(02)

1.1K 109 39
                                    

• • •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• • •

"Good news for us, guys! Siapkan diri kalian, kita bakal ikut lomba, buat yang terakhir kalinya di kelas akhir ini."

Ucapan Marvel berhasil membuat seisi ruangan bergema karena adanya sorak kegirangan dari mereka. Setidaknya, mereka bisa perform disaat terakhir mereka belajar di jenjang SMA.

Jeffrey reflek memukul lengan Marvel dan membuat sang empu mengaduh. "SERIUS LO, VEL?"

Marvel menganggukkan kepalanya. "Serius gue. Baru tadi pagi gue dikabarin."

"Sama siapa? Guru?" Tanya Jeremy penasaran.

Kepala Marvel menggeleng, "Dibilangin sama Bian, alias ketua osis." Marvel mengangkat selebaran yang sejak tadi digenggamnya.

Raut wajah Jeremy langsung berubah datar. Melody yang tadinya ikut tersenyum, langsung terdiam dan memandangi Jeremy. Benar dugaannya, Jeremy terlihat badmood saat ini. Melody menghela napasnya dan bergeser mendekat pada Jeremy.

"Kenapa lo? Kok murung begitu nama Bian disebut?" Tanya Melody pelan, agar tidak terdengar oleh yang lainnya.

Jeremy menoleh sekilas pada Melody dan menggelengkan kepalanya. "Siapa murung? Biasa aja, tuh, guenya."

Melody berdecak malas. "Enggak akur mulu lo berdua. Dari jaman kelas sepuluh sampe sekarang. Ada masalah apa, sih?"

"Enggak ada, tuh." Jawab Jeremy tanpa menoleh pada Melody.

Melody berdecih, membuat Jeremy kini menoleh. "Inggik idi, tih." Ejek Melody dengan mengulang kalimat Jeremy.

Akhirnya, Jeremy tersenyum tipis dan mengusap - usap rambut Melody, membuat sang empu menepis. Karena ulahnya, rambut belakang Melody sedikit berantakan. Jeremy terkekeh kecil melihat Melody yang mengomel pelan.

Melody membalas Jeremy dengan mengusap - usap puncak kepala Jeremy, membuat rambut bagian atasnya berantakan juga kesana kemari. Namun bukannya marah, Jeremy hanya berdecih sambil tersenyum dan langsung membenarkan rambutnya.

Beruntungnya, tidak ada sepasang mata yang melihat tingkah mereka. Tidak seperti Jeffrey tadi, mereka sangat aman.

"Kapan lombanya?" Tanya Hazka dan mengambil selebaran itu dari tangan Marvel. Ia melihat isi selebaran itu dengan seksama.

"Kayanya itu dua bulan lagi. Masih ada waktu buat kita." Jawab Marvel. Semua mengangguk mengerti.

"Nanti kita kaya biasa? Cuma dipilih beberapa anak buat tampil, gitu?" Tanya Ralyne.

Jeffrey menjentikkan jarinya. "Nah, itu dia. Kalo misalnya kita dibagi, yang dapet kenangan tampil cuma kita - kita yang maju tampil aja, dong?"

"Bener juga. Tapi, emang bisa tampil semua? Anak empat belas di satu panggung." Timpal Jibran.

AMIGOS | Completed ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang