XV

589 89 19
                                    

"Lo sakit ?" Ini kenapa ya ruangannya bisa dimasukin sama orang lain dengan mudah. Semuanya main nyelonong aja.

Sepertinya Aluna harus memikirkan untuk nge-hire asisten juga kayak si Marcus.

Tapi tentu aja, punya dia harus yang berkelas! Gak kaya si Yeslynn yang kontroversial itu.

"Udah selesai berantemnya ?" Tanya Aluna balik. Yang datang kesetanan itu adalah Marcus. Wajahnya kelihatan khawatir.

Seperti yang udah Marcus bilang dulu, dia dan Aluna tuh udah kenal dari orok, jadi Marcus udah langsung take a hint saat omelan Aluna tuh udah tajam kayak silet kalau ada yang salah sama perempuan itu. Apalagi tadi wajah Aluna juga pucat.

Dan kenapa dia khawatir? Ya karena Aluna tuh perempuan terkuat yang pernah Marcus temui. Jarang sakit bahkan masuk rumah sakit tuh terakhir kali pas kejadian kepala bocornya.

"Lo sakit ?" Ulang Marcus, kali ini udah mulai mencoba mendekat ke arah Aluna dan duduk di meja kerja perempuan itu. Tangannya terulur untuk megang dahi Aluna.

"Pusing doang. Nanti kalau meeting dan tahu bakal lama debatnya sama kakak lo, yang lain suruh keluar dulu." Saran Aluna. Dia lagi gak punya tenaga untuk sekadar ngusir Marcus dari ruangannya. Dia beneran lagi pusing berat.

"Sorry Lun" Sesal Marcus, dia beneran merasa bersalah.

Aluna mengangguk pelan, dia lalu melirik jam dinding ruangannya dan mengerang.

Tadi pagi sebelum rapat, dia udah bertekad untuk ketemu sama Jeffrey.

Mau ngapain hayo ?

"Mau kemana ? Katanya lagi pusing"

"Ke Jeffrey. Jangan ikutan lo, lo urusin asisten baru lo aja.-"

"Kok jadi Yesha lagi sih ?!" Potong Marcus rada kesal soalnya ini pertama kalinya mereka berinteraksi lagi setelah gonjang-ganjing di depan ruangannya, dan kenapa saat mereka mulai kembali bisa ngobrol harus ada nyempil topik Yeslynn.

"Gue gak akan berhenti ngomongin Yesha kalau masih ada yang komplain ke gue! Gue ini heran, harusnya yang kayak gini itu urusan HR tapi HR aja udah angkat tangan sama kelakuan Yesha. Mau dikasih SP tapi Yesha sesumbar kalau dia itu pilihan lo jadi SP itu gak akan mempan. Gila emang! Lo tahu gak kemarin si Yesha numpahin kopi ke satu anak magangnya Mba Helen ? Untung aja gak direnggut Mba Helen."

"...."

Aluna mendelik tajam lalu menarik nafas. Berusaha gak emosi kalau mengingat chat yang Helen kirim ke dia beserta voice note anak magang yang nangis nyeritain kronologi kejadian. Wah, Aluna saat itu masih visit ditemani cuaca terik makin emosi belum lagi dia harus meladeni klien yang rada songong!

"Lo yang bawa dia kesini, lo yang harus tanggungjawab."

Marcus masih diam. Dia bener-bener clueless dengan apa yang dilakukan Yeslynn. Soalnya tugas Yeslynn ke dia tuh cuman untuk ngangkat telepon dan  buat janji temu klien. Selain itu dia peduli setan dengan Yeslynn. Walaupun Yeslynn kayak ngebet banget ya pengin diperhatiin sama Marcus, contohnya kayak bawain sarapan terus nawarin pijit pas ngelihat Marcus kelihatan capek.

Cih! Lagi main rumah-rumahan anda ?

"Gue gak mau memberikan pilihan yang unfair buat lo, Marcus. Tapi kayaknya untuk case ini, indeed lo perlu dikasih pilihan. Lo ajarin bae-bae tuh mantan pacar lo atau gue yang keluar dari kantor. Karena demi apapun yah Marcus, gue pengin banget keluar dari lingkaran setan ini." Tambah Aluna sebelum melenggang pergi menuju ruangan Jeffrey.

....

Jeffrey agak tidak menduga jika sekarang dirinya sudah duduk berhadapan dengan kekasihnya.

Boleh dong ya Jeffrey masih sebut Aluna pacarnya. Soalnya, selain kata putus belum terucap dari mereka berdua, Jeffrey juga gak akan semudah itu menyetujui kata putus dari Aluna.

Ini bakalan terdengar seperti bualan, tapi Jeffrey beneran cinta sama Aluna.

Duh, lelaki kerdus!

"How's life?" Tanya Aluna basa-basi, setelah duduk hampir 2 menit dan gak bersuara. Dia juga ngalihin pandangannya dari Jeffrey. Dia belum siap natap Jeffrey.

Dia sedikit menyesal dengan tekadnya tadi pagi. Ternyata dia belum siap untuk menghadapi sumber rasa sakitnya beberapa waktu ini.

Penyesalan selalu datang diakhir sih Lun, kalau di depan namanya pendaftaran :)

"Lack of sleep, minum kopi terus dan ngerokok juga." Jawaban Jeffrey tuh seakan mengundang untuk dimaki-maki oleh Aluna.

Kayaknya Jeffrey tahu tombol yang mana harus ditekan supaya Aluna menunjukkan rasa pedulinya terhadap laki-laki itu.

Kalau saja keadaan mereka tak seperti sekarang. Mungkin, Aluna sudah mengomel seperti keinginan Jeffrey dan membawanya untuk pulang agar laki-laki itu bisa beristirahat sembari dirinya memasak makanan favorit Jeffrey.

Tapi semuanya udah beda. Jadi sekarang respon Aluna hanya menghela nafas. Mencoba bodo amat.

"Sama sih, gue juga kurang tidur. Apalagi adek-adek lo kayaknya suka banget berbuat rusuh tambah ngebuat gue cepat capek"

Bentar-bentar, ini gak ada yang kaget kok bisa Aluna kedengeran santai banget menghadapi mahkluk tipe-tipe Jeffrey?!!

Jawabannya adalah waktu. Kan udah dibilang, Aluna tuh orangnya perlu waktu untuk mencerna semua yang terjadi sebelum mengambil langkah. Karena itu dia bisa santai-santai aja.

Sebenarnya dulu Aluna gak begini, tapi setelah menjalin kasih dengan Jeffrey, dia jadi berubah. Karena Jeffrey tuh tipe-tipe jantan bangsat yang kalau kita marah, dia bakal jadi lebih marah dan bebal.

"Jeff, tujuan gue kesini bukan buat ngomong serius tentang perselingkuhan lo dengan bocil kematian yang tekdung duluan itu. Gue cuman mau bilang kalau gue cuti mulai besok dan tolong take over semua kerjaan gue sementara gue gak ada. Dan mari bicara setelah kita kelar jadwal visit ke Lombok." Ujar Aluna tenang.

Bagaimanapun dia harus menunjukkan integritasnya dengan mendahulukan pekerjaannya. Walaupun rasanya begitu sulit membedakan privasi dan pekerjaan saat berhadapan dengan Jeffrey seperti sekarang.

Orang yang dulu menjadi favorit Aluna setelah bergumul dengan pekerjaan yang melelahkan.

Orang yang menjadi sandarannya saat dia dilanda kesedihan karena ibu nya baru saja berpulang ke pelukan sang pencipta.

Cintanya,

Rumahnya.

"How could you do this to us, Jeff ?"

"To me ?"

Itulah pertanyaan yang muncul dibenak Aluna saat dirinya memberanikan diri melihat paras adonis Jeffrey.

Dia kira hatinya tak akan patah lagi.

Tapi hari ini dia kembali patah hati saat dirinya menatap Jeffrey.

Aluna menghela nafas berusaha menyembunyikan rasa sedih yang sialnya datang disaat yang tak tepat.

"Kita pikirin semuanya masing-masing dulu ya. Semoga kita bisa dapat jawaban yang memuaskan abis ini. Gue keluar dulu"

Sehabis itu Aluna mengurung diri diruangannya yang udah ia kunci dan dia tutup semua tirainya ditemani isak tangis.

Aluna kalut. Dia lagi-lagi kalah perkara urusan hati.

Bet on UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang