XL

397 59 1
                                    

"Lo tinggal disini sekarang ya ? Tiap gue kesini ada lo mulu" Velove tuh gak sering-sering amat ke Lacuna, klub malam yang favoritnya. Tapi setiap dia ke Lacuna selalu ada Hendery di bar stool lagi mimik. Velove gak nyangka patah hati bisa ngebuat Hendery sebegininya.

Dulu dia pernah juga tuh ngelihat Hendery keduluan orang tapi gak kayak gini, dia masih hidup dengan baik. Emang hebat sih pengaruh si Aluna kalau kata Velove.

"Mood gue buruk Velove, gue gak mau ngomong dulu-"

"Kapan kalau gitu lo mau ngomong?" Potong Velove, dia gerah sendiri ngelihat kelakuan Hendery. Walaupun dia gak 24 jam ya sama Hendery, tapi tiap dia ke Lacuna kan dia gak bisa menutup mata dengan kelakuan Hendery yang kayak kehilangan tujuan hidup.

It's just love.

Kenapa semua orang kayak mau mati kalau kehilangan cinta?

Velove gak paham.

"Lo itu muda, Dery. Lo punya banyak kelebihan, lo baik, lo kaya, lo pengertian dan gue sebenarnya males bilang ini tapi sepertinya disaat seperti ini lo perlu validasi, lo itu ganteng. Banyak perempuan yang mau bersanding sama lo" Velove akhirnya memilih duduk di bar stool sebelah Hendery. Dia rasa dia perlu knock some sense into him.

"Except her" jawab Hendery ngebuat Velove terbelalak.

"Buset Der, gue ngomong sampai berbusa dan kita balik lagi ke square one. Aluna udah bahagia sama pacarnya. Dan lo juga harus kudu bahagia"

"Sama siapa ? Lo?"

"Kalo sama gue, lo gak akan bahagia" jawab Velove sekenanya sambil melirik jam tangannya. Velove dan cinta bukan hal yang cocok soalnya.

"Lo pulang jam berapa ?" Tanya Velove. Sekarang udah hampir jam satu pagi. Velove ke Lacuna malam ini karena harus meeting dengan yang punya Lacuna.

"Bentar lagi"

"Ada Pak Amin di depan, lo minta supirin dia buat balik-"

"Gue masih bisa,Vel. Dan lo sebaiknya ke atas, Marulli udah nungguin"

Velove terdiam. Bingung, kok Hendery bisa tahu kalau dia ada janji dengan Marulli. Yang punya Lacuna. Rencananya Velove mau beli Lacuna. Alasannya? Ya karena dia suka aja. Emang gak boleh ?

"Marulli tadi sempat ke bawah. Nganterin ceweknya ke mobil" tambah Hendery ngebuat Velove mengangguk.

"Drive home safely then, Dery."

"Hm"

"Beneran balik ke rumah, Der."

Perkataan Velove dibuahi tawa kecil.

Memang rumah yang mana? Rumahnya sudah direbut orang lain.

Jadi dia harus pulang kemana ?

....

A

luna baru aja mau tidur saat hp nya berdering kencang tanda telepon masuk. Awalnya dia gak mau ngangkat soalnya dia itu tipikal orang yang gak akan menerima telepon atau chat kalau sudah lebih dari jam 10 malam. Tapi abis ngedengar hpnya berdering 3 kali lebih, Aluna mengalah. Mungkin penting pikir Aluna.

Tante Vio is calling

Tuh kan, kayaknya emang penting banget soalnya sekarang udah jam dua pagi.

Tapi kok hati Aluna rasanya gak enak ya ?

"Halo, Tante ?" Ujar Aluna pelan, dia soalnya udah di kamar dan disampingnya ada Marcus yang tadi tidur duluan sehabis makan malam karena kecapekan. Dia gak mau bangunin Marcus.

"Luna-"

Deg!

Rasa gak nyaman muncul perlahan pada diri Aluna, tiba-tiba dia gelisah.

Aluna yang awalnya udah duduk dikasurnya dengan tangan sambil mengelus kepala Marcus pelan, akhirnya bangkit dari duduknya. Dia menatap Marcus sekilas dan keluar dari kamar.

"Tante? Tante ada apa ?"

"Dery- Ya Tuhan tolong, Dery kecelakaan, Alunan-" suara Tante Vio terpotong akibat tangisan keras perempuan paruh baya itu.

"Tante ?" Aluna mungkin gak sadar saat itu suaranya sudah bergetar begitu juga dengan tangannya. Selain itu, wajahnya sudah memias.

"Tolong Tante, Om sedang kerja keluar ko-"

"Tante tenang ya ? Ini Aluna kesana. Ada orang selain tante gak disana yang bisa ngomong sama Luna?"

Setelah itu terdengar grasak-grusuk, Aluna mengambil langkah untuk masuk kamar, mau ngambil jaket tapi pas masuk dia kaget, saat ngelihat Marcus yang udah duduk dengan mata setengah terbuka.

"Halo"

"Jeffrey?" Nama yang keluar dari mulut Aluna itu ngebuat Marcus sepenuhnya sadar.

"Hm?"

"Share location, biar gue kesana"

"Ini subuh, Luna. Kamu bisa datang agak siangan-"

"No. Gue mau kesana sekarang"

"...."

"Jeff? Gue tunggu share locationnya sekarang"

Setelah itu Aluna menutup teleponnya. Aluna mengambil jaketnya dan berjalan menuju Marcus yang daritadi diam aja. Dia tahu kalau Marcus menunggunya untuk bicara.

"Tante Vio nelepon. Hendery kecelakaan, beliau nangis-"

"Sayang, duduk dulu ya ? Kamu pucet" potong Marcus tenang, dia membawa tangan Aluna yang terasa sangat dingin, meminta perempuannya duduk.

"Aku- aku takut Marcus" bisik Aluna, mata Aluna sudah memerah karena menahan tangis. Marcus menarik Aluna kedalam pelukannya.

"Hendery bakal baik-baik aja" Marcus menenangkan. Perihal kecelakaan bukan hal yang mudah untuk Aluna. Bunda Aluna dulu meninggal dunia sebagai korban kecelakaan beruntun. Karena itu Aluna akan sangat sensitif saat mendengar kata kecelakaan.

"Tapi Tante Vio nangis-"

"Enggak, Tante Vio mungkin syok. Tapi aku yakin Hendery baik-baik aja.

Tubuh Aluna begetar lalu terdengar isakan kecil dalam pelukannya. Marcus menatap ke depan tanpa ekspresi.

Perasaanya tak menentu saat mendengar isakan tangis Aluna untuk Hendery tapi dia tak bisa mengatakan hal itu pada Aluna.

"Aku anterin ke rumah sakit ya? Kamu gak bisa kesana dengan keadaan gak stabil kayak sekarang"

Aluna mendongak lalu mengeratkan pelukannya pada Marcus.

Membisikkan sesuatu yang membuat senyum hambar Marcus muncul.

"Makasih Marcus, maafin aku"

Bet on UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang