Bandung 2020 {31}

8.3K 678 17
                                    

"AMBUUU AGAS BERANGKAT!!! " bocah 15 tahun dengan tampang setengah bule itu segera bergegas menggendong tasnya dan mengambil beberapa bekal yang sudah di sediakan sang nenek.

"Nasinya di bawa jangan lupa Agas!!! " teriak sang nenek yang tengah mencuci di area belakang rumah nya sana.

Bocah tubuh bongsor, tentunya dengan tinggi yang di atas rata-rata anak SMP seusianya itu menggunakan baju serba putih khas karate dengan sabuk hitam yang sudah terikat sedikit longgar di pinggangnya.
Anggap saja dirinya atlet kecabangan karate tingkat SMP, itu karena dirinya sudah banyak memenangkan banyak pertandingan dengan hasil memuaskan hampir tidak pernah mengecewakan, ia tentunya bangga dengan pencapaian itu. Siapa yang tidak bangga? Apalagi Bragas sendiri begitu senang dengan hal-hal berbau fisik seperti itu, sejak kecil. Bahkan saat dirinya masih tinggal di Amerika sana , sejak balita ia sudah mengikuti kelas karate. Nyalinya sudah teruji, jangan diragukan.

Hampir 9 tahun lamanya, dirinya menempati bumi Pasundan, Bandung, kota yang terasa sangat nyaman baginya. Rumahnya sekarang sudah dan akan tetap di Bandung, setengah hidupnya sudah ia lewati di sana. Meskipun 3 tahun kebelakang terdapat konflik keluarga yang cukup berat baginya, tidak masalah, itu bukan hal besar baginya, selagi nenek bersamanya ia akan baik-baik saja hingga seterusnya, mungkin(?)

Hari ini jadwal dirinya demo ekskul di SMP Lingga Buana setelah kemarin-kemarin demo di sekolah nya dan sekolah lainnya, Coach nya mengabarkan jika Bragas yang akan ikut berpartisipasi di sekolah Lingga Buana kali ini bersama kedua teman satu club dari sekolah sana. Bragas tentunya di haruskan ikut meskipun sekolah nya bukan disana, akan menjadi papan iklan untuk club karate agar semakin banyak menarik anggota baru. Dengan senang hati Bragas mengikuti nya, apalagi sang Coach yang sudah percaya kepadanya.

Turun dari mobil sang Coach, disambut dengan banyak tatapan dari anak-anak lain selaku tuan rumah yang tak sengaja melihatnya. Siapa yang tak terpana dengan tampang Bragas saat ini. Rahang tegas, badan tegap, tampang ramah namun terasa datar, apalagi pesonanya yang masih terasa orang bule dengan rambut Fluffy nya.

"Selamat datang, Kang, " salam Pak Rahmat selaku kepala sekolah SMP Linggar Buana yang sudah menyambut mereka di gerbang koridor sekolah dan menjabat tangan Kang Aidin yang mana itu adalah Coach club karate di sekolah sana dan pelatih Bragas tentunya.

"Ini Bragas? " ramahnya lalu berganti menjabat tangan Bragas.

"Yang tingkat provinsi kemarin saya ikut nonton kamu di Gor lho, hebat, mainnya cantik, " Rahmat menepuk-nepuk bahu Bragas bangga.

"Tuh Akang bilang juga apa, kamu tuh keren mainnya, apik, " sambung Aidin, tersenyum hangat meyakinkan Bragas.

Aidin, Coach kesayangan Bragas. Umurnya masih terbilang muda, masih menjadi seorang mahasiswa semester akhir dan sekaligus barista salah satu cafe di tengah jalanan Braga kota Bandung. Aidin juga yang membuat Bragas seperti ini. Ia berlatih sejak awal bersama Aidin, hingga sekarang tentunya. Baginya Aidin bukan hanya sekedar Coach pelatih saja. Sudah di anggap seperti keluarga baginya.

Setelah sedikit perbincangan di antara mereka. Segera saja mereka masuk ke area dalam sekolah. Dan berhenti tepat di depan UKS untuk bersiap-siap disana saja. Agar tidak begitu jauh dari area lapang. Bragas meletakkan tasnya, melepaskan sandal yang ia kenakan juga. Dan tak lama dua orang, bocah perempuan dan bocah lelaki, berbaju sama dengan sabuk berwarna biru di masing-masing pakaian mereka, datang menghampiri Aidin dan Bragas disana. Dan bersalaman satu sama lain.

"Kapan kita ke lapang nya? " tanya Aidin menatap kedua anak buahnya.

"Gak tau Kang, acaranya belum mulai lagian, kayaknya ke tiga atau ke empat deh, " jawab Matthew, si bocah lelaki salah satu teman Bragas satu club nya itu.

"Kang, Bila sama Matthew mau ke kelas dulu, nanti kita suruh anak OSIS kesini buat ngasih konsumsi ke kalian ya, " pamit Bila dan hanya di angguki oleh Aidin.

Hingga kini Bragas hanya diam sendiri. Aidin? Coach nya pamit sebentar untuk bertemu dan mengobrol dengan guru-guru sana terlebih dahulu. Dan berakhir dengan Bragas di sana dengan tampang datar seorang diri. Apalagi orang-orang yang berlalu lalang melewatinya pasti menatap nya berlebihan, Bragas tidak suka, itu sangat menggangu baginya. Tahu akan begini ia bawa Nintendo miliknya tadi agar tidak bosan seperti ini.

Dan sampai kedatangan seseorang membuatnya terkejut sedetik itu juga. Bocah lelaki lain seusianya mungkin, dengan kaos putih bertuliskan 'Sains Club' dengan jas almet merah berlogo OSIS sekolah sana menggantung di lengannya kirinya, dan tangan kanannya membawa dua kotak putih entah apa itu isinya Bragas tidak tahu. Anak itu tersenyum manis, begitu manis, apalagi matanya yang hampir terpejam saat bocah itu tersenyum. Bragas suka senyumnya. Rasanya hangat di bagian atas perutnya. Apa itu? Bragas tidak tahu, dia hanya bocah lempeng yang tidak tahu apa-apa.

"Karate ya? " suaranya lembut, padahal anak itu lelaki. Kenapa bisa selembut itu. Bragas mengernyitkan keningnya. Alis yang lumayan tebal itu hampir menyatu hanya menatap lelaki yang lebih kecil darinya.

"Kamu karate kan? " ulangnya dirasa lawan bicaranya diam saja, lalu ia membungkukkan setengah tubuhnya sedikit mendekat menatap ke arah wajah Bragas yang masih terdiam mematung.

"H-hah, iya, " angguk Bragas setengah gugup. Sial, kenapa dirinya jadi gugup begini.

"Nah kalo gitu, ini konsumsi buat kamu, kata Matthew buat dua orang sama pelatih nya, tapi kok cuma kamu doang? " anak itu menegakkan tubuhnya kembali dan menyodorkan dua kotak berwarna putih ke arah Bragas. Dengan cepat dan sedikit gemetar Bragas menerimanya dan meletakkan nya di sampingnya.

"Di makan jangan lupa, satu lagi kasih buat pelatih kamu ya, jangan dimakan semuanya! " ucapnya, malah terdengar ocehan lucu di telinga Bragas.

Sepertinya anak itu anggota OSIS terlihat dari almet khasnya, namun Bragas juga kurang begitu tahu dengan hal seperti itu. Dan kemungkinan juga dia anak ekskul Sains, sudah jelas nampak dari kaos yang anak itu kenakan. Bragas ingin berkenalan, tapi rasanya begitu tidak sanggup, entah kenapa.

Satu hal yang ia suka dari anak itu selaku orang asing baginya. Senyuman nya, membuat candu dirinya. Hangat, terasa menjulur di bagian tubuhnya. Rasanya setiap saat ingin merasakan senyuman itu. Apa ia jatuh dalam yang di katakan cinta monyet bocah SMP? Ah, tidak mungkin Bragas jauh-jauh dari hal seperti itu. Dirinya menggelengkan cepat kepalanya membuang semua pikiran aneh saat itu juga. Tapi rasa ingin memiliki senyuman itu semakin menggebu di dalam dirinya.

"Kamu blasteran ya? " anak itu memicingkan matanya menatap lekat Bragas yang sedari tadi hanya diam. Pertanyaan yang spontan dan terdengar tidak sopan untuk orang yang baru dikenal, bahkan belum kenal.

Dan Bragas tersadar, lalu hanya mengangguk kan kepalanya.
"Wah pantesan ganteng banget, hehe, " celetuk nya mengembangkan senyumnya lagi yang mana membuat matanya hampir tenggelam menyipit.

"Yaudah kalo gitu aku kesana dulu, kalo butuh apa-apa panggil aja anak OSIS yang lain, atau bilang aja sama aku lagi, aku ada di sana sama anak-anak Sains, " ucapnya dan menunjuk beberapa orang yang tengah berkumpul di ujung lapang sana dengan menggunakan kaos seperti yang ia kenakan.

"Oke! " singkat Bragas.

Sampai anak itu membalikkan badannya dan segera pergi meninggalkan Bragas sendiri disana.

"Adinata Pitarah Pamungkas, " gumam Bragas, menyunggingkan senyuman begitu membaca tulisan di baju bagian punggung anak yang berbicara dengannya barusan.

°°°

Less Than Zero [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang