“Bagaimana aku takut akan kegagalan, sedangkan Allah selalu menjamin setiap ada kesusahan pasti ada kemudahan.”
-
Tiada hentinya Zahirah membolak-balikkan buku hadits kecil, yang entah untuk apa gunanya? Maklum, Zahirah minim agama. Ia tidak terlalu paham akan hadits yang sedang ia baca saat ini.
Menelitinya dengan sebaik mungkin, membuka celah pikiran untuk otaknya berpikir. Sejenak ia mengomel, bahasa arab yang sulit untuk ia pahami. Ingin melempar, akan tetapi ia sadar jika benda yang sedang ia genggam berhubungan dengan amal.
“Ishhh susah banget sih ngapalinnya!” Tersulut emosi. Akhirnya Zahirah menutup buku hadits yang berulang-ulang kali ia baca. Hingga tanpa sadar Mahirah datang, menemui Zahirah di kamarnya dengan bibir mengerucut.
“Kusut amat mukanya, padahal masih pagi. Kenapa? Ada masalah?” Mahirah mendekati Zahirah.
Tangan mungil gadis itu menyodorkan sebuah buku hadits yang membuat mood nya turun drastis. Mahirah bergeming, menatap Zahirah dengan senyuman tipisnya.
“Tumben bacaannya hadist. Udah move on dari novel?” Canda Mahirah yang mendapat gelengan cepat dari anak bungsunya.
“Nggak yah!” Protes Zahirah. “Aku baca buku ini karena suruhan Kang Hadwan, katanya dengan aku baca ini, hidup aku bakalan terarahkan. Tapi buktinya yang aku dapatkan bukan arahan, tapi kesulitan.”
Mahirah menghela napas panjang. Ternyata pemikiran Zahirah sepolos itu memaknai perkataan Hadwan. Akan tetapi dari sisi lain ia kagum akan sosok Hadwan, yang membantu Zahirah untuk belajar ilmu agama.
“Kegagalan adalah proses keberhasilan. Nggak papa sulit di dunia, yang penting selamat di akhirat. Nak, dengarkan Ummah. Hidup ini butuh perjuangan, apapun yang kamu lakukan tergantung niatmu. Coba deh, di buka halaman ke-lima dari buku hadits itu.”
Dengan cekatan Zahirah membuka lembaran bukunya. “Innamal A'malu binniat?”
Mahirah tersenyum tatkala melihat Zahirah yang sudah mulai fasih membaca haditsnya. “Nah itu, coba artinya apa?”
“Setiap amal, tergantung pada niatnya, Ummah!” jawab Zahirah tidak sepenuhnya mengerti apa yang dimaksud dalam hadits tersebut.
“Begini Zahirah. Setiap amal, yaitu pekerjaan, aktivitas yang kamu lakukan atau yang sedang kamu kerjakan, itu pasti ada niatnya. Tidak mungkin 'kan kamu tiba-tiba jalan dari sini ke pasar tanpa tujuan? Kalau bukan niatnya untuk berbelanja. Mengapa pergi ke pasar? Tentu kamu sudah merencanakannya sebelum mau berangkat ke pasar. Itu hanya perumpamaannya saja. Yang penting kamu punya niat, amalan pasti akan diterima oleh Allah Subhanahu Wa'alaa.”
Penjelasan Mahirah mendapat anggukan singkat dari Zahirah. Menurutnya terlalu belibet, akan tetapi mudah dicerna jika ia bersungguh-sungguh dalam mendengarkan perkataannya.
Mahirah hanya mampu tersenyum. Begitu sulit untuk meluruskan jalan yang sudah lama bengkok. Namun dengan cara pelan-pelan, sifat nakal Zahirah pasti akan berubah seiring dengan berjalannya waktu.
“Eumm, Ummah... Bagaimana keadaan Abah?” tanya Zahirah sempat teringat akan Abah nya yang masih di rawat di rumah sakit.
“Abah masih sama, seperti kemarin. Abah divonis terkena gelaja serangan jantung. Makanya kamu banyak-banyak berdo'a, supaya Abah cepat sembuh. Dan bertemu dengan kamu lagi dalam keadaan sehat wal'afiat.”
“Aamiin. Tapi Ummah, aku malu sama Abah. Aku takut dia kecewa lihat aku yang masih berada di rum—”
“Jangan katakan apapun lagi. Kamu tidak salah, Zahirah. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri.”
Zahirah menundukkan kepalanya, bersalah. Sudah sepatutnya ia sadar diri. Akan tetapi sifat ego nya berbanding terbalik dengan sifat lemah lembutnya saat ini.
Sangat sulit mengekspresikan keadaan yang saat ini ia tempuh. Rasanya ia terlalu menjadi benalu di kehidupan Abah nya sendiri. Entah benar atau salah, yang penting Zahirah sudah meniatkan dirinya untuk mulai berubah ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.
“Ummah ke madrasah dulu, mau ngecek jadwal piket. Kamu mau ikut?”
Zahirah menggeleng. “Lain kali saja, Ummah.”
“Ya sudah, Ummah tinggal. Jangan lupa sholat dhuha, ya.”
“Hmm.”
“Na'am Zahirah. Bukan hmm. Apalagi lain kali saja!” Peringat Mahirah membalikkan omongannya. Zahirah cengengesan, lalu menganggukkan kepalanya, patuh.
“Na'am, Ummah.”
***
16 Mei 23
Singkat, padat. Dan jelas! See? Ada yang mau di tanyakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bujangga Taqwa [TERBIT]
Teen FictionKisah seorang pemuda yang berjuang mengajak para pemberontak masyarakat yang tidak mau bertaubat. Hadwan Arkam Haryakan, seorang pemuda yang diperintahkan Abah Zaid untuk menegakkan agama Islam. Tidak hanya itu, ia juga harus berjuang menaklukan se...