51. Saling Memaafkan Di Hari Yang Suci

6.5K 440 72
                                    




"Sebenarnya aku ... aku cinta sama kamu."

"A--apa?!"

Saking terkejutnya Virga sampai berdiri, menatap Arun tak percaya. Bagaimana temannya yang gemulai itu bisa menaruh perasaan padanya?

"Run, maksud lo ... sorry nih, tapi gue masih suka cewek."

Aruna bangkit, berdiri di depan Virga seraya mendongak menatap tepat pada mata Virga. "Iya, Ga. Aku perempuan. Aku sejak lahir adalah perempuan. Aku selama ini harus berpenampilan seperti laki-laki karena perintah papa."

"Di antara semua anak-anak Noxious, cuma kamu yang gak keberatan sama aku yang mau jadi perempuan. Dan, rasa itu datang dengan sendirinya. Semakin kamu perhatian sama aku, rasa itu semakin berkembang besar, Ga."

"Gue bersikap kayak gitu karena gue udah anggap lo sebagai adek gue sendiri gak lebih."

"Sekarang aku publish indentitas ku sebagai perempuan, tidak masalah kalau kita ada hubungan."

"Bukan gitu, Run. Kalo lo cewek, gue gak keberatan. Tapi, perlu lo tau kalo gue udah nikah, gue udah punya istri dan gue gak mau khianati istri gue. Sorry, mungkin suatu saat nanti lo bisa dapetin yang lebih baik dari gue."

Usai mengucapkan itu dengan pelan, Virga pergi meninggalkan Arun yang termenung. Ia terkejut, sebelumnya ia tidak pernah mendengar kabar sama sekali bahwa Virga sudah menikah. Menikah? Di usia semuda ini? Dengan siapa?

***

"Siap?"

Virga mengulurkan tangannya, menoleh ke belakang membiarkan Atya menaiki motor dengan tangannya sebagai tumpuan. Atya naik dan duduk di boncengan motor Virga.

"Peluk dong, di sana nanti rame, Ya, desak-desakan. Gue takut lo jatuh karena gak pegangan." Virga mengambil kedua tangan Atya, melingkar tangan mungil itu di perutnya. Atya hanya menurut, tidak menolak karena Virga ada benarnya. Dagu gadis itu bersandar di pundak Virga.

Pemuda itu mulai menyalakan motornya, melaju di jalanan melewati masjid-masjid yang bersahutan mengumandangkan takbir. Mereka akan melihat pawai sekaligus mengikuti jalannya pawai.

Jalanan di malam 1 Syawal itu sangat ramai, baik yang mengendarai motor maupun mobil.

Masih memeluk Virga, Atya mengambil kemasan kembang api serta korek api dari dalam saku hoodie pemuda itu.

Virga sampai di barisan pawai yang siap memulai star. Pemuda itu menghentikan motor, menunggu pawai berjalan dan akan mengikutinya dari belakang bersama motor-motor yang lain.

Pawai dimulai ditandai dengan bunyi singiere mobil polisi serta ambulance. Barisan pawai mulai berjalan, menunjukkan keelokan penampilan buatan dari masing-masing masjid atau mushalla. Lampu-lampu beragam warna serta gema takdir memeriahkan jalannya pawai, serta deru mesin motor yang mengikut di belakang. Mereka berjalan satu arah menuju tempat finis.

Virga ikut melaju dengan lambat, mengikuti barisan pawai yang kadang kala berhenti.

"Ya, pegangan Ya." Virga ricuh sendiri karena Atya melepas tangannya dari perut Virga. Tangan kiri cowok itu meraba belakang untuk mendapatkan tangan Atya kembali, sedangkan tangan kanannya mengendalikan setir motor.

"Aya, pegangan dong nanti jatuh gimana."

"Enggak-enggak."

"Lo kalo dibilangin jangan ngeyel ya. Lagian tinggal meluk gue apa susahnya sih, gue juga udah muhrim lo, jangankan meluk cium aja udah halal."

Pemuda itu mengoceh, gelisah sendiri karena Atya tak mau berpegangan padanya.

Gadis itu duduk anteng di boncengan motor Virga, menyalakan kembang api dengan korek. Kembang api yang menyala indah itu ia angkat ke atas, satu tangannya merangkul leher Virga

Introvert WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang