mbah malah terkekeh melihat cucunya merajuk.

Anin menunjuk ke kiri. Kebetulan kursi itu tidak ada penumpangnya.

"Yo wes, Nduk. Mbah pindah ya."

Saat Mbah berjalan ke samping, tiba-tiba kereta oleng. Gerbong 1 dan 2 keluar dari lintasan. Sedangkan gerbong 3 sampai 9 terbalik. Termasuk gerbong 6 yang dinaiki Anin.

"MBAH UTI ... MBAH ... MBAHHHH!" teriak Anin saat melihat neneknya yang ada di bawahnya. Anin berpegangan kursi jadi tubuhnya tidak terbanting ke kiri. Wanita berusia senja itu terkena pejahan kaca dan tertimbun koper dan kardus para penumpang.

"MBAHHHHH." Anin menangis sejadi-jadinya.

Di kamarnya, Naren sedang mengetik surat banding yang akan dikirim kepada tim legal. Jari-jarinya berhenti mengetik saat mendengar teriakan Anin dari kamar sebelah. Ya, keduanya masih tidur di kamar terpisah.

Naren bergegas ke kamar. Perempuan itu tampaknya mimpi buruk. "Nin, Anin," panggilnya membangunkan.

"Anin!" Sekarang Naren menggoyang-goyangkan tubuh Anin yang sudah bermandikan keringat.

Anin masih memejamkan mata sambil menangis.

"Bangun, Nin! Buka matamu!"

Anin perlahan membuka mata. Dia mengalungkan lengannya di leher Naren, lalu menenggelamkan wajahnya di dada bidang sang suami. "Mas ... hiks," panggilnya sambil terisak.

Naren hendak melepaskan lengan Anin, tetapi perempuan itu malah mengeratkan pelukan. Logika Naren sangat menolak. Gak. Gue harus lepasin pelukan ini

Janji yang Ternoda [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang