[15] Kepergian Kholid.

436 51 1
                                    

"Suatu perpisahan akan kembali menyatu dalam satu masa kehidupan yang kian berbeda. Maka dari itu, nikmatilah masa mudamu, sebelum datang masa tuamu."

-

Malam ini adalah malam terakhir Kholid mengajari para santriwan dan santriwati mengaji. Karena besok ia akan berangkat, ke Kairo untuk melanjutkan pendidikannya yang ia dambakan sejak dulu.

Kholid menitipkan beberapa pesan kepada Hadwan agar para santri pondok tidak hilang arahan. Ia juga menitipkan Zahirah, karena gadis itu yang suka keluar masuk pondok tanpa ada izin dari kedua orangtuanya.

***

Selepas shalat subuh Kholid bergegas merapihkan kopernya. "Kita jemput Abah dulu ke rumah sakit, kata Dokter Abah udah bisa di bawa pulang."

"Na'am, Aa'. Ini barang-barang Aa' udah dimasukin semua?" tanya Asma meneliti barang bawaan Kakaknya yang sudah di siapkan di ruang keluarga.

"Sudah."

"Zahirah mana, Dek?"

Asma menoleh, melirik kamar Zahirah yang berada di dekat dapur. "Lagi siap-siap. 'kan mau ikut antar Aa' ke bandara."

Kholid menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian Zahirah datang, memeluk Kholid dari belakang, mengagetkan laki-laki itu yang sedang mengemasi barang-barang.

"Aa' hati-hati di sana. Jangan lupa kabarin orang rumah juga," cicit Zahirah terdengar manja dan lesu.

Kholid tersenyum, membalikkan badannya menatap Adik bungsunya itu. "Pasti sayang. Ayok ke mobil, kita ke rumah sakit dulu. Jemput Ummah sama Abah."

"Asma! Jangan lupa pintu rumah dikunci. Oh iya, Aa' mau ke pondok dulu. Mau pamitan sama anak-anak, kalian duluan aja masuk mobil. Nanti barang-barang biar Aiman sama Fathan yang angkut."

Kompak Asma dan Zahirah menganggukkan kepalanya, membiarkan Kholid pergi ke pondok yang jaraknya tidak jauh dari rumahnya, mungkin hanya berjarak 20 kilometer. Hingga tanpa menunggu lama, ia sudah sampai di asrama para santriwan didikannya.

Kholid berpamitan kepada mereka dengan mengucapkan salam, serta amanah agar para santriwan menuruti ketua pondok mereka. Siapa lagi jika bukan Hadwan, yang sudah menjadi tangan kanan Kholid selama ia belajar di Kairo.

"Hadwan. Ikut saya ke bandara. Saya bawa mobil dari pondok, kamu sudah bisa menyetir 'kan? Nanti kamu nyetir pas pulangnya aja." Perintah Kholid yang mendapatkan anggukan singkat dari Hadwan.

"B-baik, Ustadz."

***

Kholid dan keluarganya sudah berada di bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Mereka saling menukar rindu, karena saat ini Kholid akan berpisah lama dari keluarganya.

Abah Zaid yang berada di kursi elektronik memeluk anaknya itu penuh keharuan. "Biidznillah, bismillah, Lid."

"Na'am Abah. Afwan, Abah jangan lupa minum obat. Jangan kewalahan ngurusin santri pondok, biar Ummah, Asma sama Hadwan yang fokus jaga pondok. Abah fokus saja pada kesembuhan Abah."

Zaid menganggukkan kepalanya, sambil terkekeh kecil. "Iya, iya. Sudah lama, nak. Sebaiknya kamu masuk ke dalam pesawat sekarang."

Kholid menganggukkan kepalanya, mencium permukaan wajah Zaid. Lalu berganti kepada Mahirah, melakukan hal yang sama, seraya mengatakan.

"Ummah, jaga diri baik-baik."

"Iya, sayang. Ummah do'akan anak Ummah sukses dunia akhirat."

"Aamiin, Aamiin yaa rabbal Aalamiin," ucap Kholid mengaminkan do'a dari Ummah-nya.

Lalu bergantian Kholid berpamitan pada kedua adiknya. Asma dan Zahirah, namun yang terlihat agresif disini adalah Zahirah. Gadis itu malahan sampai nangis, saking tidak bisanya berjauhan dengan Kholid.

"Aa—"

"Sutt ... jangan nangis lagi sayang, Aa' bakalan sering-sering telepon kamu. Udah, jangan nangis lagi."

Zahirah mengerucutkan bibirnya, sedangkan Asma yang berada di pelukan Kholid terkekeh gemas.

"Semangat Aa' belajar di Kairo nya. Semoga taun depan, Asma bisa nyusul jejak Aa' ya," ucap Asma mengeratkan pelukannya sebagai tanda perpisahan.

"Aamiin yaa rabbal Aalamiin," balas Kholid mengaminkan, sambil mencium kedua puncak kepala kedua Adiknya.

Dan yang terakhir ia berpamitan kepada Hadwan. Laki-laki itu menundukkan kepalanya, "Barakallah fii ilmi, Ustadz."

"Aamiin, Afwan Hadwan. Saya titip tanggung jawab saya sama kamu. Jaga pondok baik-baik," ucap Kholid menepuk-nepuk punggung Hadwan.

Dengan senang hati Hadwan menganggukkan kepalanya, yakin. Membuat senyuman Kholid mengembang. Tanpa menunggu waktu lama lagi, Kholid segera menenteng dua koper di pergelangan tangannya.

Meninggalkan keluarganya yang tersenyum lebar ke arahnya, Kholid menghapus jejak air mata yang membasahi pipi mulusnya. Ia berjanji, akan belajar sungguh-sungguh. Mencari keridhoan orang tua di jalan Allah.

Bismillah ...

______

Dimohon kalau sudah baca jangan lupa vote, coment kalau bisa share juga boleh.

Jangan lupa follow Dy_Nana07

Bujangga Taqwa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang