Bulan yang memudar {40}

5.8K 650 108
                                    

            Jalan Cipaganti yang teduh dengan pohon-pohon rindang di setiap sisi jalannya, apalagi setelah hujan. Sekitar jam 4 sore tadi turun hujan sebentar, lumayan deras. Hingga sekarang meninggalkan beberapa jejak, termasuk langit yang awalnya cerah sekarang menjadi sedikit keabu-abuan. Bau aspal jalanan yang basah masih tercium aroma khasnya di hidung. Dengan embun-embun air yang masih menempel di setiap dedaunan yang nampak jadi segar. Daun kering sekaligus basah berjatuhan di atas trotoar sana. Jalan yang tidak terlalu ramai, hanya beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Menambah kesan asri di area jalan yang minim sampah itu.
             Rumah-rumah yang berdiri kokoh sangat nyaman terasa di bayangan setiap orang yang melihatnya. Apalagi cipratan gemercik hujan yang sedikit terasa di kulit, dingin menyejukkan.

             Momen seperti itu sangat menghangatkan hati untuk siapa pun, apalagi dirasakan bersama orang terkasih. Tapi tidak dengan dua anak Adam yang saling diam sejak awal mereka pulang dari sekolah tadi. Bahkan satu dari mereka tidak ada yang ingin memulai perbincangan seperti biasanya. Yakin saling diam dengan pikiran mereka masing-masing, enggan untuk memulai bicara.

            Hingga motor itu berhenti di sebuah rumah. Salah satu pemilik rumah itu segera turun dari jok belakang motor anak blasteran itu. Membuka helmnya dan menyodorkan nya tanpa berbicara apapun, bahkan terimakasih pun tidak.

           "Maunya apa? "

           Nata hendak membalikkan badannya untuk berjalan membuka pagar rumahnya. Tapi sontak berhenti begitu orang yang masih berstatus pacarnya itu tiba-tiba mengeluarkan suara setelah sejak dari sekolah tadi tidak bicara sama sekali.

          Nata hanya menatap Bragas nyalang dan mengedikkan bahunya acuh tak peduli.

           "Oke, " Bragas menggantungkan helm yang diberikan Nata barusan di tangannya, dan segera menyalakan mesin motornya lagi untuk segera pergi.

           "Susah ya punya perasaan buat orang yang masih ngarepin masa lalu, " Nata sengaja mengeraskan suaranya, karena dirasa suara mesin motor Bragas itu terdengar keras.

           Bragas diam, kembali mematikan mesin motornya untuk mendengarkan jelas suara pacarnya itu. Menoleh dan menatap heran ke arah Nata dengan sebelah alisnya yang terangkat.

             Nata melipat kedua tangannya di dada, dan membuang mukanya malas, "gue kayak orang tolol tau gak? " ucapnya.

           Bragas turun dari motornya, melekatkan helm yang menggantung di lengannya ke atas jok motor, "maksudnya? " jelas Bragas tentunya bingung.

          "Udahlah, lo pulang aja sana, atau mau ke rumah si Acha juga terserah, " jawab Nata mengibaskan tangannya seolah mengusir orang dihadapannya dan ancang-ancang untuk segera memasuki pekarangan rumahnya.

          Rahang Bragas mengeras, matanya tajam menatap orang di hadapannya yang sudah berbalik memunggungi nya, "lo gak usah bawa-bawa Acha, " sarkas Bragas.

          "Lo mau apa? Bilang sama gua, lo kenapa? Ada masalah? " Bragas masih menatap tajam punggung Nata disana.

          "Ck, Atau lo mau udahan sama gue? terus lanjut sama si Deon? " lanjut Bragas dengan emosi yang mulai meluap terbawa suasana.

           Nata berdiri dengan perasaan meremang seketika, kondisi tangan yang mulai lemas memegang pinggir pagar rumahnya yang hampir terbuka. Tidak, bukan ini yang di harapkan Nata. Ini berlebihan, maksudnya bukan ini. Ah, dirinya lupa kejadian tempo hari itu yang belum mereka bahas dan Nata jelaskan. Argh, Nata jadi linglung dalam sekejap. Ia harus apa?

           Dengan tubuhnya yang hampir bergetar, Nata mencoba membalikkan badannya. Menghembuskan nafasnya supaya tetap netral, beranikan diri menatap orang yang lebih tinggi darinya.

            "Lo serius? " yakin Nata dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca.

            Bragas tak menjawab, ia hanya mengangguk sedikit bahkan hampir tak terlihat dengan muka yang datar tanpa beban atau apapun sama sekali.

            Nata mengedarkan pandangannya dengan mata yang sedikit berair. Akhirnya akan begini? Dengan masalah yang sepele bahkan begitu tidak jelas kebenarannya seperti apa?

           "Oke, " jawab Nata dengan suara mulai seraknya.

          Jika harus begini, maka Nata tidak akan meminta lebih untuk selanjutnya. Bahkan ia mungkin tidak berhak untuk itu semua. Dirinya akui cukup terlalu bodoh untuk memahami seorang Bragas. Seorang yang hanya memunculkan jejak tingkah buruknya melupakan keasliannya hingga menciptakan sebuah pemikiran bejad di setiap pikiran kebanyakan orang. Bahkan Nata saja berada di antara kebanyakan orang itu, sehingga ia kurang mengerti bahkan tidak tahu Bragas itu siapa? dan seperti apa?
            Mungkin cukup sampai disini saja semua rasa penasarannya akhir-akhir ini untuk mencoba memahami remaja blasteran itu semenjak memiliki hubungan dengannya. Dirasa dirinya juga tidak cocok dengan Bragas bagaimana pun, apalagi seantero sekolah terus saja menjadikannya dirinya dan Bragas bahan obrolan terus, meskipun hanya sebagian tapi itu selalu terdengar di telinganya. Dan berusaha bersikap bodo amat dengan itu semua.

            Cukup, mungkin itu kata yang cocok untuk mereka saat ini. Berakhir dengan alasan yang tidak ada kejelasan apapun itu karena mereka yang sama-sama diam. Bebal dengan pemikiran satu sama lain. Enggan memberikan penjelasan satu sama lain. Mungkin itu lebih baik? Atau malah tidak?

             Nata menghembuskan nafasnya berat, "makasih lo udah meluangkan waktu beberapa hari kemarin buat gue, makasih banget selama itu lo mau repot-repot buat gue, " ucap Nata dengan suaranya yang terdengar serak sepenuhnya.

            "Sekarang lo gak ada hubungan apa-apa lagi sama gue, dan mulai hari ini, lo bebas buat balik lagi sama masa lalu lo tanpa ada gue penghalang buat lo balik lagi, "

             "....maaf selama ini gue belum ngertiin lo sukanya apa dan maunya apa, " terakhir Nata membuang nafasnya pelan, menunduk tanpa berani lagi menatap lelaki di hadapannya.

            Bragas masih terdiam dengan tampang datarnya tak berkutik sama sekali. Menatap yang lebih kecil di hadapannya dengan tatapan mata yang susah di artikan. Bahkan dirinya tak tersentuh sama sekali dengan penuturan ucapan Nata barusan. Diam, benar-benar hanya diam.

           "Jaga diri baik-baik, " singkatnya menggasak rambut Nata sebentar, lalu membalikkan badanya bersiap untuk pergi dari sana. Kembali menggantungkan helm satunya lagi di lengannya, segera duduk di atas motor nya, menaikan standar dan menyalakan mesin motornya. Tak lama berlalu dengan motornya yang melaju kencang begitu saja. Meninggalkan Nata yang menatap kepergiannya tanpa rasa apapun sama sekali.

            Jadi?

°°°

  
makasih, sekian dari aing ygy segini aja,

wkwk

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang