PRINCE

1K 77 5
                                    

“Minum?”

“Terimakasih.”

Krystal mengambil botol berisi air dingin dari tangan Irene sesaat setelah Irene menidurkan Prince karena memang sudah jamnya anak itu untuk tidur siang.

“Sudah tidur anaknya?”

Irene hanya mengangguk sambil melihat ke halaman luas yang ada di depan rumah tersebut. Mereka saling terdiam di teras depan rumah karena bingung harus mulai berbicara darimana.

“Rene, siapa ayahnya?” Krystal akhirnya memulai obrolan mereka dan mengeluarkan sesuatu yang sedari awal menggelitik hatinya. Ketika Krystal sudah memanggil Irene dengan namanya, itu tandanya dia akan berbicara dengan serius.

“Kami berdua punya ayah yang sama.”

Krystal terdiam mendengar jawaban singkat dari Irene yang cukup membuatnya terkejut tetapi juga bingung secara bersamaan.

“Saat tragedi kecelakaan malam itu, selingkuhannya sedang mengandung, kandungannya sudah berusia 7 bulan. Saat dibawa ke rumah sakit, dokter bilang bayinya masih mungkin di selamatkan, tetapi harapan selamat ibunya sangat kecil.”

Krystal terdiam sambil memperhatikan Irene yang masih menatap halaman luas di depan mereka sambil bercerita dengan nada yang sangat tenang, walaupun matanya menyiratkan rasa kecewa, marah bahkan mungkin dendam yang entah kepada siapa dia tujukan. Irene terlihat beberapa kali menghela nafasnya selama jeda ceritanya, sampai akhirnya dia melanjutkan kalimatnya,

“Aku yang saat itu terpukul, aku tidak perduli sama sekali dengan anak itu. Aku bahkan berkata kepada dokter untuk membiarkan anak itu di dalam kandungan ibunya dan pergi bersama dengan ibunya dan ayahku.” Irene terlihat kembali menjeda ucapannya lalu memamerkan senyum tipis dari kedua sudut bibirnya yang menyiratkan kekecewaannya saat itu,

“Tetapi Richard berbeda, dia meminta dokter menyelamatkan anak itu, bahkan wali pertama anak itu adalah Richard. Dia dirawat di PICU sekitar hampir 3 bulan, bahkan saat Richard membawanya pulang, aku tidak perduli dengan anak itu. Bahkan beberapa kali aku ingin mengasingkan anak itu ke panti asuhan, jahat sekali bukan aku?”

Tanyanya sambil tersenyum palsu karena tatapan matanya adalah tatapan mata kekecewaan disaat bibirnya sedang tersenyum pada Krystal.

“Sampai pada akhirnya, untuk pertama kalinya aku luluh saat melihat Richard melakukan panggilan video dengan eommaku, dan eomma menatap anak itu dengan tatapan penuh kasih sayang, tidak ada kebencian seperti saat eomma menatap jenazah ayahku ataupun selingkuhannya. Beliau menatap anak itu seperti caranya menatapku dan menatap Richard. Saat aku mengunjungi eomma di luar negeri, beliau bilang bagaimana kalau seumpama anak itu menjadi puteraku? Paling tidak supaya orang-orang di luar tidak membicarakan statusnya yang sebagai anak hasil perselingkuhan. Aku memikirkannya hampir sekitar 6 bulan, sampai suatu ketika Richard mengajarkan anak itu memanggilku Mommy dan dia mengulanginya dengan sangat jelas untuk pertama kalinya. Panggilan pertamanya itu akhirnya membuatku memutuskan menjadi orang tuanya secara resmi.”

Irene mengalihkan tatapannya ke arah Krystal yang sedang menatapnya dalam saat mendengar cerita tentang Prince.

“Lalu, kenapa kau meninggalkannya disini?”

“Kondisiku saat itu belum memungkinkan untuk membawanya pulang. Richard yang masih harus rutin berobat, aku yang masih harus mengurus W-Group yang di ambang kehancuran, bahkan yang menjenguk ibuku setiap bulan ke luar negeri adalah bibi dan pamanku karena hanya mereka yang aku punya. Makanya aku meminta Ahjumma merawat Prince disini, aku biasanya berkunjung 2 Minggu sekali, tetapi ada saat-saat aku benar-benar tidak punya waktu untuk berkunjung, jadi Richard yang akan kemari bersama Allena eonni untuk menemaninya bermain.”

My Life PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang