Dalam duduk tenangnya, Batari mulai membuka kotak kayu di hadapannya. Batari baru menyadari kalau di dalamnya terdapat cukup banyak lipatan kertas, lembaran foto, arloji tua milik kakeknya dan beberapa tangkai bunga tulip yang sudah sangat mengering. Karena penasaran, Batari mulai menilik satu persatu barang di dalamnya.
Senyumnya merekah ketika melihat arloji tua yang masih berfungsi dengan baik. "Hehehe kata Abah, kamu udah jadi milik aku" Kekehnya.
Kini Batari beralih pada beberapa tangkai bunga tulip kering yang diikat menjadi satu. Saking lamanya bunga itu sudah sangat usang dan gepeng, tak seperti bentuk semula. Sampai-sampai Batari tidak tahu jenis bunga apa itu. Ia simpan bunga tersebut cukup jauh dari dirinya karena..
"Hatchi!!"
Hingga tak lama kemudian ia bersin akibat menghirup aroma dari bunga kering tersebut terlalu dekat. "Ahh, pake ada bunga kering segala" Keluhnya.
Kemudian ia mengambil beberapa lembar foto yang sempat dilihatnya tempo hari. Kira-kira ada lima lembar foto. Yang pertama, terdapat beberapa orang di depan rumah megah. Kalau tidak salah bangunan itu agak mirip dengan rumah tetangganya. Hansen.
Setelah menaruh foto tersebut, Batari menatap foto selanjutnya. Di dalamnya terdapat dua sosok laki-laki dengan paras yang begitu mirip, mungkin hanya dibedakan raut wajahnya saja. Yang satu tersenyum begitu lembut, yang satunya tersenyum tipis seadanya dengan tahi lalat setitik dibawah matanya. Mereka begitu gagah dengan ageman rapi khas jawa menempel pada tubuh masing-masingnya.
"Ganteng banget sih hahaha, boleh nih pilih satu. Dua-duanya juga gapapa, rela sumpah rela" Kekeh Batari usil.
Berlanjut ke foto selanjutnya. Disana ada lima sosok mengenakan pakaian bangsawan Eropa yang terlihat begitu mewah, mereka memiliki paras yang mirip namun dengan rentang umur yang berbeda. Dalam foto tersebut, ada tiga laki-laki dan dua perempuan.
"Ini siapa? Kok kayak pernah liat, tapi dimana ya?" Pandangan Batari teralihkan pada sosok anak laki-laki yang memakai topi baret, mungkin umurnya berkisar lima tahunan.
Belum selesai rasa penasaran Batari hilang, pandangannya kembali terarah pada pemuda yang duduk di lengan sofa sebelah kiri. Setelah menyipitkan kedua mata untuk memperjelas penglihatannya, Batari baru menyadari sosok itu begitu mirip seseorang yang belakangan ini menjadi tetangga sekaligus teman barunya.
"Hansen?" Alis Batari mencuat sebelah.
Namun tak lama kemudian ia menggelengkan kepalanya pelan. Tidak, ini hanya mirip saja. Menurut Batari wajah orang Barat mempunyai paras yang hampir sama semua, bahkan ia sulit untuk membedakannya jika hanya melihatnya sekilas.
"Tapi ini mirip banget, sumpah" Batari berusaha menepis kemungkinan itu meskipun ia sangat yakin.
Tak ingin terus dihantui rasa penasaran, Batari kembali beralih pada foto selanjutnya. Ia mengangguk-angguk sambil meneliti dua sosok di dalamnya yang tengah mengenakan pakaian adat jawa, dan Batari yakin itu adalah acara sakral pernikahan.
"Emang reinkarnasi itu ada? Tapi kalau engga ada, kenapa cewek ini mukanya mirip sama Mama waktu muda sih? Heran" Gumamnya tak habis pikir.
"Au ah, lieur!" Omelnya lalu beralih pada lembar foto yang terakhir.
Bukannya mereda, kebingungan Batari semakin memuncak setelah melihat foto selanjutnya. Kedua matanya menyipit namun mulutnya menganga lebar. Ia sedikit mengusap foto usang yang sudah menguning tersebut, berharap tak ada kotoran yang menempel disana agar ia dapat memperjelas penglihatannya. Dan Batari harap, ia salah lihat.
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...