V

818 106 8
                                    

"Lo ngapain ketemu sama Tante Vio ? Ibu ngomel seharian karena lo lebih milih ketemu sama Tante Vio." Kata Marcus to the point sesaat masuk ke dalam ruang kerja Aluna.

Aluna sekarang sangat sulit untuk ditemui Bahkan di kantor sekalipun. Begitu juga komunikasi melalui telepon dan chat. Semua hanya dibaca atau dianggurin kecuali masalah kantor.

Seolah-olah perempuan itu memberi batas pada mereka.

Mereka ?

Iya, soalnya Jovan juga mendapat treatment serupa. Ibunya juga.

Aluna yang lagi on fire kerja langsung menatap Marcus bingung.

"Gue gak memilih ketemu Tante Vio. Gue gak sengaja ketemu."

"Tapi Tante Vio nelpon Ibu,  pamer kalau katanya kalian belanja bareng dan lo janji buat nemenin Tante Vio arisan. Ibu kesel banget"

Aluna memijat pangkal hidungnya.

Selain dirinya dikelilingi oleh anak-anak Irene hingga mereka sedikit banyak  bergantung padanya. Irene juga sama.
Mungkin karena dia gak punya anak perempuan ya, jadi pas ketemu sama Aluna, Irene jadi sedikit posesif.

Apalagi sama Tante Vio. Tante Vio atau Violet adalah Mami dari Hendery.

Emang agak membingungkan sih bagaimana Tante Vio bisa begitu baik pada Aluna tapi hal berbeda terjadi dengan hubungan Aluna dan Hendery yang cenderung menguarkan aura permusuhan.

"First of all, gue gak sengaja ketemu terus Tante Vio bilang dia sendirian. Sebagai seorang yang masih punya hati, gue nawarin diri untuk nemenin. Terus Tante Vio juga bilang dia gak ada yang nemenin untuk ke Arisan dan nawarin gue, pas banget hari itu gue gak ada acara jadi gue terima."

"Ck, lo itu bikin masalah. Ibu dari kemarin sore sampai pagi tadi ngomel."

Aluna mengedikkan bahu merasa hal itu bukan urusannya. Memang setelah "kegiatan menguping" sekitar satu bulan yang lalu, Aluna tak pernah menampakkan dirinya di kediaman Irene.

Dia merasa berkunjung kesana bukan hal yang lumrah dilakukan oleh orang asing seperti dirinya.

Aluna sudah tak memiliki apa-apa lagi  dengan Jeffrey.

Jadi rasanya masuk akal kalau Aluna juga berhenti berhubungan dengan keluarga itu kecuali urusan kantor.

"Opan juga ngadu ke Ibu kalau lo selalu anggurin dia kalau gak tentang kantor. Ini lo kenapa sih ?! Kesambet apa sampai bisa anggurin Jovan ?" Tanya Marcus sewot.

Dia beberapa hari ini jadi males balik kerumah gara-hara suasana rumah yang gak enak. Selalu ada omelan Irene. Ada aja pokoknya, kucing lewat halaman mereka aja diomelin. Belum lagi Jovan yang sekarang lagi gencar-gencarnya menunjukkan kebenciannya pada Jeffrey.

"Ini lo yang selingkuh kok kita keseret masalah lo juga sih ?! Gue gak terima ya! Kalau sampa Mba Una beneran gak mau ngomong sama gue lagi, gue tonjok sampai pingsan lo. Kalau mau jadi bangsat sendirian aja!"

Serem gak tuh ?

Soalnya diantara mereka bertiga, Jeffrey dan Jovan paling jarang berantem malah kayak bromance gitu loh. Eh sekalinya berantem malah mau tonjok-tonjokkan.

Marcus menggelengkan kepala. Pusing saat memikirkan suasana rumahnya. Kalau seandainya ini variety show, dia udah angkat tangan ke kamera. Gak kuat.

"Urusan Jovan nanti biar gue yang urus. Tapi ya Mar-"

Aluna melempar beberapa file yang tadi ia baca ke meja. Udah gak mood kerja

"Urusan gue sama Tante Vio itu bukan urusan Ibu. Dan gak seharusnya Ibu ngirim lo buat nodong gue. Gue sama kalian itu kan terhubung karena gue pacaran sama Jeffrey"

"Maksudnya ?" Tanya Marcus, agak lemot menangkap perkataan Aluna.

"Jadi apapun tentang kalian bukan urusan gue lagi. Gue cuman pegawai disini."

"..."

"Sekarang lo pergi makan siang gih, gue lagi males bahas ginian"

....

"Saat gue bilang lo makan siang, maksud gue sendirian aja. Kenapa lo ngajak gue juga ?" Aluna radanya jengah dengan kelakuan Marcus yang random nya minta ampun.

Tadi Lita datang dengan begitu tergesa-gesa keruangannya mengatakan kalau bos besar atau Irene datang dan menginginkan kehadiran Aluna di coffeshop bawah. Aluna yang masih tahu diri langsung saja membawa dirinya untuk menemui Irene. Tapi yang ia dapatkan malah Marcus yang dengan santai meminum es kopi susunya dan bilang

"Yuk, gue traktir sushi" sambil menarik Aluna yang udah pias karena takut Irene beneran ngomel dihadapannya.

Asem memang.

Bisa-bisa nya Marcus memperalat Lita dan menjadikan Lita sekutunya!

"Makan aja susah bener" komentar Marcus sesudah memasukkan tuna sasimi kedalam mulutnya.

Aluna mendengus namun dalam hati sedikit merasa terhibur setelah dengan traktiran Marcus.

Soalnya setelah kejadian kuping-menguping, Jeffrey masih mencoba menghubungi Aluna bahkan nekat datang ke rumah Aluna, sampai Aluna harus mengubungi satpam komplek buat ngusir Jeffrey.

Gimana ya ?

Diantara kata marah, benci atau kecewa, maka yang cocok menggambarkan keadaan Aluna sekarang adalah kecewa.

Dia kecewa karena sekian tahun mereka bersama bisa-bisanya Jeffrey mengakhiri cerita mereka dengan ending yang paling dia nistakan.

Diantara begitu banyak orang, kenapa harus Jeffrey yang membuatnya merasa begitu rendah ?

Apa dia begitu kurang untuk Jeffrey ?

"So, the thing that you said before-"Marcus memulai pembicaraan.

"Hm"

"Gimana kalau lo ubah mindset lo?" Tanya Marcus

"Maksudnya ?" Tanya Aluna balik  sambil mengambil remahan nasi yang menempel di pipi Marcus dan memakannya.

Lumayan, jangan buang-buang makanan kalau kata Bunda Aluna

"Lo bilang kalau tanpa Jeffrey, kita gak perlu saling bersinggungan lagi. Tapi Sinar, gue udah kenal lo sebelum lo kena Jeffrey. We litterally knew each other since we were babies -"

"..."

"Apa tahun-tahun itu gak cukup untuk lo tetap berkomunikasi dengan Ibu, gue dan Opan ?"

Bet on UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang