[04] Getaran Syahwat.

717 99 2
                                    

"Setetes hawa nafsu dapat merusak lautan ilmu, bagaimana bila ilmu yang dimiliki hanya setetes. Namun hawa nafsu seluas lautan?"

-


Hadwan mengemasi barang-barang yang ia bawa dari rumah dengan penuh ketelitian. Mengabsen setiap inci barang yang ia perlukan selama tinggal di pondok pesantren.

Laki-laki itu tidak sendiri, ia ditemani oleh Aiman yang kebetulan satu pondok bersamanya. Di tengah-tengah obrolan mereka Hadwan teringat akan gadis yang menganggu pikirannya akhir-akhir ini.

"A-aiman, apa boleh aku bertanya?" Hadwan meminta persetujuan.

"Ya, tentu. Apa yang ingin kamu tanyakan? Tanyakan saja, insyaaAllah jika aku bisa menjawab pertanyaan darimu, aku akan menjawabnya dengan senang hati," jawab Aiman antusias.

Hadwan menghela napas panjang. "Aku ingin bertanya mengenai anak bungsu Kiyai Zaid, apa dia jarang mengaji di madrasah?"

"Teh Zahirah?" tebak Aiman.

"Ya, tadi aku melihatnya keluar dari pondok sambil manjat pagar," ujar Hadwan melihat gerbang yang terkunci rapat melewati kaca jendela yang berada di dalam kamar pondoknya.

"Itu sih udah biasa, Had. Kamu jangan kaget kalau sewaktu-waktu dia pulang larut malam sama nggak ikut kajian. Dia emang gitu orangnya, nggak bisa di atur."

Hadwan menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak habis pikir. Jadi dugaannya selama ini benar. Jika Zahirah lah orang yang merampoknya pada saat itu.

"Kelihatannya dia masih sangat muda, berapa umurnya?"

Aiman mengetuk-ngetukkan dagunya berpikir. "Belasan tahun sekitar tujuh belas, atau delapan belasan kayaknya. Emangnya kenapa, Had?"

"Tidak, aku hanya bertanya saja." Hadwan kembali mengemasi barang-barangnya, menghindari tatapan Aiman yang kini memicingkan matanya, curiga.

"Yakin cuma bertanya aja? Nggak ada unsur lain nih," goda Aiman tersenyum mengejek.

"Tidak." Singkatnya demikian.

Aiman terkekeh kecil menanggapinya, hingga waktu isya pun tiba. Para santriwan dan santriwati bergegas ke masjid untuk menunaikan ibadah sholat isya, begitupun dengan Hadwan dan Aiman yang bersiap-siap menuju masjid.

****

Di situasi lain Zahirah menendang-nendang bebatuan yang berada di sepanjang jalan menuju tempat tongkrongannya. Gadis itu tampak kesal mengingat kejadian beberapa jam yang lalu.

"Aihhh kenapa pula aku pikirin orang itu terus sih, unfaedah banget," ketus Zahirah menepuk-nepuk kepalanya. Berharap ingatan beberapa jam yang lalu menghilang dalam pikirannya saat itu juga.

Setibanya di tempat yang di tuju. Gadis itu langsung duduk di kursi dekat Hasna tanpa mengucapkan salam atau apapun itu.

Hasna yang berada di sampingnya pun menoleh. "Eh buset, nih anak kenapa tiba-tiba cemberut gitu, kesambet apaan lo di jalan?"

"Ihhh Hasna! Aku nggak kesambet apa-apa. Udah deh, diem. Aku nggak mood bercanda," ucap Zahirah dengan ekspresi wajah kesal.

Hasna mengangkat kedua tangannya di atas. "Slow dong, bro!"

Zahirah menyipitkan matanya jutek. Melirik Asnaf yang tertidur dengan mulut terbuka, ia mendengus sebal melihatnya.

Bujangga Taqwa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang