Di sebuah pendopo kecil, terlihat empat orang anak sedang berkumpul. Mereka duduk bersidekap sembari mengelilingi sebuah kotak kayu di hadapannya. Tiga anak laki-laki dan satunya gadis kecil. Dua memakai blangkon, satu berambut pirang, dan yang si gadis berkucir dua. Mereka berempat saling lempar pandang, terlihat bingung apa yang harus dilakukan.
"Aku bawa ini" Ucap anak kecil yang memiliki tahi lalat di bawah matanya. Ia memperlihatkan sebuah arloji tua.
"Saya bawa ini" Sambung anak berambut pirang memperlihatkan seikat bunga tulip berbagai macam warna.
"Dan aku tadaa!! Bawa ini!" Sahut anak kecil yang memakai blangkon lainnya seraya mengacungkan selembar foto.
Ketiga anak itu sudah memperlihatkan benda masing-masing yang dibawanya, tinggal satu yang belum. Mereka kompak menoleh pada gadis kecil yang hanya terdiam bingung. Ditatap begitu, si gadis berkucir dua tersebut malah ikut balik membalas tatapan heran.
"Kamu tidak bawa apa-apa?" Tanya anak berambut pirang.
Si gadis kecil menggeleng dengan lugunya. "Emanya Riri harus bawa apa?" Tanyanya semakin bingung.
Anak yang memakai blangkon merah menggaruk kepalanya, sampai-sampai blangkon yang dipakainya jadi miring. "Arsen bingung, Kangmas"
Sedangkan anak yang memakai blangkon kuning mengangguk mengiyakan. Ia ikut menggaruk ujung alisnya bingung. "Sama, Sen. Kangmas juga"
"Kamu tidak ingat mau bawa apa?" Tanya anak berambut pirang itu lagi.
Untuk kesekian kalinya si gadis kecil menggeleng. "Emang Riri harus bawa apa sih? Engga ngerti ih" Ulangnya mulai kesal.
Ketiga anak laki-laki itu kompak menarik nafasnya masing-masing cukup panjang. Kini anak yang memiliki tahi lalat di bawah matanya mengambil alih.
"Ya sudah ndak apa-apa, mungkin kelupaan. Sekarang kita bertiga dulu saja, nanti Batari menyusul" Jelasnya menengahi situasi yang mulai kisut.
Ketika yang lain tengah memasukkan perbendaan mereka ke dalam kotak kayu, kedua alis si gadis kecil menukik tajam sembari memandang ketiganya bergantian. "Sebenernya kalian siapa sih?" Tanyanya.
Heninglah sejenak. Ketiga tangan yang terulur, serentak membeku. Ketiganya juga ikut menaikkan sebelah alisnya bersamaan. Dari bingung, kini semakin bingung.
"Dari kemaren Riri tidur di rumah, terus bangun disini. Ketemu kalian lagi, padahal engga kenal. Riri pusingg! Riri cuma mau pulang! Engga mau bangun disini lagii!!" Pekiknya semakin kesal.
Mumetlah isi kepala mereka sekarang. Ketika sedang pusing-pusingnya, tiba-tiba muncul seorang wanita berkebaya emas. Dengan angkuhnya dia menatap keempat anak kecil yang duduk lesehan di lantai. Kemudian tatapannya terarah pada dua anak yang mempunyai paras begitu mirip.
"Kalian masih berteman dengan mereka?" Tanyanya seraya melirik si gadis kecil dan anak laki-laki berambut pirang.
"Namanya Hansen dan Batari" Jelas anak yang memiliki tahi lalat di bawah matanya.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...