[Extra Part]

1K 48 3
                                    

"KANG!"

"KANG HADWAN!"

"TOLONGIN ZAHIRAH KANG! AWS!"

Pagi buta seperti ini Zahirah sudah heboh dengan peralatan masak yang melekat di genggaman tangan kiri dan kanannya. Kini ia sedang memasak ikan yang di belikan suaminya sore kemarin. Niatnya mau bikin sarapan spesial untuk sang suami, namun setelah merasakan  cipratan minyak goreng mengenai lengan mulusnya, tiba-tiba ia berteriak kepanikan.

"Ada apa?" tanya Hadwan menghampiri Zahirah.

"Itu aw!" Zahirah menutup wajahnya terkena cipratan minyak untuk kesekian kalinya.

Hadwan melotot kaget, ikan yang digoreng oleh Zahirah sudah gosong hingga kompornya mengeluarkan asap. "Astagfirullah."

Cetrek

Hadwan mematikan kompornya terlebih dahulu, lalu memeluk tubuh Zahirah yang tampak gemeteran, menahan tangis.

"Kamu nggak kenapa-napa? Mana aja yang sakit?" tanya Hadwan menangkup wajah Zahirah dengan linangan air mata. Jujur saya Hadwan sangat khawatir kepada istrinya yang terlihat berantakan sekarang.

"M-maaf, i-kannya gosong," cicit Zahirah menundukkan kepalanya bersalah.

Hadwan menggeleng. "Saya tidak sedang membicarakan ikan. Yang saya khawatirkan keadaan kamu sayang. Mana yang sakit?"

Dengan ragu Zahirah mengulurkan tangannya, memperlihatkan sedikit luka bekas cipratan minyak panas.

"Astagfirullah!" Hadwan menarik tangan Zahirah hingga jatuh ke dalam pelukannya.

Tidak lama kemudian Hadwan mengambil air hangat. Mengompres lengan Zahirah yang terluka akibat menggoreng ikan.

"Sudah saya katakan. Jika kamu ingin sarapan saya yang akan buatkan. Kamu mau makan apapun, biar saya sediakan. Jangan ceroboh seperti ini. Kamu selalu melukai diri kamu sendiri, Zah." Marah Hadwan mengomeli istrinya yang bandel.

Zahirah mengerucutkan bibirnya kesal. "Kan aku istri kamu, Kang! Lagian kang Hadwan kenapa langsung nikahin aku tanpa bertanya aku bisa masak apa nggak? Tau gini, 'kan ribet."

Hadwan menghela napas panjang. "Saya sangat tahu betul bagaimana diri kamu sejak lama, Zahirah. Tidak perlu diperjelas, dari mulai hal kecil sampai hal besar saya mengetahui hal itu. Dan salah satunya, istriku ini sangat keras kepala."

"Bukan keras kepala, Kang! Itu namanya berbakti kepada suami. Ummah juga sering buatin sarapan buat Abah sama anak-anaknya. Aku juga mau seperti Ummah yang menyiapkan sarapan untuk suamiku!" bantah Zahirah membuang wajahnya ke arah lain.

Hadwan mengelus punggung tangan Zahirah pelan. "Saya tau niat kamu itu baik. Tapi kalau setiap harinya terus begini, dapur kita lama-lama bisa hancur juga sayang."

Zahirah mengigit bibir bawahnya gugup. "J-jadi kamu nyesel bawa aku ke rumah kamu?!"

"Bukan begitu, Zah. Coba hadap sini, muka nya jangan ditekuk gitu dong." Hadwan kembali menangkup wajah Zahirah agar menghadap ke arahnya.

"Dengarkan saya baik-baik. Sekalipun saya tidak pernah menyesal bawa kamu ke rumahku. Kamu bebas melakukan apa saja, karena ini sudah menjadi rumah singgah kita. Tapi jika terus-menerus seperti ini, saya tidak bisa membiarkan kamu melakukan pekerjaan ini sendirian. Saya takut kamu terluka seperti sekarang. Kamu ingat? Kemarin lusa kamu sudah memecahkan gelas, lalu kaki kamu tertusuk beling. Dan sekarang goreng ikan, tangan kamu kena cipratan minyak panas. Jika tidak bisa, kamu tunggu saya beres kajian. Insyaallah saya bantu, Zah. Jangan apa-apa sendirian kayak gini. Kamu buat saya khawatir dan takut."

Bujangga Taqwa [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang