Rumah kita

722 73 1
                                    

Tyana duduk menyandar di kursi penumpang kereta dengan Mark dipangkuannya. wanita itu menatap kearah luar jendela mengamati pemandangan yang terlewati. Setelah kemarin mereka berdua menginap di sebuah motel kecil, pagi-pagi sekali Tyana sudah melanjutkan perjalanan menggunakan kereta untuk pergi ketujuan mereka. Rumah Bibi.

Mark, jagoannya tampak masih nyaman tertidur dengan jaket biru dan topi coklatnya. Pipinya sudah sedikit membaik walaupun masih bengkak, anaknya itu sempat rewel semalaman karena pipinya yang berdenyut sakit. 

Hati Tyana pilu melihatnya. Bagaimana bisa seorang wanita begitu tega menampar seorang anak kecil dengan begitu kerasnya?

Diam-diam Tyana tersenyum miris, mulai sekarang hanya ada mereka berdua. Hanya ada dirinya dan Mark. Satu-satunya harta berharga yang dia punya setelah orang tuanya meninggal, untung saja Tyana sempat menghubungi kakak Ibunya dan Bibinya itu tanpa bertanya meminta  Tyana dan Mark untuk tinggal di desa tempat keluarga Bibi tinggal dan Bibi juga sudah berjanji untuk membantu mencarikan rumah untuk Tyana dan Mark tinggali.

-

-

Paman dan keponakannya tengah menunggu di stasiun untuk menjemput mereka. Paman memeluk Tyana lalu membantu membawakan barang-barang milik Tyana. Mark yang sudah bangun mulai mengembangkan senyum saat melihat sepupunya dengan semangat menyapanya. Tyana melihat pria kecilnya tampak berseri saat mendapatkan teman baru dan Tyana tidak bisa untuk tidak menerbitkan senyum hangat saat melihatnya.

"Pipi Adik Mark kenapa?" Zane bertanya dengan polos saat melihat pipi Mark yang membiru dan terluka.

Tyana memberikan senyum lembut sebelum menyahuti "Adik Mark terjatuh sayang"

"Pasti sakit" Gumamnya. "Bibi nanti kita ajak ke dokter ya"

Tyana dan Pamannya tertawa kecil sebelum mengangguk. Mereka sekarang dalam perjaanan menuju rumah keluarga Paman.
Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai di desa tempat tinggal Kakak Ibunya.

-

-

Setelah mereka sampai, Bibinya menyambut Tyana dengan senang hati, seakan menyadari situasinya Paman kemudian mengajak Zane dan Mark untuk pergi kesawah melihat Sapi. Mark terlonjak senang dan mengikuti pamannya dengan gembira, melupakan sejenak sakit di pipinya.

"Apa yang terjadi Nak?" Bibi bertanya dengan lembut saat Paman, Mark dan Zane telah keluar dari rumah.

Pagi ini rumah Bibi tampak sepi karena sepupunya Doyi sedang bekerja begitu pula dengan suaminya Kamal.

Wajah Bibi mengingatkan Tyana pada mendiang Ibunya, lalu Tyana menceritakan semua masalah yang telah menjadi bebannya selama ini dengan air mata yang telah tumpah ruah, mengadu dan tersedu. Bibi yang mendengarnya juga ikut menangis lantas memeluk keponakannya yang sangat mirip dengan Adiknya dengan erat.

"Ssshh tidak apa-apa Nak... tidak apa-apa, Kamu masih punya Bibi dan Paman. Ada juga Doyi dan Kamal, tinggal disini saja ya Nak.. semuanya akan baik-baik saja" Ujar Bibi menenangkan dengan air mata yang mengalir melewati pipinya

Bibi begitu sedih mendengar apa yang telah Tyana dan Mark lewati selama di kota sana bersama keluarga Mahardika.

Tyana meminta tinggal disebelah rumah Bibi yang kebetulan kosong. Ia telah membelinya dengan bantuan Bibi, tentu saja awalnya Bibi sempat menolak keras usulannya, Bibi ingin Tyana tetap tinggal bersama mereka begitu juga dengan Doyi, tapi Tyana menolak dengan halus permintaan tulus itu, bagaimanapun Tyana dan Mark tidak bisa merepotkan keluarga Bibi selamanya.

Keluarga Bibi juga bukan orang yang berada. Bibinya hanyalah seorang penjahit kecil di desa sementara Pamannya bekerja sebagai tukang kebun di rumah milik Kepala Desa. Lalu sepupunya Doyi, bekerja sebagai buruh pabrik dan suaminya Kamal bekerja di salah satu peternakan ayam yang cukup besar yang selalu mengirim telur dan daging ayam ke desa seberang atau ke kota.

Endless Love, Mark's Side [Markhyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang