Batavia, 13 Januari 1942.
Bruk.
Sebuah liontin terjatuh ke lantai setelah ada seseorang yang tak sengaja menabrak bahu Arsen. Ketika orang itu berusaha mengambil liontin, dengan cepat Arsen segera merebutnya. Hal itu membuat orang yang menabrak Arsen sedikit bingung.
"Maaf, aku ndak sengaja" Ucapnya masih berusaha membaca situasi.
Arsen mengangguk sambil menggenggam liontin miliknya erat, sedangkan tangan satunya mendekap beberapa buku tebal. "Ndak masalah"
Ketika Arsen hendak berlalu, orang yang menabrak tadi memanggil sambil menyusul langkah sang teman. "Arsen!"
Sial. Arsen mendengus pelan. Sepertinya sebentar lagi akan ada perkara baru. Ia segera menoleh ketika ada yang menepuk bahunya. Kini Arsen dan teman sekelasnya yang bernama Harto sudah berhadapan di lorong tempat mereka menimba ilmu.
"Kamu menyukai perempuan londo?"
Deg. Arsen gelagapan. Ia tak langsung menjawab. Pandangannya ia edarkan ke arah lain. "Ini bukan urusanmu, To"
Harto membetulkan kacamata bulatnya yang sedikit melorot. "Dengar Sen, keluargaku dan keluargamu itu sudah seperti saudara. Romoku juga berteman baik dengan Romomu. Kita ini berasal dari kota yang sama, satu-satunya kota di negeri ini yang ndak dijajah kaum londo. Tujuan kita disini juga sama, hanya mencuri ilmu dan mengembangkannya. Ndak ada yang lain"
Arsen terdiam mendengarkan celoteh panjang temannya ini. Astaga. Salahnya sendiri teledor barusan.
"Kalau Romomu tau anaknya jatuh hati pada musuh bangsanya sendiri, aku ndak tau bagaimana perasaan keluargamu. Untuk menjalin relasi ndak masalah, tapi untuk menjalin rasa itu yang jadi masalah. Ingat Sen, wong jowo kudu sama wong jowo lagi" Lanjut Harto tegas.
"Apa salahnya kalau aku jatuh hati pada perempuan kulit putih? Cinta itu ndak bisa dipaksa, To" Elak Arsen.
Harto mengangguk sembari menatap Arsen gamang. "Kamu tau kan kalau istriku itu mempunyai banyak teman dari kalangan ningrat dan berpendidikan? Aku akan bantu kamu carikan yang pas"
"Apa?" Arsen mendongak kaget mendengarnya. "To, kamu gila?!" Pekiknya pada Harto yang sudah berlalu. "Ah, wedus!" Rutuknya kesal.
Arsen mengepalkan kedua tangannya erat. Kalau hal ini sampai ke telinga sang ayah bahaya, ia yakin studinya ini akan segera diberhentikan. Perlahan Arsen membuka sisi kedua liontin yang menampakkan foto perempuan Nederland dengan paras cantik. Disana tertera inisial nama ADDV.
"Sen!"
Arsen menoleh ketika ada yang memanggil namanya. Ketika dilihat ada temannya yang bermata sipit datang menghampiri. "Ada apa, Nu?"
"Ada yang mencari kamu di depan"
"Siapa?" Arsen menyerngitkan dahinya.
"Tidak tau, orang kulit putih" Ujar pemuda itu lalu menepuk pundak Arsen sebelum pamit.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...