Senin, di jam ke 5 setelah istirahat pertama mendapat kabar. Sangat bersyukur jam pelajaran kosong, di katakan juga akan kosong sampai pulang nanti. Karena guru-guru tengah merapatkan hal mengevaluasi pembelajaran untuk kurikulum yang baru. Semua bersorak kegirangan bebas dari jam pelajaran yang membuat otak pusing tujuh keliling, apalagi anak-anak pentolan sekolah yang semakin bebas kesana-kemari melakukan tingkah konyol mereka. Termasuk kelas Nata yang notabenenya kelas anak ambis, sebagian sudah keluar berada di kantin, perpus, dan lain-lainnya semua berpencar sesukanya.
Nata? Scroll aplikasi hiburan di handphone nya saja, sendiri. Tanpa Adel, karena Adel tengah berpacaran di kantin sana bersama Adam beserta paguyuban nya. Termasuk Bragas, iya Bragas sudah masuk Minggu ini, bisa bersekolah seperti biasa meskipun dengan banyak pengawasan.
Terus mengapa Bragas tidak mengajak Nata berpacaran juga di kantin? Tidak! Bragas tahu Nata akan menolak jika di ajak berpacaran di area sekolah, ia mengerti statusnya dengan Nata jauh berbeda. Ia juga tidak ingin nanti jika Nata ada yang membencinya hanya karena Nata benar berpacaran dengan berandal sekolah. Terkecuali jika nanti Nata yang meminta, Bragas bisa dengan senang hati melakukannya. Bragas tentunya memaklumi itu, asalkan jika diluar ia bisa menggunakan hak nya sebagai pacar.
"WOEEE ORANG TUANYA BRAGAS CUYYY!!! "
"IBUNYA MONTOK ANJING!!! "
"ANJING GUE MAU JADI SUAMI KEDUA MAMA NYA LAH CUY BOLEH TUH!!! "
"AAAAAH BAPAKNYA DADDYABLE BANGET!!! "
"DIH MAMANYA MUDA BANGET, MEDOK BANGET LAGI TUH MAKE UP!! "
Nata menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara ramai dari luar kelas sana. Berdiri dan merenggangkan otot-otot tubuhnya yang terasa kaku untuk sesaat. Karena dirinya kebanyakan duduk membungkuk di bangkunya barusan.
"NATA!! " suara berat berteriak mengisi ruangan satu kelas.
Membuat beberapa atensi orang yang ada di dalamnya menoleh ke arah pintu kelas. Sudah jelas tubuh tinggi bongsor seorang berandalan itu berdiri tegak di ambang pintu kelas. Semua menatap aneh, kenapa? Dan Nata? Apa hubungannya? Kenapa pentolan itu malah memanggil Nata tiba-tiba?
Nata yang merasa di panggil menoleh kan kepalanya cepat. Dengan raut wajah yang sudah cemas, segera ia menghampiri sang pacar di sana.
Nata mengangguk paham, lalu mengikuti langkah Bragas di belakangnya. Oh tentu, semua menatap keduanya heran, aneh, bingung, dan bertebaran tanda tanya di atas kepala mereka.
"ABAH! " Bragas berlari segera menghampiri orang tuanya di sana. Dengan menarik genggaman erat tangan Nata untuk mengikutinya.
Saling berhadapan, lelaki setengah paruh baya itu sudah ada tepat di hadapan Bragas. Setelah dua tahun lamanya akhirnya Bragas baru bisa melihat wujud sang Abah tepat di depannya lagi. Atmosfer berbeda, dingin, tegang, dan canggung. Hampir Bragas tidak bisa menetralisir deru nafasnya.
PLAKKK
Nata melonjak kaget, matanya terpejam takut untuk beberapa detik.
Satu tamparan lolos di pipi kiri Bragas. Merah, hingga terdapat luka sobek di ujung bibirnya. Tamparan yang sangat singkat, namun terasa perih dan panas begitu menyentuh kulit. Bragas meringis, mengusap sudut bibirnya yang mulai mengeluarkan sedikit cairan merah kental anyir. Tidak apa-apa, ini sedikit baginya. Ia sudah terbiasa.Oh, jangan lupakan orang-orang yang masih melihat penasaran ke arah mereka. Tentunya mereka terkejut untuk sekejap. Terkesima dengan tingkah sarkas bapak setengah tua itu. Jadi ikut meringis merasakannya.
"Kenapa Mami ikut? " Bragas menatap wanita disamping Abahnya yang tengah menggendong bocah kecil perempuan.
"Dia istri Abah, " ucapnya tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Than Zero [COMPLETED]
Teen Fictionketua ultras? siapa? dia? pantes sih, begajulan kayak gitu.