11. Terus Membuntuti

66 16 0
                                    

"Ri!!"

Batari menoleh ketika ada yang memanggil namanya. Ternyata itu adalah Arsa, teman seperjuangannya dari semenjak SMP hingga sekarang. Ia segera melambai pada pemuda tampan yang kini berlari menghampirinya.

"Lunch yuk!" Ajak Arsa setelah mengacak rambut sang sahabat.

"Hayuu! Aku juga lapar nih" Sahut Batari semangat.

Tanpa babibu akhirnya Batari dan Arsa menuju kantin di kampus. Mereka segera menempati meja yang masih terlihat kosong dengan duduk saling berhadapan. Ketika sedang memilih menu yang akan dipesan, tiba-tiba seseorang muncul dan langsung mengambil tempat disamping Batari.

"Makan yuk, Ri!" Ajaknya. Dia adalah Dudi.

Batari tersenyum tipis. "Hayu, ini aku juga sama Arsa lagi pesen dulu"

Melihat rivalnya datang, Arsa mendelik malas. "Ngapain disini? Tuh, masih banyak meja yang kosong!"

"Suka-suka gualah!" Dengan santainya Dudi meraih buku menu dari tangan Arsa. "Nih, kamu pilih dulu" Sambungnya pada Batari.

Astaga. Untuk kesekian kalinya Arsa menggeram kesal dengan kelakuan Dudi. Bukan apa-apa, Arsa hanya tidak suka dengan sikap laki-laki ini. Sempat Dudi mencari perhatian Batari tapi ketika Batari sudah menaruh rasa, pemuda itu malah mengacuhkannya begitu saja. Dan sekarang kembali lagi untuk mengulang hal yang sama? Tentu saja Arsa tidak akan diam saja.

"Ck, liat tuh mukanya! Riri udah engga mood liat maneh disini, cabut buruan!" Ungkap Arsa lalu merebut buku menu dari tangan Dudi.

Melihat itu, Dudi kembali merebut buku menu dari Arsa. "Lu apaan sih, orang Riri juga belum milih main rebut aja!"

Arsa berdecak kesal. "Ini urang juga lagi milihin menu buat Riri sebelum maneh datang dan bikin kacau, nyaho!"

"So tau lu! Belum tentu Riri mau apa yang lu pilih!" Semprot Dudi merebut lagi buku menu.

Astaga lagi. Hingga akhirnya bukannya memesan, kedua pemuda itu malah saling rebut buku menu sekarang. Bikin kepala Batari pusing saja. Alhasil gadis itu hanya menopang dagu sambil tersenyum manis melihat pemandangan yang selalu hadir jika kedua pemuda ini bertemu. Tidak pernah akur.

Huuffh.

Ketika sedang merebut buku menu tiba-tiba pergerakan Dudi berhenti mendadak, membuat Batari dan Arsa menatapnya bingung. Pemuda itu mengusap tengkuknya setelah merasakan hembusan angin. Ketika menoleh tak ada siapapun di belakangnya, tapi kenapa seperti ada yang meniup tengkuknya? Aneh.

"Heh, kesurupan maneh?!" Celetuk Arsa yang kini berhasil memeluk buku menu.

Dudi menggeleng pelan, masih dengan wajah bingung ia menjawab. "Bukan. Tadi kayak ada yang niup leher gua"

Batari..

Kini giliran Batari yang terdiam. Panggilan itu lagi, dari mana asal suaranya? Tapi kenapa suaranya tidak asing? Seperti ia pernah mendengar sebelumnya.

Gedubrak!

Lagi-lagi Batari dan Arsa dibuat bingung oleh Dudi. Mereka kaget ketika pemuda berkulit putih itu tiba-tiba terjatuh ketika hendak keluar dari area bangku. Mengerutlah dahi Dudi dibuatnya, ketika masih dalan posisi terjatuh ia melihat tali dari kedua sepatunya saling terikat. Hal itulah yang membuatnya terjatuh.

Dengan wajah kesal, ia berdiri dan menatap Arsa emosi. "Sa! Lu kalau benci sama gua, jangan ginilah! Kita dapetin Riri secara sehat, man!"

Arsa yang tak mengerti ucapan Dudi, menaikkan sebelah alisnya. "Ngomong naon ai maneh?" Tanyanya bingung.

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now