Rumah itu tentang Siapa bukan Dimana {30}

8.2K 814 22
                                    

Setelah pak Tora menjelaskan panjang lebar apa inti masalah anak remaja bertumbuh bongsor itu. Mengurutkan setiap tingkah laku Bragas dari awal hingga kejadian fatal kemarin yang membuat seantero sekolah tahu. Mulai dari bolos pelajaran yang sudah menjadi kebiasaan buruk Bragas, mengacau di kelas, hingga kesalahan seringnya merokok di wc sekolah, pak Tora sampaikan kepada Darius selaku wali Bragas. Pak Tora tidak akan memutuskan segalanya, ia kembalikan semua haknya terhadap Bragas kepada Darius yang menjadi wali sekaligus bapak dari anak itu. Pak Tora hanya akan melaksanakan bagaimana baiknya, dan yang seharusnya saja.

"Saya akan bawa Bragas bersama saya saja pak, Jakarta, "

Pak Tora hanya memandang Darius serius tanpa menjawab ucapan wali Bragas di hadapannya.

Dan Bragas yang mendengarnya, cukup terkejut dan memang begitu mengejutkan. Apa katanya? Jakarta? Fuck, demi apa? Itu serius?

"Mungkin yang jadi alasannya karena tidak ada yang mengawasi nya di rumah dan dia menjadi terlalu bebas, maka dari itu saya akan membawanya dan jadi bisa lebih saya dan istri saya awasi, " lanjut Darius begitu santai, dan hanya di angguki oleh Jessa di sampingnya.

"Bapak yakin? " Pak Tora hanya meyakinkan, ia tidak akan melarang atau apapun jujur ia juga bersyukur saja, mungkin itu yang terbaik untuk anak itu. Dia hanya melakukan perintah sebagaimana tugasnya dan mestinya saja. Tidak akan mengambil keputusan sepihak. Jika tidak ada yang di rugi kan, mengapa tidak?

"Apabila Bapak mau, guru-guru memang sudah tidak mentoleransi kelakuan Bragas, tapi sekolah masih bisa memberi kesempatan bagi Bragas, dengan syarat memperbaiki nilai-nilai nya yang kosong pak, tapi saya akan mengembalikan nya kepada Bapak baiknya bagaimana, " jelas pak Tora lagi.

"Sudah pak, ke Jakarta saja, "

"Agas gak mau Bah, Agas disini aja, " tentu sang pelaku tidak terima. Bagaimana ia bisa terima? Harus ikut bersama Abahnya dan meninggal kesenangan nya disini dan sang pacar? Itu ide buruk baginya. Dan tidak akan terjadi bagaimana pun, Bragas akan tetap disini, Bandung, tempatnya bertumbuh dan mengerti hidupnya meskipun dengan kebebasan.

°

°

°


"Udah beresin keperluannya? " Jessa membuka pintu kamar Bragas yang terbuka sedikit, dan mendapati sang anak tengah berkemas barang-barang miliknya.

"Hmm, " Bragas tak menoleh sama sekali, ia melanjutkan kegiatannya dengan tampang datarnya.

"Mami masuk ya? " Jessa ancang-ancang untuk masuk apabila anaknya mengijinkan.

Dan Bragas hanya berdeham lagi tak peduli.

Jessa hanya tersenyum lembut melihat anak sambungnya yang sudah begitu dewasa di matanya. Umurnya hanya berbeda 9 tahun dengan nya mungkin, namun sifat keibuannya tidak bisa di ragukan. Ia paham apa yang di rasakan Bragas. Ilmu psikologi yang ia pelajari cukup membantu dia saat ini yang menjadi ibu muda. Ia tidak pernah membedakan Bragas dengan kedua anaknya, bahkan ia selalu khawatir dengan Bragas yang sendiri di sini. Mungkin ia hanya bisa bertukar pesan meskipun Bragas sendiri tidak pernah menggubrisnya sama sekali. Sejauh ini ia hanya bertanya soal kondisi Bragas kepada bibi yang mengurus rumah ini saja. Ia tak akan memandang Bragas berbeda atau apapun, Bragas sama dia anaknya juga.

"Kamu sering minum? "

Bragas diam dan berdeham mengiyakan.

Jessa tersenyum menggelengkan kepalanya, anaknya ini memang benar-benar berandal.

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang