"Hansen!"
Semua orang yang berada dalam kamar itu terdiam ketika Batari berlari dan langsung menghampiri salah seseorang yang baru saja muncul. Gadis itu dengan raut senang sekaligus bingung, berusaha tersenyum pada laki-laki jangkung di hadapannya ini.
"Hansen, untung aku ketemu sama kamu. Tadi aku tiba-tiba kebangun disini, terus Ibu itu bilang katanya aku pingsan gara-gara jatoh dari ayunan. Tapi sebenernya aku engga inget sama sekali sih kenapa bisa ada disini. Kamu tau kenapa aku ada disini? Terus ini rumah siapa kira-kira?" Ungkapnya antusias.
Semua orang semakin terdiam ketika Batari menyerang pemuda jangkung berambut pirang tersebut dengan segudang pertanyaan. Tanpa menjawab terlebih dahulu, laki-laki beralis tegas itu melepas cengkraman Batari dari lengannya.
"Berisik" Ucapnya dingin.
Hansen Terheide De Vries. Pemuda yang mengenakan pakaian serba krem ala safari itu menatap Batari datar. Ia bahkan menarik langkahnya ke belakang, membuat Batari semakin temenung. Tanpa peduli apapun lagi, ia beralih menatap wanita berkebaya anggun tepat disebelahnya.
"Saya ke kamar dulu"
Wanita berkebaya ungu itu tersenyum lembut sembari mengusap pipi kiri Hansen sayang. "Iya, kamu istirahat saja. Soal Batari biar Mama yang urus"
Hansen mengangguk dan mengecup pipi kanan ibunya singkat sebelum berlalu. Sementara Batari yang masih terdiam, semakin tidak mengerti dengan situasi sekarang ini. Sedangkan Fleur menghampiri William yang masih terduduk ditepi ranjang.
Kartika. Dengan raut khawatir, wanita berkebaya ungu ini menghampiri Batari dan mengecek beberapa bagian tubuh gadis tersebut. Setelah tak mendapatkan luka yang berarti, ia menghela nafasnya lega sembari menatap Batari senang.
"Syukur atuh ai Neng teu nanaon mah" Ucapnya lalu beralih pada Iyam. "Ceu, atos dipariksa?" Tanyanya.
Dengan sopan, Iyam mengangguk dan membungkuk. "Atos, Nyai. Tapi kan Ceu Iyam mah tidak tau harus bagaimana lagi"
"Sudah hubungi dokter Herman?" Tanya Kartika pada anak keduanya.
"Sudah Lia hubungi tapi dia tidak mau datang kemari" Sela Fleur seadanya.
Memang benar, selepas menghubungi Kartika dengan sigap Fleur langsung menelepon dokter Herman. Dokter langganan keluarga De Vries. Namun dengan alasan lain, pria berdarah Nederland itu tidak bisa datang.
"Maaf Bu, emang ada apa ya ini?"
Suasana kembali hening ketika Batari bertanya dengan raut bingung bukan kepalang. Kartika hanya menggeleng seraya berusaha tersenyum. Ia kembali mengusap kedua bahu gadis tersebut.
"Ada yang sakit?" Tanyanya lalu beralih mengelus kepala Batari.
"Aw" Ringis Batari ketika belakang kepalanya terasa linu saat disentuh.
"Sakit?" Ulang Kartika.
Batari mengangguk seraya meringis menahan sakit. "Ini kepala saya sakit sih, tapi kenapa ya?" Gumamnya bingung.
Kartika menahan nafas. "Kamu tidak ingat, Neng?"
Kini Batari menggeleng. "Inget apa ya Bu?" Tanyanya balik.
"Tidak ingat Wil?" Celetuk William lugu membuat yang lain menatapnya.
"Cepat telepon dokter Herman sekarang" Seru Kartika tanpa melepas pamdangan herannya dari Batari.
Iyam menelan ludahnya sesaat sebelum bicara. "Tapi Nyai, tadi Nona Fleur sud-"
"Aku bilang cepat!!" Pekik Kartika sambil menunjuk ke arah pintu.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...