Marcus's core memories (II)

408 63 3
                                    

"Kenapa?"

"Hm?"

"Ibu lo ada di depan, nungguin. Kenapa lo diem aja disini?"

Marcus lagi-lagi gak menjawab, dia cuman mainin bola basket yang ada ditangannya sambil menatap lurus ke depan.

Mereka masih di sekolah, sebenarnya ini udah jam pulang dan Aluna udah mau balik tapi pas ngelihatin Ibu Irene di balik pagar sekolah mereka, celingak-celinguk kayak nyariin seseorang, Aluna jadi urung buat pulang. Dia jadi ngelilingin sekolah buat nyariin Marcus, soalnya Jovan tadi udah didalam mobil ngadem. Kelihatan dari kaca mobil.

"Marcus?"

"Ibu kayaknya mau gue pindah ke rumah Om Juan" Ujar Marcus tiba-tiba ngebuat senyum Aluna muncul. Dia tahu banget kalau Marcus tuh kangen untuk tinggal bareng Ibunya cuman gengsi untuk bilang.

Gengsi aja digedein!

"Bagus dong! Lo jadi bisa deket sama Ibu, gak perlu kangen terlalu lama"

"Tapi suaminya Ibu gak suka sama gue"

Sekarang Aluna yang diem. Senyumnya juga lenyap digantikan tatapan bingung. Dia bingung kenapa Marcus bisa beranggapan begitu.

"Ah masa sih? Perasaan lo aja, Om Juan kalau ketemu gue dikantor pas gue nganterin berkas buat Ibu nanyain lo"

Enggak ada sih sebenarnya, dia cuman mau ngebuat perasaan Marcus lebih nyaman. Soalnya suami Ibu Irene tuh pendiem dan sorot matanya tegas orangnya ngebuat Aluna jadi canggung.

"Dia yang bilang sendiri. Katanya gue terlalu mirip sama Papa. Dan dia jadi keinget gimana Papa menyakiti Ibu" jelas Marcus

Permasalahan orang tua emang ribet. Tapi kenapa Marcus disalahin cuman karena dia mirip sama papa kandungnya?! Kan wajar ya, Marcus mirip Om Emil. Kalau Marcus mirip Mang Ujo, satpam sekolah mereka itu barh mengkhawatirkan!.

Aluna jadi emosi nih!

Soalnya yah, Marcus ini walaupun emosian, dia anak yang baik. Gak pernah ngerepotin orang tuanya.

Ada masa dimana Marcus sering dirundung karena dia punya nama belakang yang beda dengan Jovan dan muka mereka yang gak mirip-mirip amat. Saat itu, Marcus cuman diem aja, dibilang anak haram, anak pungut dan lain-lain. Dia diem aja. Dia juga gak ngadu sama Ibu atau Om Emil. Padahal kalau mereka tahu, wah bisa digeprek itu orang!

Om Emil tuh protektif parah! Nah, ibu juga in whole another level kalau masalah perlindungan anak-anaknya.

Tapi tenang aja, walaupun Marcus gak ada backing-an dari keluarganya, dia masih punya Aluna yang julidnya minta ampun kalau dia mau, contohnya adalah para perundung Marcus, Aluna datengin terus dia maki satu-satu dan lebih sadis!

"Lo ngomongin Marcus itu anak pungut tapi kayaknya lo yang lebih cocok! Mana ada anak pungut yang keren kayak Marcus, yang ada dekil kayak lo gini! Lo ini udah dekil, julid, miskin, idup lagi! Dasar daki fir'aun! Awas ya kalau gue denger lo ngejekin Marcus lagi! Gue rujak muka lo!"

Salah satu dari banyaknya makian yang Aluna ciptakan.

Hanya untuk melindungi Marcus.

"Katanya lo bosen tinggal di rumah eyang lo?"

"Ya bosen sih"

"Dicoba dulu mau gak? Coba satu minggu tinggal bareng sama Ibu, abis itu kalau lo nyaman, coba dua minggu terus tiga minggu. Kalau gak betah, kan bisa balik ke rumah eyang. Kasian loh ibu, dapat restu dari eyang lo susah!"

Emang bener, Marcus itu kalau di keluarga Sutjipto adalah cucu pertama yang paling di sayang. Pokoknya gak pernah kesulitan.

Kalaupun ada kesulitan, kesulitannya yang dibuat sulit sama eyangnya Marcus :)

Mungkin karena Marcus tuh tipikal anak yang nurut dan gak neko-neko.

Kurangnya dia tadi cuman satu, emosinya itu loh

"Tahu dimana lo? Ibu minta izin ke eyang"

Duh! Aluna keceplosan deh.

"Pas minta izin, Ibu bawa Bunda, kalau kata Bunda sih Ibu sampai nangis minta lo bisa diizinin tinggal sama beliau. Ada kata-kata Ibu yang bikin gue makjleb. Tapi lo gak usah tahu, nanti lo mau pindah sama ibu karena gak enak, bukan karena lo mau"

"...."

"Di coba dulu ya? Kalau gak betah, gue nanti ikut bantu pindahan lagi"

"...."

"Marcus?"

"Kalau gue ikut Ibu, kita jadi gak bisa ke sekolah bareng lagi"

Soalnya rumah eyang sama rumah Aluna tuh gak terlalu jauh dan satu arah walaupun mereka gak satu komplek. Yah, mana sanggup Bunda Aluna beli rumah di komplek para old money berkumpul, dia cuman pekerja kantoran biasa.

"Tapikan kita sekelas, kita juga satu meja. Masih banyak waktu untuk kita bisa ketemu"

Iya, kan?

Waktu mereka masih banyak, kan?

"Mau ya?"

"Kalau gue gak betah, gue telpon lo boleh kan?"

"Gampang! Nanti gue duluan yang nelpon lo, lagian disana ada Jovan. Lo dan Jovan kan udah lumayan dekat"

Ibu Irene sama Marcus udah gak pernah serumah dari Marcus umur tiga tahun, soalnya hak asuh Marcus dimenangkan Om Emil karena Ibu Irene dulu tidak punya pendapatan tetap dan rumah yang kalau kata pengacara pihak Om Emil itu bisa aja menjadi celah terjadinya penelantaran anak.

Nah gak lama setelah cerai, Ibu Irene menikah dengan Om Juan yang katanya punya anak laki-laki yang lebih tua daripada Marcus. Aluna belum pernah ketemu sih. Dari pernikahan itu Ibu Irene dan Om Juan mempunyai satu anak laki-laki, namanya Jovan.

Marcus lumayan dekat sama Jovan adik satu ibunya, tapi enggak sama anak laki-laki Om Juan.

"Ayo kita ke depan! Kasian ibu nungguin udah lama" ajak Aluna yang udah berdiri, dia mengambil alih tas Marcus terus mengulurkan tangan satunya pada Marcus.

Marcus masih diam sambil menatap tangan Aluna.

Terus matanya bergerak untuk menatap wajah perempuan itu.

Cantik.

Selain Ibu, Aluna adalah perempuan tercantik yang ada dikamus Marcus.

Senyum Aluna selalu bisa menenangkan Marcus.

Dia terlihat begitu bersinar, sama seperti namanya.

Senyum itu, Marcus harap tak ada yang merusaknya.

Karena kalau iya, artinya dunia Marcus juga akan rusak.

Dari dulu hingga sekarang.

Dunianya adalah Sinar.

"Lo bisa janji satu hal gak sama gue?" Tanya Marcus setelah menerima tangan Aluna. Marcus menggenggam tangan Aluna erat. Seakan-akan takut jika tangan itu akan melepaskannya begitu saja.

"Apaan?"

"Jangan tinggalin gue" Jawaban Marcus dibalas gumanan tak jelas oleh Aluna yang lalu menoleh ke samping mendapati Marcus yang lagi ngelihatin dia.

"Berat. Tapi gue coba. Kalau lo bisa janji juga gak?"

"Janji apa?"

"Selalu sehat dan bahagia"

"Akan gue coba, bersama lo"

"Tanpa gue, lo juga harus bahagia, Marcus"

Oh Dear Sinar, kamu gak tahu aja, kata bahagia tanpa kamu itu bagi Marcus sama saja omong kosong.

The world without you in it, it's not my world. Cause my world always begin and end with you. Sinar, you are my world.

Bet on UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang