Kurang jelas {23}

8.1K 865 17
                                    

18.58

"Gue tau lo balapan kan semalem? " ucap Nata.

Nata baru saja pulang, ia sekarang ikut bimbel di sekitar tengah kota. Dan dengan paksaan Bragas, ia pulang di jemput Bragas tentunya. Karena jarak bengkel Sabda dengan tempat bimbel Nata tidak jauh, kebetulan saja Bragas juga tengah nongkrong disana dengan teman biasanya.

Berjalan beriringan menelusuri jalanan malam pinggir kota Bandung. Kenapa? Motor Bragas ia simpan di bengkel Sabda karena Nata yang meminta ingin berjalan-jalan saja. Ia ingin menikmati sesekali setiap bagian kota. Sambil beberapa membeli banyak jajanan pinggir jalan juga, Nata ingin mencoba hal baru di hidup nya.
Dan memang selepas Nata selalu bersama Bragas, ia jadi banyak rasa penasaran untuk hal-hal yang belum ia pernah coba sebelumnya.

Bragas hanya cengengesan.

"Masalah lo sama Deon kenapa jadi sepanjang itu sih? Sampe-sampe Deon nantang lo balapan gitu, gue kan udah bilang kalo gue udah baik-baik aja, "

Nata menaiki garis trotoar yang lebih tinggi, berjalan menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh.

"Bukan tentang lo aja, ini tentang harga diri, "

"....lagian bukan sama dia lawannya, gue lawan kakaknya, " jawab Bragas, dan mengulurkan tangannya seolah bersiap-siap menangkap tubuh Nata jika akan turun terjatuh.

"Oh, lo gak sama dia balapnya? " Nata turun, berjalan mengiringi langkah Bragas di samping.

"Dia kan cupu, " remeh Bragas.

"Heh! Jangan gitu, gak baik, " jawab Nata, lalu mengambil sebungkus chiki di dalam tasnya.

Bragas hanya berdecak.

"Mau ke taman kota gak? " tawar Bragas, meskipun cukup capek juga berjalan kaki. Paru-paru perokoknya menjadi tersenyum merasakannya. Tapi demi sang pujaan apa si yang nggak.

"Ayo! " Nata malah semakin bersemangat.

Berjarak sekitar 500 meter dari titik awal, akhirnya sampai juga. Taman di tengah kota yang begitu ramai, di dominasi oleh remaja-remaja osis yang berpacaran. Namun tidak terlalu ramai juga, karena ini memang bukan hari weekend.

"Gue mau beli cilok, kayaknya enak anget-anget, " Nata segera berlari menghampiri tukang cilok di sana. Dengan Bragas yang tetap di tempatnya hanya mengawasi Nata dari jauh.

Setelahnya, Nata kembali ke Bragas dan agak melipir ke bagian pinggir taman kota. Duduk di bangku panjang khas taman. Saling diam untuk beberapa saat. Hanya ada suara keramaian dari orang dan kendaraan sebagai suara.

Bragas menghembuskan nafas nya kasar. Menenggak minuman kaleng berenergi yang baru saja ia beli.
"Sejak kapan suka Deon? " Bragas menoleh, menatap Nata dengan lekat.

"Sejak SMP, kita satu kelas dulu, hehe, " Nata memasukan beberapa bulatan cilok kecil kedalam mulutnya, tanpa menatap lawan bicaranya sama sekali.

Bragas hanya ber-oh saja.

"Masih suka? "

"Kok lo nanya gitu si? " Nata nyolot, lalu mendelik ke arah Bragas.

"Mastiin, " Bragas kembali menenggak minumannya hingga habis.

"Oke, " santai Nata tak peduli, kembali menyantap ciloknya dan mengeluarkan beberapa camilan dari dalam tasnya untuk ia makan.

Bego, batin Bragas.

Tak ada lagi perbincangan di antara mereka untuk beberapa saat. Saling diam, fokus dengan mereka sendiri. Bragas yang bingung harus berkata apa lagi, dan Nata yang tak peduli hanya sibuk memakan camilan miliknya.

Sampai akhirnya, "lo gak mau jadi pacar gue? " Bragas memelintir botol kaleng bekasnya, hingga berbunyi.

"Hah?! " spontan Nata menoleh, menaikan kedua alisnya.

"Jadi pacar gue aja mau gak?! " ulang Bragas sedikit menekan.

Lampu jalanan sudah terang benderang menerangi tiap sudut jalanan kota. Beberapa ruko sudah menutup jam buka nya, kendaraan hilir mudik kesana kemari namun tidak begitu ramai. Taman kota mulai di datangi banyak orang. Semilir angin malam, mulai terasa menancap apalagi suhu kota Bandung akhir-akhir ini turun. Kedua anak adam itu, masih anteng dengan posisi duduknya, saling menatap satu sama lain. Yang satu meminta jawaban, yang satu kebingungan.

Nata menatap lamat-lamat wajah Bragas. Kenapa? Tiba-tiba? Aneh, pikirnya.

"Gue serius, " tekan Bragas, semakin kuat memelintir botol kalengnya.

"Gue gak tau, " Nata memalingkan wajahnya, kali ini kembali menatap ke jalanan.

"Kita gini aja gak sih, Gas? " Nata melipat plastik bekas snack nya menjadi ukuran kecil.

"Gini gimana? " Bragas menyenderkan punggungnya, menatap Nata dari belakang samping.

"Gue udah mulai nyaman sama lo, kayak gini aja, gue gak mau yang lebih takut aja lo malah jadi berubah, " Nata memainkan plastik snack yang ia lipat.

"Kalo lo nyaman, yaudah pacaran aja, gampang kan? "

"Bragaas, " lirih Nata.

Bragas berdecak membuang mukanya, menggenggam erat botol kaleng yang ia pelintir dan segera beranjak dari duduknya.

"Balik hayu geus peuting, " akhir Bragas dan berjalan mendahului Nata yang masih duduk disana.

*ayo pulang udah malem

Dengan gugup Nata berdiri dan berusaha mengejar langkah Bragas.

°°°

eh jan lupa follow ig gw ahahaha ada di bio linknya

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang