Perfect for you {49}

6.3K 619 76
                                    

    "Nih, " Adel menyodorkan kantong plastik transparan kecil di hadapan wajah Nata. Nampak beberapa bungkusan bola-bola berwarna putih merah di dalamnya.

    Nata mendongakkan kepalanya, menatap tanya ke arah Adel di hadapannya, "apa? " tanyanya.

    Adel memutar bola matanya malas dengan sedikit decakan dari mulutnya, "dari Bragas, " jawabnya malas.

    "Bragasnya mana? " Nata segera mengambil kantong keresek kecil itu dari tangan Adel, lalu perlahan menunduk membuka keresek transparan
begitu penasaran.

    Adel mengedikkan bahu, "perpus kayaknya, diakan sekarang ngejar nilai mulu tuh, " cibir Adel lalu dengan santai duduk di kursi samping meja Nata.

    "Satu buat lo, makasih, " Nata meletakkan sebuah coklat dengan kemasan berbentuk oval itu di meja Adel tepat di hadapan gadis itu.

    Lalu dengan langkah riangnya ia keluar ruangan kelasnya, dengan senyum sumringah yang sudah terpancar dari mukanya yang akhir-akhir ini nampak masam.

    "Mau kemana lo?! " teriak Adel menatap heran kepergian temannya itu. Kenapa bocah itu? Tiba-tiba seperti orang mendapatkan uang kaget begitu senang kelihatan nya. Yasudahlah kalo terlihat seperti itu malahan baik bukan?

    "KESINI!! " teriak Nata yang masih terdengar meskipun sudah hampir jauh jaraknya.

   Nata berjalan gontai menelusuri koridor sekolah yang lumayan sudah hampir ramai. Karena memang hari semakin siang juga, tentunya sekolah akan semakin ramai dengan murid-murid berlalu lalang menuju kelasnya masing-masing. Sapaan ramah dan hangat saat ini Nata terima, semenjak kasus Deon hari lalu. Semua kegiatan ia pegang hampir sepenuhnya yang handel tentunya di bantu Laras sang wakil ketua OSIS juga.

   Pintu yang lumayan tinggi bercat abu-abu khas sekolah nya itu sudah terbuka lebar, berada tepat di depan Nata. Perpustakaan tentunya masih trbilang sepi. Ini masih pagi, sekitar jam 7 lebih 5 menit. Jum'at hari biasanya bel masuk sedikit terlambat sekitar setengah 8 nanti.

   Nata masuk ke dalam ruangan penuh rak-rak buku itu. Tersenyum ramah ke arah guru yang masih menyiapkan mejanya di depan pintu masuk sana.

   "Hari ini sepertinya banyak jamkos, " ucap guru yang tengah merapikan meja sana, sebagainya guru piket menjaga perpustakaan.

   "Kenapa bu? " Nata berdiri mendekat ke arah bu Dilla, yang sudah duduk di kursinya.

   "Ada rapat guru-guru biasa bakalan lama, jam 9 nanti juga ibu mau tutup perpus, mau ikut rapat, " jawabnya.

   Nata hanya mengangguk-angguk kan kepalanya mengerti.

   "Kamu mau pinjam buku? Pagi banget ke sini nya, " tanya bu Dilla yang mulai mengutak-atik komputer di hadapannya.

   Nata menggeleng, "mau ketemu Bragas bu, " ceplosnya.

   Bu Dilla hanya mengangguk paham dengan tersenyum simpul, lalu berdiri dan mendekat ke arah Nata yang mulai menatap sang guru bingung.

  Bu Dilla berjalan mendahului Nata yang masih terdiam, "kemajuannya bagus, hampir tiap istirahat dia sering masuk sini, nyatet terus baca-baca, salut ibu sama kemauan berubahnya, " ucapnya dan menghentikan langkahnya untuk mengintip Bragas yang tengah fokus mencatat di meja tengah dari balik salah satu rak buku sana.

   "Kata pak Tora juga kamu ikut membantu dia mau berubah ya? Bagus, bagus, ibu dukung, " ucap bu Dilla dan menepuk-nepuk bahu Nata pelan lalu pergi dari sana meninggalkan Nata yang masih asik mengintip Bragas disana.

   Mengintip lekat ke arah remaja lelaki tinggi yang nampak fokus menyatat dengam sesekali membaca buku tebal di tangannya. Tenang, rasanya tenang kali ini. Dirinya sudah susah untuk kembali membiasakan hal-hal yang dulu ia lakukan sebelum mengenal si bule Bandung itu. Hidupnya sekarang sudah sudah tergores dengan kebiasaan kecil yang bule Bandung itu lakukan pada hari-harinya. Munafik jika dirinya sudah tidak menyukai lelaki itu. Itu bohong, dalam hatinya ia masih mencintai lelaki itu, bahkan selalu merasa kosong jika tidak ada gangguan dari Bragas.

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang