Bandoeng, 28 Desember 1941.
Siang ini di halaman depan kediaman De Vries, terlihat ada Batari yang sedang menemani William bermain. Tidak seperti kebanyakan anak-anak Nederland lain, William lebih suka bermain dengan Batari dan Fleur saja ketimbang anak sebayanya. William bilang teman-temannya menyebalkan. Hanya mau berteman dengan keturunan asli Nederland saja, tidak menerima darah campuran.
Batari terlihat begitu senang bermain dengan William, mungkin setidaknya hal itu bisa mengobati rasa rindu pada dua keponakan kembarnya. Lagi pula ini adalah satu-satunya cara untuk lepas dari gangguan Anneke. Tak lama kemudian sebuah sedan hitam berhenti tepat di depan halaman rumah tersebut. William mendongak ketika melihat siapa yang turun dari mobil tersebut.
"O! Batari!" Pekiknya sambil menunjuk pada dua orang yang kini tersenyum ke arah mereka.
Orang itu adalah Aryan dan Arsen. Dengan gagahnya, mereka berdua berjalan menghampiri William dan Batari. Berbeda dengan Arsen yang mengembangkan senyum lebarnya pada William, Aryan hanya menebar senyum tipis nan hangatnya pada Batari.
"Hallo, Arsen!" Sapa William semangat.
"Hei! Hallo juga kapten kecil!" Balas Arsen sambil mengacak rambut mangkuk William.
Sedangkan Aryan menghampiri Batari. "Hansen ada?" Tanyanya.
Batari terdiam sesaat memandang Aryan. Kalau diperhatikan lebih jauh, ternyata pemuda ini begitu mirip dengan Adiwilaga waktu muda. Mirip sekali. "Ada, di dalem" Jawabnya.
Aryan tersenyum seraya mengangguk singkat. Setelahnya ia pamit untuk masuk ke dalam rumah. Bukannya membuntuti sang kakak, Arsen malah mesem-mesem sambil mendekati Batari.
"Batari, mau ndak-"
"Sen" Potong Aryan yang menyadari kalau dirinya jalan sendirian. Ia menoleh menyuruh sang adik menghampirinya.
Arsen mendengus pelan. Kenapa Aryan selalu saja mengganggu dirinya disaat punya waktu lebih dengan Batari? Menyebalkan. Dan dengan berat hati, Arsen harus mengakhiri perbincangannya bersama Batari.
"Kita lanjutkan bicaranya nanti saja ya. Disini ndak aman, ada pengganggu" Cibir Arsen pelan pada Batari.
Sedangkan yang dicibir hanya terdiam sambil menaikkan sebelah alisnya. Tidak sadarkah suara Arsen begitu jelas terdengar? Dasar. Hingga akhirnya Aryan dan Arsen meninggalkan halaman dan masuk ke dalam rumah megah milik De Vries.
Di dalam ternyata ada Fleur sedang membatik ditemani oleh Iyam. Melihat kedatangan dua teman kakaknya, perempuan yang selalu menebar senyum itu menoleh.
"O! Hallo!" Sapanya riang seperti biasa.
"Hallo juga cantik!" Balas Arsen lalu menghampiri Fleur. "Kamu sedang membatik?" Tanyanya.
Fleur mengangguk semangat. "Iyam yang mengajarkannya" Tunjuknya pada Iyam yang duduk di lantai.
Aryan tersenyum tipis ketika Iyam memberi hormat menunduk dalam padanya, lalu beralih pada Fleur. "Lia, Hansen ada di ruangannya?"
"Ada. Dia ada di kamarnya"
"Kalau begitu kami ke kamarnya dulu" Pamit Aryan dibalas anggukan Fleur.
Ketika mereka masuk lebih dalam dan hendak menuju tangga, Arsen menoleh saat mendengar ada suara decihan. Ternyata itu Anneke yang baru keluar dari area dapur dengan segelas susu. Ketika Aryan mulai menaiki anak tangga, Arsen malah geleng-geleng kepala sambil tersenyum melihat perempuan Nederland tersebut.
"Ckckck, majikan kita sedang bersantai rupanya" Sindir Arsen terkekeh geli.
"Selesai urusan kamu, cepat pulang" Ucap Anneke dingin lalu pergi begitu saja.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...