Bab 1. Insiden

39K 1K 16
                                    

"Sampai kapan kamu mau seperti
ini terus, Ga? Papa benar-benar kehilangan muka di depan rekan-rekan Papa karena tingkah berandal kamu itu!" Pria paruh baya yang masih tampak berwibawa itu mendaratkan tubuh ke sofa, memijat pelipis yang terasa pening. Dia lelah menghadapi kelakuan urakan pemuda di depannya. Hari ini, lagi-lagi kenakalan putranya membuat dia harus membayar hukum untuk sekian kali.

Hari ini, anaknya itu kembali masuk sel karena terjerat razia balap liar.

"Jika saja dulu kau tidak hadir, mungkin sekarang anakku bukan kamu dan tidak seberandal kamu."

"Ya, karena saya anak haram yang tidak anda harapkan. Jadi, wajar jika saya lebih melebihi bajingan." Pemuda dengan penampilan berantakan itu menyela. Ucapan ayahnya begitu menusuk ulu hati hingga mengingatkan bagaimana dirinya hadir. "Jika saya tidak hadir, maka Anda dan ibu saya tidak akan menikah. Tentunya Anda akan bahagia bersama wanita yang Anda cintai," lanjutnya lantang, seakan tidak punya rasa takut kepada pria yang duduk di depannya itu.

Deors terdiam mendengar penuturan anaknya. Dia menatap kosong meja kaca di depan, mengepalkan tangan dan mengetatkan gigi hingga bergemeletuk. Air wajahnya menggelap.

Virga melihat ekspresi yang sangat ingin ia hindari di wajah pria bule itu. Tanpa menebak, dia sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Tak apa, dia sudah terbiasa. Dia siap menerimanya.

"SEHARUSNYA SUDAH SEJAK DULU AKU MELENYAPKANMU ANAK SIALAN!"

Meja kaca di depan Virga terpelanting, mengenai bahu kirinya sebelum jatuh ke lantai dan pecah. Pemuda tinggi itu tetap berdiri meski guci besar dari keramik ikut menghantam wajahnya. Seketika, darah segar merembes dari pelipis ke pipi tirusnya.

Seakan kesetanan, Deors melepas ikat pinggang dan memecut punggung Virga dengan kuat. Suara lecutan yang nyaring terdengar berkali-kali di ruangan luas itu.

"Seharusnya sudah sejak dulu kamu mati bahkan sebelum sempat melihat dunia!"

Pecutan, bogem dan tendangan terus Deors layangkan ke tubuh Virga tanpa henti. Pemuda berusia tujuh belas tahun itu hanya meringis, memejam menahan perih dan sakit di sekujur tubuh. Matanya memerah, rahang mengeras dan tangan terkepal dengan buku-buku jari yang mulai memutih. Namun, dia tak melakukan perlawanan sama sekali dan membiarkan tubuhnya terus dihantam kekerasan. Ia merasa, dipukuli seperti ini tidak lebih sakit saat mendengar ibunya dikatai pelacur.

"Bisakah kau tidak membuat saya ingin membunuhmu!?"

"Kalau mau bunuh, bunuh saja saya sekarang!"

"Kurang ajar!"

Tidak bisa dijelaskan kekejaman Deors dalam menghajar anaknya. Yang jelas, hal itu membuat para pekerja di rumah tak berani menonton. Mereka lebih memilih pergi dari ruang keluarga. Jika saja ibu Virga ada di rumah, kengerian itu tak akan berlangsung lama.

"AAAARGH!" Deors berteriak keras, suaranya sampai menggelegar di seluruh mansion. Napasnya memburu saat menatap Virga yang membungkuk di lantai. Ini yang paling tak ia sukai. Dirinya sering kali lepas kendali hingga bisa sekejam ini. Namun, untuk berucap maaf rasanya teramat sulit. Melihat kondisi memprihatinkan anaknya, mata tua itu ikut memerah.

"Obati lukamu sebelum ibumu pulang." Suara Deors terdengar sangat dingin. Tanpa memperlihatkan rasa bersalahnya, dia segera pergi dari sana.

Beberapa menit setelah kepergian Deors, seorang tukang kebun menghampiri Virga, dan bergegas memapah tubuh tegap yang penuh luka itu. "Den Virga bertahan, ya? Mamang bantu obati lukanya."

"Gue mau mati aja."

***

"Bitch!" Virga mengumpat saat wanita ramping bergaun seksi di sebelah menepis tangannya. Sejak memasuki bar ini, dia sudah tertarik pada wanita yang duduk sendirian di sofa pojok. Gaun malam hitam yang elegan begitu menarik perhatiannya, terlebih saat melihat tubuh dan wajah yang begitu memukau. Sayangnya, dia ditolak mentah-mentah saat mulai merayu.

Introvert WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang