35. Mimpi Yang Terulang

55 9 0
                                    

Sudah beberapa minggu kediaman De Vries berlangsung tanpa Hansen. Selama itu pula kelakuan dajjal Anneke selalu membebani Batari. Terlepas dari tugas Batari yang hanya mengasuh William, perempuan angkuh itu selalu memberikan perintah yang membuat kepala Batari ingin pecah rasanya. Tidak masuk akal.

Padahal di rumah itu ada beberapa babu yang memang tugasnya bertanggung jawab untuk bersih-bersih, menyajikan makanan, dan sebagainya. Tapi tetap saja sasaran utama Anneke adalah Batari. Perempuan itu menumpahkan kekesalannya pada Batari. Meski dengan atau tanpa alasan. Seperti memiliki dendam tersembunyi.

Brak.

Ya, seperti sekarang ini. Ketika Fleur sedang membatik di teras belakang, Anneke dengan sengaja menumpahkan isi canting dan menendang kain yang sedang Fleur batik. Itulah kelakuannya jika Thomas tidak ada di rumah.

"Ann! Kamu gila?!" Pekik Fleur kesal.

"De gekke ben jij. je zou op school moeten studeren, niet batik zoals inlander!" Balas Anneke sangar.

Fleur mengerutkan dahinya semakin kesal ketika Anneke bilang kalau seharusnya dia ini belajar di sekolah, bukannya membatik seperti pribumi.

"Non Anneke, ada yang menunggu Non di depan" Tak lama kemudian seorang babu muncul dan berpesan begitu.

Tadinya Fleur mau marah tapi akhirnya dia tahan mati-matian. Tanpa banyak bicara, Fleur membereskan kekacauan yang Anneke buat. Ketika babu tadi hendak membantu Fleur, Anneke segera mencegahnya.

"Jangan bantu dia! Kalau kamu bantah, saya kurung kamu di bawah!" Tekan Anneke menunjuk wajah babu tersebut.

"Tidak apa-apa, Is. Saya bisa sendiri" Ujar Fleur tersenyum lalu melanjutkan membenahi semua perlatan membatiknya.

Setelah itu Anneke menuju ke depan rumah. Ia tahu, di depan sana pasti sudah ada teman kencannya bernama Riberio yang sudah menunggunya untuk pergi bersama. Namun sesampainya di teras depan semakin meradanglah emosinya. Ia segera bergegas menuju pekarangan.

"Lepas!" Bentak Batari ketika Riberio meraih dagunya.

Sedangkan William yang tidak mengerti apa-apa hanya memeluk mobil kayu sambil bersembunyi dibalik tubuh Batari. Bukannya marah pada Riberio, Anneke malah mengarah Batari dan..

Plak.

Batari terdiam ketika satu tamparan mendarat di pipi kirinya. Sementara Riberio yang melihat itu hanya cengengesan tak jelas sambil mengunyah permen karet. Tak lama kemudian William maju dan memukul lutut Anneke dengan mainannya.

"Ann jahat! Wil tidak suka!" Pekiknya.

"Ze ziet er zo schattig uit" Ucap Riberio memuji kalau Batari terlihat begitu manis.

Lagi-lagi begini. Setiap pria yang datang ke rumahnya pasti memuji Batari, bukan Anneke. Hal itulah yang membuat perempuan berambut pirang itu setengah mati membenci Batari. Tanpa bicara apapun, Anneke segera masuk ke dalam mobil yang Riberio bawa. Disusul si pemilik mobil setelah mengerling nakal pada Batari.

Setelah mereka benar-benar pergi, Batari menarik nafas cukup panjang. William yang menyadari hal itu, menarik ujung kebaya Batari. Menyuruh untuk mensejajarkan tingginya dengan anak tersebut.

Setelah Batari jongkok, William mengusap pipi Batari yang sedikit memerah. "Ini sakit?" Tanyanya lugu.

Meski kedua matanya sudah berkaca-kaca, Batari menggeleng sambil tersenyum. "Wil harus lebih kuat dari Batari, oke?"

"Oke!" Sahut William semangat lalu memeluk leher Batari. "Wil tidak mau Batari dipukul. Wil tidak mau Batari sakit. Wil dan Batari kuat"

Bersamaan dengan terkekeh pelan, airmata Batari turun begitu saja. Beginikah rasanya menjadi tamu di rumah sendiri? Begitu hinakah kulit coklat dimata bangsa kulit putih?

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now