33. Empat Sekawan

50 9 5
                                    

Sore ini di teras belakang kediaman Witjakosono, terlihat empat manusia yang sedang melakukan kegiatannya masing-masing. Hansen dan Arsen sedang bermain catur di meja bundar halaman sana. Sedangkan Aryan dan Batari sedang duduk di teras, dikelilingi dengan beberapa alat musik tradisional.

 Sedangkan Aryan dan Batari sedang duduk di teras, dikelilingi dengan beberapa alat musik tradisional

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tung. Tung. Tung.

Seperti tidak makan satu minggu penuh, Batari membunyikan gamelan begitu lesu. Aryan yang melihatnya hanya terkekeh pelan. Pemuda itu bangkit dan beralih duduk tepat di hadapan Batari. Hanya terhalang gamelan emas diantara mereka.

"Begini" Aryan menyangga kedua gagang kayu dengan jemarinya dan mulai mencipatakan suara mengalun merdu. Tidak seperti tadi.

"Aryan"

"Hm?" Sahut Aryan seadanya. Sedangkan matanya masih fokus menggerakan gagang kayu yang Batari pegang diatas gamelan.

"Laras engga jadi dijodohin kan?"

Aryan tersenyum lalu menarik kedua tangannya menjauh. Ia memandang Hansen dan Arsen yang sedang heboh bermain catur. Kemudian beralih pada seekor burung yang ada dalam sangkar.

"Ndak tau kenapa saat kamu kemari, suasana di rumah ini terasa begitu adem. Padahal situasi sedang genting"

Treennggtengtengteng. Teng.

Aryan terkejut ketika Batari tiba-tiba menarik garis lurus pentungan pada setiap lempengan gamelan. Sampai terdengar suara nyaring yang cukup memekakkan telinga. Hal itu sontak membuat yang lainnya langsung menoleh kaget.

"Ih, engga nyambung sama pertanyaannya!" Jawab Batari sebal.

"Batari, aku punya sesuatu. Tunggu ya!" Seru Arsen sambil berlari menuju sebuah pintu tak jauh dari sana.

Sedangkan Hansen beralih duduk ditepi teras sambil memandangi halaman belakang milik sahabatnya yang dipenuhi tanaman hijau. Lalu terkekeh pelan. Melihat itu, Aryan menyikut lengan Hansen sambil menaikkan sebelah alisnya. Membuat Hansen kembali tersenyum.

"Saya jadi ingat.. waktu kita kecil dulu"

Aryan mengangguk sembari ikut tersenyum. "Benar. Ketika aku lelah dengan pekerjaan, masa kecil kita selalu jadi obatnya"

"Masa kecil?" Tanya Batari yang sudah duduk di belakang antara Hansen dan Aryan.

Aryan menoleh sekilas lalu mengangguk. Masih dengan senyum tampannya, ia menunjuk ke arah benteng halamannya yang terbuat dari bebatuan. "Aku masih ingat, kita jatuh dari sana lalu ketauan Romo"

Hansen tertawa kecil mengingatnya. "Hahaha, kamu benar. Itu semua kan karena Batari"

"Aku?" Batari menyerngitkan dahinya.

Hansen dan Aryan kompak membalikkan tubuh mereka ke arah Batari. "Iya, kamu" Jawab mereka.

"Dan sekarangpun kamu masih sama seperti dulu, berisik" Sambung Aryan.

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now