Materai 10.000 {25}

8.4K 804 24
                                    

   Berjalan santai sendiri tanpa merasa ada beban sama sekali. Dengan luka di rahang bawah yang sesekali ia akan meringis sendiri ketika di pegang nya. Orang-orang yang ia lewati tentunya menatap ngeri Bragas. Tatapan orang kepadanya tiba-tiba nampak terasa jika Bragas adalah seolah-olah seorang penjahat. Masih untung Bragas tidak peduli dengan mereka, jika ia  tidak malas ingin sekali meninju semua orang yang menatapnya.

   Lelaki dengan setelah seragam yang tidak rapi itu memasuki ruang BK tanpa mengetuk nya sama sekali. Membuat sang empu di dalamnya sontak menoleh kepadanya. Dua guru BK yang sudah berumur itu duduk di kursi tengah ruang sana. Nampak juga Deon dengan perban kecil di sudut bibirnya, dengan satu anak PMR yang memegang box berisi kapas yang akan di gunakan untuk menyumpal hidung Deon, yang sepertinya sedikit masih mengeluarkan sisa-sisa cairan.

   "Duduk! " Pak Tora, selaku guru BK bimbingan kelas 11, menyuruh Bragas duduk segera.

  "Tanda tangan materai kayak biasa pak? "  Brags duduk dengan santai nya menoleh ke arah Deon yang terdengar meringis ketika di pasang perban.

   Bu wulan menghela nafasnya malas, lalu beranjak menuju meja nya mengambil satu lembar kertas, lem, dan materai jenis 10.000 di tangannya.

  "Tanda tangan, " Bu Wulan menyodorkan nya ke arah Bragas. Mood guru perempuan itu tengah tidak baik-baik saja sepertinya.

   Dengan senang hati memasang materai nya dulu, lalu menandatangani surat perjanjian itu lagi, seperti dejavu baginya.

   "Ai maneh hayang naon Gas? " Pak Tora mengetuk batang rokoknya di asbak.

*kamu mau apa Gas?

   "Gak ada pak, " Bragas menyenderkan tubuhnya di sofa, menjawab santai ucapan pak Tora yang sudah memasang muka masam padanya.

   "Jurnal gimana? " perbincangan santainya dengan Pak Tora selalu seperti ini, ia tidak akan terjebak.

   "Gak ada kumpulan pak, sekolahkan gak ada dana buat jurnal maju, " Bragas melipat kedua tangan nya di dada.

   Pak Tora menyesap rokoknya santai, dan menghembuskan ke arah samping, "Minta maaf dulu sana sama Deon, " ucapnya, lalu menumpangkan kaki kanannya di atas kaki kiri.

   "Sorry, bradd, " Bragas mengulurkan tangannya. Namun dengan kasar Deon menepisnya tak peduli.

   "Dianya gak mau pak, budak ni merajuk, haha, " Bragas masih bisa tertawa dengan renyah.

  "Bapak teh apal maneh mantan atlet karate kabupaten, cik atuh lah tong gelut wae ai di sakola mah, apal pan? "

*bapak tau kamu mantan atlet karate kabupaten, tolong lah jangan berantem mulu kalo di sekolah, tau kan?

  "Atuh pak da ieu mah ngabela lain padu gelut, " Bragas masih santai.

* pak ini membela bukan sembarang berantem

   "Gak mau lanjutin karate? " Bu Wulan akhirnya berbicara juga.

  "Gak bu, udah kapok, " santai Bragas.

  "Assalamualaikum, " seorang perempuan berbadan rampung dengan seragam coklat khas guru memasuki ruangan BK sana.

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang