XXXIX

459 68 12
                                    

"Belum balik Lit?" Marcus tadi mau ke pantry bikin kopi pas banget ngelihat Lita yang masih ada di kubikelnya, padahal jam kantor udah selesai dari setengah jam yang lalu.

"Belum pak. Bapak belum pulang juga ?" Tanya Lita balik.

"Gue lembur"

Oh.

"Saya juga lembur pak" Jawaban Lita dibuahi anggukan paham oleh Marcus

"Gitu ya? Ya udah deh, jangan terlalu malam Lit"

"Iya pak, ini bapak mau kemana ?"

"Pantry. Bikin kopi"

"Eh, sekalian saya aja pak yang bikin, saya juga mau bikin kopi"

Marcus menatap Lita merasa perkataan Lita tuh bohongan. Seakan-akan Lita bilang gitu cuman karena gak enak sama dia. Dia kan jadi gak enak juga.

"Beneran ?" Marcus memastikan

"Iya pak"

"Yaudah deh, anterin ke ruangan gue ya"

Tapi rasa malas Marcus rupanya lebih gede daripada rasa gak enaknya sama Lita.

Yeu, blegeug!

Setelah Marcus balik ke ruangannya, Lita langsung jalan ke pantry untuk buatin kopi Marcus. Iya, dia gak minum kopi. Dia cuman mau aja bikinin Marcus kopi.

Dia mau ngelihat wajah Marcus lagi.

Semua harap tenang ya, jangan ricuh :)

Lita gak tahu kapan pastinya, tapi entah kenapa sekarang matanya hanya tertuju pada Marcus. Semua tindak tanduk Marcus sekarang bisa mengukir senyum di wajah Lita.

Senyum Marcus, tawa Marcus, ekspresi serius Marcus.

Semua yang ada di diri Marcus, Lita menyukainya.

Lita tahu kok, apa yang dia lakukan hanya akan menyakiti hatinya dan tentu saja akan menerima banyak cibiran.

Mau bagaimanapun lawannya terlalu tangguh.

Aluna itu bagai dewi kalau dibandingkan dirinya.

Lita gak ada apa-apanya dibanding Aluna.

Apalagi dimata Marcus.

Untuk laki-laki itu, Aluna adalah segalanya. Lita bisa mengingat masa-masa Aluna resign dan menghilang yang membuat kantor udah mirip medan perang. Tentu saja simulasi perang dilakoni oleh Jeffrey dan Marcus.

Marcus selalu saja menempatkan nama Aluna ditahta teratas prioritasnya.

"Gak bisa, project ini kita dapat karena orang percaya sama Aluna. Project leadernya akan tetap pakai nama Luna. Kerjaannya biar gue yang selesain"

"Ruangan itu gak ada yang boleh makai. Mau itu Ibu Irene atau presiden. Gak ada yang boleh makai, ruangan itu punya Aluna"

"Semua klien Luna bakal gue take over. Jangan ada yang ngasih ke Jeffrey. Gue slepet ya kalau ada yang ngasih ke Jeffrey"

Dan masih banyak lagi tindakan yang Marcus ambil mengatasnamakan Aluna.

Simpelnya, kesempatan Lita untuk mendapatkan perhatian dari Marcus tuh terasa too good to be true.

Dan kalau Lita berusaha lebih keras dia cuman akan mendapat sakit hati.

Emangnya di dunia ini ada bisa membuat Marcus berhenti mencintai Aluna ?

Kayaknya gak ada.

"Jangan kemaleman, pintu aku kunciin kalau kamu kemaleman"

"Gak sayang, jam 10 udah balik. Aku nyelesain bahan buat meeting besok"

"Makan bareng gak ?"

"Makan duluan aja ya? Takutnya perut kamu sakit kalau nungguin aku"

"Okay, kabarin kalau otw pulang mas. Aku tutup dulu"

"I love you, Yang"

"Love you too, Mas"

Tipis-tipis percakapan Marcus dan Aluna dapat Lita dengar saat ia udah ada di depan pintu ruangan Marcus.

Manis pikir Lita disaat bersamaan hatinya terasa perih dengan apa yang dia dengar. Dirinya kembali diingatkan kalau Marcus terlalu jauh untuk bisa gapai

Lita, kenapa lo harus jatuh dengan orang yang gak mungkin lo gapai ?

Pertanyaan itu muncul dalam otak Lita. Iya, kenapa dia harus suka dengan Marcus. Yang boro-boro natap dia balik, noleh aja enggak.

Tapi yang namanya hati itu susah untuk diajak berlogika kalau kata Mba Agnez Mo. Gak ada yang tahu kemana hati mau berlabuh.

"Lit?"

"Eh pak. Maaf pak, saya tadi denger bapak lagi ngobrol makanya gak saya keto-"

"No big deal, Lita. Siniin kopinya" kata Marcus, dia haus soalnya. Jadinya pas liat Lita di depan pintu nya tapi ga ngetok langsung dia samperin.

"Saya balik ke meja saya dulu pak"

"Pulang jam berapa lo ?"

"Jam 10 ?" Pernyataan Lita sebenarnya lebih terdengar seperti pertanyaan.

Sebenarnya yah, Lita hari ini gak ada keinginan buat lembur tapi pas dengar Marcus mau lembur, dia juga memutuskan buat lembur.

Marcus mengangguk sambil menyeruput kopinya "Nebeng gue aja"

"Jangan pak, nanti ngerepotin-"

"Daripada ojek, mobil gue lebih enak Lit. Lo gak akan masuk angin. Terus kayaknya lebih aman kalau lo pulang sama gue"

Marcus, emang gak ada sopan-sopannya! Bisa gak lo jangan bikin orang malah makin suka sama lo?!

"Gak enak saya pak" jawab Lita ngebuat Marcus berdecak.

"Enakin aja. Ini demi harga diri gue sebagai laki-laki, Lit. Udah lo balik ke meja lo. Nanti lo nebeng gue. Titik"

Lita mengangguk lalu berjalan ke meja nya dengan senyum terpatri.

Tapi habis itu dia kalut.

Dia takut perasaannya bakal semakin besar sama Marcus. Dia takut perasaannya akan menyakiti Aluna yang baik banget sama dia.

Tapi dia juga gak akan bohong kalau dia suka saat dirinya bisa berdekatan dengan Marcus.

Perasaan senangnya saat bersama Marcus adalah favoritnya untuk sekarang.

Dia gak akan merebut Marcus kok! Dia gak segila itu untuk membuat keributan yang berbuah pahit.

Tapi dia bolehkan dekat dengan Marcus dengan jarak seperti sekarang ?

"Maaf Bu Luna"

Bet on UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang