"Masuk"
"Permisi pak"
Marcus mengangguk tanpa merhatiin orang yang masuk ke dalam ruangannya. Dia lagi sibuk balesin chat ayang yang lagi mau berangkat ke Bandung buat urusan kantor soalnya.
Aluna: Otw bandung ya mas, besok baru balik.
Marcus: Gak sendirian kan? Kalau sendiri mending aku temenin.
Aluna: Ramean sama tim kok. Don't worry.
Marcus: Okay, Hati-hati yang ❤😘
Aluna: Genit banget typing nya.
Marcus: Love you too, ayang 😻
Marcus: Jangan lupa ngabarin terus yang.
Abis itu dia letakin hp nya di meja dan memberi perhatian penuhnya pada orang yang daritadi cuman berdiri dengan satu paperbag kecil.
"Kenapa Lit?" Tanya Marcus, dalam hati Marcus membenarkan perkataan Aluna mengenai selera berpakaian Lita yang cukup modis.
Ini udah berbulan-bulan dari kejadian Marcus marahin Lita. Oh, Lita juga dapat cuti yang lumayan lama setelah itu. Seminggu kali ya, padahal kalau cuti untuk karyawan yang sedang berduka itu dijatahin tiga hari oleh perusahaan, tapi karena yang ngurusin si Marcus, ya gak jadi masalah. Emang siapa yang berani marahin dia ?
Banyak sih, ada Aluna, Ibu Irene dan Jovan. Oh, tentu jangan lupakan Jeffrey. Senggaknya orang-orang itu gak punya inferiority complex sama Marcus. Jadinya kalau marah, ya gas aja.
"Ini pak, saya ada bikin brownies. Di luar sudah saya bagiin juga, ini buat bapak" kata Lita yang sudah menaruh paperbag yang ia pegang.
Raut wajah Marcus jadi berseri. Dari semua jenis kue, Marcus paling suka brownies sampai kalau lagi ada acara apapun, Ibu Irene pasti bikin brownies.
"Wah! Dalam rangka apa nih?"
"Kebetulan saya ulang tahun-"
"Selamat ulang tahun kalau gitu!!" Potong Marcus yang langsung memakan satu potong brownies bikinan Lita.
Enak pikir Marcus.
"Tahu darimana lo tahu kalau gue suka brownies?"
"Eh?"
"Bercanda, masa iya lo tahu kesukaan gue. Aneh banget jatohnya" Tambah Marcus cepat, dia gak mau membuat Lita canggung didepannya. Kasian.
Lita tersenyum meringis "Semoga cocok sama lidah bapak ya, saya keluar dulu pak"
Marcus mengangguk sambil mengunyah potongan kedua brownies yang diberi Lita.
"Makasih, brownies nya Lit"
Yang Marcus gak tahu adalah karyawan lain gak ada yang dapat brownies. Mereka dikasih beberapa toples kue kering untuk dibagi itupun boleh Lita beli di bakery dekat kantor.
Sedangkan brownies handmade itu khusus buat Marcus.
"Tolong cariin brownies ya Lita. Marcus gak nafsu makan gara-gara sakit kemarin. Tapi kalau brownies biasanya dia mau makan"
....
Nyatanya, Aluna ke bandung gak hanya untuk kerjaan. Dan dia ke Bandung juga gak barengan sama tim nya. Dia nyetir sendiri. Dia ngelakuin semua ini karena dapat laporan dari mantan staff-nya di coffeshop Tavella.
"Mba, inget gak dulu cowok yang nolongin Mba pas kena air mendidih ? Masa dia kesini lagi mba?! Udah semingguan"
Hendery...
Aluna menghela nafas, dia itu sebenarnya dalam keadaan bimbang. Disatu sisi dia mau jaga perasaan Marcus yang statusnya udah lebih dari temen sama dia. Disisi yang lain, Hendery bukan orang yang bisa Aluna abaikan begitu saja. Hendery adalah seseorang yang selalu berada disisinya saat kehidupan Aluna masih ada dibawah. Laki-laki menawarkan tangannya untuk Aluna genggam.
"Malam itu, pas gue bilang lo harus hidup dengan baik. Bukan ini yang gue maksud" Fokus Hendery pada laptopnya beralih ke arah perempuan yang duduk didepannya. Membawa dua cup kopi susu.
Hendery menatap Aluna sebentar lalu memilih kembali fokus pada laptopnya.
"Der"
"Ngapain lo disini ?"
Hati Aluna rasanya sedikit bergetar saat Hendery bertanya dengan nada dingin juga berhenti memakai kata kamu saat bicara denganya.
"Kevin bilang lo udah semingguan kesini mulu."
"Untuk ukuran karyawan yang perlu duit dari customer, dia kelihatannya gak suka punya customer tetap. Lo gak mau bilang sama Tavella untuk mecat dia?" Ujar Hendery tanpa menatap Aluna. Sikap acuh Hendery membuat Aluna merasa risih.
"Jangan gini, Der"
"Explain gini, Alunan. Gini apa maksudnya ?" Tanya Hendery lagi yang kali ini sudah selesai dengan laptopnya, tangannya bersedekap lalu menatap Aluna datar.
"Membuang-buang waktu lo dengan menjadi brengsek buat diri lo sendiri. Gue bukannya gak tahu ya lo gak pernah balik ke rumah. Tante Vio cerita kalau lo lebih memilih balik ke apartemen. Lo kira gue gak tahu kalau lo lagi diapart berarti lo minum dan ngerokok?! Apa sih yang ngebuat lo kayak gini ?! Kerja juga diforsir. Demi Tuhan, lo nafas aja udah ngehasilin uang-"
"Lo. Lo yang buat gue kayak gini" tanggapan cepat Hendery membuat Aluna kembali menghela nafas. Mereka kembali ke titik awal perdebatan.
"Pacar, Alunan? Really?" Tanya Hendery dengan nada mengejek. Sebutan pacar yang Aluna sematkan pada Marcus beberapa minggu lalu masih membuat Hendery salty.
Dia mencoba masih baik-baik saja saat Aluna mengatakan bahwa perempuan itu ingin mencoba menjalani hubungan tanpa embel-embel dengan Marcus. Tapi saat kata pacar keluar dari mulut Aluna, Hendery tak bisa berpura baik-baik saja.
Alunan menatap tajam Hendery sambil mengigit dalam pipinya menahan amarah.
"I've told you before. Gue mau coba sama Marcus"
Hendery tertawa seakan gak percaya dengan perkataan Aluna.
"Can't you see me just for a bit, Alunan?"
"...."
"Tell me, Alunan. Selain waktu, kurang apa gue dibanding Marcus atau Jeffrey?"
"...."
Hendery menggeleng lalu menutup laptopnya dan menaruh benda itu didalam tasnya.
"Kalau lo memang gak pernah mempertimbangkan gue, tolong gak usah sok peduli sama gue kayak sekarang"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bet on Us
FanfictionIni bukan tentang Aluna dan Jeffrey yang dikenal sebagai couple goals. Ini cerita mengenai Aluna dan adik tiri Jeffrey. Marcus. Sesuatu yang siapapun tak mengira akan terjadi. Photo credit : Pinterest