"Gimana? " Adel memasukkan satu bulatan kecil pentol berbumbu pedasnya sekaligus.
Nata menaikan sebelah alisnya, sampai tidak jadi mengambil camilan nya untuk ia makan. Nata malah diam menatap Adel penuh tanya.
Adel memutar bola matanya malas, "Bragas, " malasnya.
Nata hanya mengedikkan bahunya tak peduli, kembali dengan anteng memakan camilan nya. Ia malas masuk kedalam topik Adel dengan pembahasan itu. Tidak tahu, tidak ada alasan kenapa malas. Apalagi sedari pagi tadi, ralat sedari kemarin habis berangkat bersama dari rumah Bragas, dirinya tidak melihat lagi keberadaan lelaki bongsor itu. Tentu ia tidak akan peduli, kenapa harus peduli?
"Kalian sama-sama bebal deh, pusing gue ngertiin nya, " Adel menggelengkan kepalanya heran.
Nata datar, "yaudah si, lagian gue udah gak ada hubungan apa-apa sama dia, kenapa lo yang repot? Lo sebenarnya temen gue atau bukan si? " ketusnya, membuat Adel menatap tak percaya kepada Nata dengan sikapnya yang terus saja seperti itu akhir-akhir ini.
"Ck, dia kurang apa lagi si? Dia rela belain lo sampe masuk BK, bahkan dia rela gak jadi pindah ikut abahnya, anggap aja juga itu karena lo, dan semalem? Itu karena lo, " tegas Adel.
Nata diam, menatap lekat Adel dengan datar, "maksud lo? Emang iya, semuanya salah gue, karena gue, dan bilangin sama temen lo itu, makasih, dan maaf, " akhirnya, lalu meletakkan selembar uang kertas di atas meja sana, lalu pergi begitu saja meninggalkan Adel yang mematung disana.
°
°
°
"BROOO!! " sahut beberapa anak remaja berseragam batik yang tengah santai nongkrong di warung sana. Lalu satu persatu melakukan fist bump kepada Bragas yang baru saja akan bergabung dengan mereka.
Udin menyesap rokoknya santai, "tumben pagi? " celetuknya kepada Bragas.
"Pake jaket kalo mau ngerokok, " jawab Bragas mengalihkan topik sebentar. Lalu sebagian yang juga tengah merokok buru-buru menggunakan jaket atau hoodie mereka masing-masing untuk menutupi identitas seragam mereka.
Warung Barjo, tempat nongkrong biasa anak-anak pentolan SMA KHATULISTIWA. Jaraknya uang tidak begitu jauh dari sekolah mungkin hanya sekitar 800 m saja jarak antaranya. Pasti selalu ramai, setelah atau sebelum sekolah. Pentolan sekolah itu selalu menghabiskan waktu mereka sia-sia disana. Merokok, atau hanya sekedar nongkrong biasa saja mereka lakukan disana. Tidak ada hal buruk lainnya, mereka hanya pentolan bukan remaja maksiat seperti orang-orang pikirkan.
"Semalem gimana? Gue denger lo sama De- " ucapan Gio terpotong.
"Aman, " singkat Bragas memotong ucapan Gio, jangan sampai yang lainnya jadi ikutan tahu masalah itu. Bragas lalu duduk di antara mereka lalu mengenakan juga jaketnya yang ia pegang sedari tadi dan menyalakan juga ujung batang rokoknya.
Mungkin hanya sekitar 7 remaja lelaki disana, saling diam memulai untuk menyimak perbincangan kali ini.
Aldo meneguk kopi panasnya, "dia di tangkep pagi abis malemnya kita di rumah dia, siapa yang laporin? " tanyanya penasaran.
"Sini urang ceritain, " sambung salah satunya, panggil dia Azka. Remaja dengan perawakan tinggi blasteran Pakistan itu berdiri di hadapan 6 orang temannya yang mulai memasang atensi mereka padanya.
*gue
Azka mulai serius, "sepupu guakan komplek rumah sana, katanya pagi rumah mereka di grebek sekaligus sama Aparat, karena sebelumnya Fawaz ketangkep dijalan abis balap liar sama gengnya, sambil jualin 'barang-barang' nya, " jelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Less Than Zero [COMPLETED]
Teen Fictionketua ultras? siapa? dia? pantes sih, begajulan kayak gitu.