Siang menuju sore hari ini, Kartika membawa Batari, Fleur, dan William kembali ke kediaman De Vries menggunakan delman. Sedangkan Hansen sudah pulang lebih awal menggunakan mobil jeep yang dikendarainya kemarin.
Selama di perjalanan tidak ada yang aneh. Hanya saja beberapa diantara orang berlalulalang ada yang menyapa ke arah delman, tapi tetap masih juga ada yang memandang keluarga De Vries sebelah mata. Apalagi ketika melihat Kartika, kadang sumpah serapah sudah wanita itu terima dengan lapang dada. Karena statusnya sebagai nyai.
Sesampainya di pekarangan rumah kediaman De Vries. Mereka berempat turun dari delman. Ternyata disana sudah ada mobil jeep Hansen yang terparkir rapi disebelah mobil sedan tua, sedangkan pemiliknya entah ada dimana.
"Hayu, kita masuk sayang" Ajak Kartika sembari menggendong William.
"Tenang saja Batari, tugas kamu disini hanya mengasuh Wil. Jika ada yang menyuruhmu, tolak saja"
Batari hanya mengangguk ketika Fleur terus saja memberikan intruksi ini dan itu padanya. Bahkan sepanjang jalan tadi, mulut mungil itu tidak ada hentinya berceloteh. Hal itu kadang membuat Batari pusing sendiri. Tapi tidak apa, sikap Fleur yang cerewet dan aktif itu mengingatkannya dengan sikap kakaknya. Lokamandala.
"Inlander" Cibir seseorang ketika mereka baru saja sampai diambang pintu utama.
Wessel Wout De Vries. Pria jangkung berambut pirang serta mempunyai kumis tipis sewarna itu berdecih pelan sambil memandangi Kartika dan anak-anaknya rendah. Seakan-akan mereka hanyalah benalu di rumah ini.
Tanpa menanggapi sindiran Wessel, Kartika tetap masuk ke dalam rumah megah tersebut. Di ruang tengah, barulah dia menurunkan William dari gendongannya. "Nah, sudah sampai" Kartika tersenyum lebar sembari membenahi poni mangkuk anak bungsunya itu.
"Batari, hayu kita belajar membatik lagi" Fleur langsung mengajak Batari menuju teras belakang.
Sementara itu tak lama kemudian Kartika menghentikan Iyam, pembantu di rumah ini yang kebetulan lewat. "Caroge abdi dimana, Yam?" Serunya menanyakan keberadaan sang suami.
"Tuan Thomas nuju di ruang kerja sareng Non Anneke, Nyai" Jawab Iyam seadanya.
"Ya sudah. Tong hilap cai enteh kanggo caroge abdi nya, Yam" Pesan Kartika agar Iyam tak lupa menyediakan teh untuk suaminya.
"Muhun, Nyai" Iyam segera pamit setelah diberi perintah.
Itu memang kebiasaan Thomas. Pria jangkung berkumis tebal yang selalu membawa tongkat kemana-mana itu selalu ingin dibuatkan teh ketika sore menjelang. Karena hal itu mampu menenangkan dirinya setelah lelah bekerja seharian.
Setelah melihat William anteng bermain di samping rumah, Kartika memutuskan untuk menuju ruang kerja sang suami. Ketika hendak membuka pintu, samar-samar terdengar suara obrolan dari dalamnya.
"Hoe dan ook, die baboe moet dit huis uit, papa! Desnoods moet hij Bandoeng helemaal verlaten! Papa weet het? Bijna alle jongens keken naar haar, niet naar mij!" Ucap seseorang kesal.
Kartika terdiam ketika mendengar anak kedua dari suaminya itu menyuruh agar Batari keluar dari rumah ini, kalau bisa pergi dari Bandoeng sekalian. Rupanya gadis angkuh itu tidak masih terima jika ada laki-laki lebih melirik sang babu dibandingkan dengan majikannya sendiri.
Tok. Tok. Tok.
Tanpa menunggu lebih lama lagi, akhirnya Kartika mengetuk pintu sebelum membukanya perlahan. Ia tersenyum pada kedua orang di dalamnya sebelum meminta izin untuk masuk.
Anneke Dael De Vries. Gadis bersurai pirang gelombang itu mendengus kesal ketika melihat siapa yang masuk ke dalam ruang kerja ayahnya. Ia menggibaskan gaun gadingnya sebelum menyenggol bahu Kartika lalu pergi begitu saja.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...