[26] Alhamdulillah Sah! [END]

809 40 0
                                    

"Jika rantai sudah terikat dengan tiang besi yang kokoh, ia tak akan mungkin terlepas. Sama halnya dengan ikatan jodoh yang sudah Allah garis bawahi, ia tak akan mungkin bisa lepas karena Allah telah meridhoi."

-

"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Dalam sekali tarikan napas Hadwan mengucapkan akad nikah di hadapan penghulu yang kini berjabatan tangan dengannya.

"Bagaimana para saksi?!"

"SAH!"

"Alhamdulillah ..."

Tangan yang tadinya bergetar nan berkeringat dingin, akhirnya bisa tenang kembali walau tubuhnya masih merinding, overthinking sebab sebelumnya ia menghafal namun serasa belum fasih.

Tapi Alhamdulillahnya kini akad yang selalu Hadwan khawatirkan telah ia jalankan. Semua santri yang berada di dalam masjid pun berdo'a untuk pernikahan Hadwan dan Zahirah.

Pelaksanaan akad nikah yang sederhana, dihadiri para santri dan warga yang menginap di pondok pesantren An-Nur Hidayah.

Dari kejauhan, mempelai wanita tengah dituntun oleh Asma dan Mahirah disebelah kanan serta sebelah kirinya.

Jantung Hadwan berdegup kencang saat Zahirah sudah berada di sampingnya. Pak penghulu menyodorkan dua buku nikah untuk mereka tandatangani.

"Alhamdulillah, sekarang kalian sudah sah menjadi suami istri. Sok atuh Aa' jangan malu-malu. Di sun istrinya."

Hadwan tersenyum kikuk. Ia pun membalikkan badannya berhadapan dengan Zahirah. Sebelum berani menciumnya, Hadwan terlebih dulu meletakkan telapak tangannya, menyentuh ubun-ubun milik istrinya pelan, lalu berdo'a. "Allaahumma innii as-aluka khoirohaa, wa khoiro maa jabaltahaa 'alaihi, wa a'uudzu bika min syarrihaa, wa syarri maa jabaltahaa 'alaihi."

Zahirah meneteskan air matanya, sambil mengangkat kedua tangannya. Setelah itu ia merasakan puncak kepalanya basah.

Hadwan menciumnya?

Bahkan ia menahannya, membiarkan fotografer memotretnya dari pose cium atas, samping, bawah sampai akhirnya Hadwan memundurkan kepalanya.

"MashaAllah cantiknya zaujati," bisik Hadwan membuat hati Zahirah memanas.

"Alhamdulillah, syukron ya hayati," balas Zahirah tersenyum malu-malu.

"Eh?"

Para santri bersorak heboh, lantaran bisikan mereka terdengar dari arah mikrofon yang masih menyala. Hadwan tiba-tiba gelagapan di hadapan Zahirah, sedangkan gadis itu sudah menutup wajahnya salah tingkah.

Zaid Arkam terkekeh gemas melihat pasangan yang baru saja menjadi suami-istri itu, kompak melengos, malu-malu mendengar sorakan gembira dari para santri yang notabenenya adalah murid didikannya sendiri.

Tidak berselang lama Hadwan dan Zahirah disuruh untuk meminta do'a restu dari kedua orang tuanya. Tangis bahagia tumpah begitu saja, banyak para santri yang ikut terharu dengan lantunan lemah dari Zahirah.

Sampai akhirnya Zaid menepuk-nepuk pundak kedua anaknya.

"Barakallahu laka wa baraka'alaika wa jama'a bainakuma fii khair... jaga anak saya baik-baik."

"Aamiin, na'am Abah. InsyaAllah ..."

Zaid tersenyum penuh haru, ada rasa tidak rela dalam hatinya. Melepaskan anak bungsunya yang sudah berada di genggaman tangan laki-laki lain. Tanggung jawabnya kini beralih sepenuhnya kepada lelaki itu. Para santriwan dan santriwati berbondong-bondong memberikan kado serta ucapan selamat kepada kedua mempelai.

Bujangga Taqwa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang