24. Tak Ada Jalan Pulang

55 11 1
                                    

"Hansen.."

Batari langsung memegang lengan si jangkung nan tegap di hadapannya cukup erat, seakan tak mau melepasnya lagi. Sedangkan yang dipegang hanya memasang tampang datar dan tak bereaksi apapun. Sementara Kartika dan Fleur sedikit kaget melihat sikap Batari yang tiba-tiba menjadi agresif.

"Hansen, ada yang aneh disini. Dari tadi aku perhatiin dari rumah, suasana, baju, sama orang-orangnya aneh semua. Aku engga kenal mereka tapi untung aku ketemu sama kamu. Hansen, kamu mau kan anterin aku pulang sekarang ya?"

Wajah kusut Batari mendongak menatap Hansen diakhir kalimatnya. Sedangkan yang ditatap perlahan melerai pegangannya, membuat Batari mau tak mau harus melepasnya. Pria berambut pirang itu kini balas menatap Batari sedikit risih.

"Menyusahkan" Ucapnya dingin.

Batari kaget mendapat respon tak terduga dari Hansen. Kemana perginya Hansen yang hangat? Hansen yang selalu menebar senyuman? Hansen yang dengan sukarela menawarkan bantuan tanpa diminta. Dan Hansen yang paling semangat jika mereka bertemu. Sungguh Batari seperti melihat orang lain yang tak ia kenal pada diri Hansen.

"Je verstoort mijn rusttijd!" Lanjut Hansen pada Batari. Ia menegaskan kalau gadis itu sudah mengganggu waktu istirahatnya.

Batari yang tak mengerti apa yang Hansen ucapkan hanya terdiam. Tapi ia yakin kalau pria berkulit seputih susu ini tak menyukai kehadirannya. Tapi kenapa Hansen berubah secepat ini? Sebenarnya apa yang sedang terjadi sekarang? Batari bingung.

Kartika yang mulai merasakan suasana tak mengenakan, segera menghampiri anaknya. "Sudah, mungkin ada kesalahpahaman disini. Sudah ya"

Kini Hansen beralih pada sang ibu. "Waarom vroeg Mama me om hier te komen?" Keluhnya, kenapa Kartika menyuruhnya datang kemari.

"Karena.. Batari hanya mengingat kamu, sayang" Jawab Kartika membuat Hansen terdiam.

Pandangan Hansen kini beralih pada Batari yang hanya tertunduk bingung bukan kepalang. Kedua mata gadis itu mulai berkaca-kaca tapi Hansen tetap tak mempedulikannya, lalu ia memutar tubuh untuk berlalu namun..

"Kamu lupa sama aku? Padahal cuma kamu yang aku inget disini, Hansen" Ucap Batari sambil menghapus air mata yang menetes di kedua pipinya tanpa suara.

Kaki Hansen yang sudah hendak pergi, terhenti seketika. Ia menoleh pada Batari. "Untuk apa saya ingat? Kamu.. bukan siapa-siapa" Balasnya dingin.

Deg.

"Punten Nyai, dokter Herman sudah datang" Seru pria tukang kebun memecah suasana canggung.

Tak lama kemudian seseorang berkacamata dengan pakaian serba putih dilengkapi topi bundar dan tas koper masuk ke dalam sembari tersenyum. Dia adalah dokter Herman. Pria berdarah Nederland murni. Dokter langganan keluarga De Vries.

"Oké, wie wil ik controleren?" Dokter Herman bertanya, siapa yang akan ia periksa.

Kartika segera menghampiri Batari. "Ze. Kom binnen" Ucapnya, mempersilakan untuk masuk ke dalam kamar.

Tak seperti tadi yang penuh drama, kali ini Batari tak memberi perlawanan apapun ketika dipapah kembali ke dalam kamar. Diikuti oleh Fleur dan William, sementara Hansen hanya bersandar diambang pintu. Batari sudah pasrah dengan keadaan sekarang. Apalagi ketika mendapat respon dingin dari Hansen. Sakit rasanya.

"Berbaringlah, saya periksa" Suruh dokter Herman dengan aksen yang khas.

Batari tak berucap apapun. Ia hanya mengikuti intruksi dari sang dokter. Semua diperiksa. Mulai dari mata, mulut, nadi dan tekanan darah. Setelah selesai memeriksa, dokter Herman memasukkan semua alatnya kembali ke dalam koper.

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now