15. Tulip Yang Manis

69 14 0
                                    

Plak!

Seorang gadis manis berkebaya sederhana langsung tersungkur ke lantai setelah satu tangan kekar tak sengaja menamparnya. Ia hanya bisa meringis menahan rasa perih dan panas yang menyapa pipi bagian kanannya.

"Kamu.. terjatuh?"

Dengan aksen yang begitu khas, seorang pria jangkung berambut pirang dan berkumis tipis itu langsung ikut bersimpuh di lantai. Ia menggapai dagu sang gadis yang masih menundukkan kepalanya takut. Dengan sebotol anggur merah di tangan kirinya, ia berusaha membantu gadis itu untuk berdiri.

Oh tidak, bau alkohol tercium jelas dari mulut pria tersebut. Dan sudah bisa dipastikan kalau orang itu sedang mabuk. Dengan keseimbangan yang buruk, tangan kanan pria itu mengapit pipi sang gadis sambil menatapnya dalam-dalam.

"Kamu orang.. tolol!" Makinya tiba-tiba.

Sedangkan yang dimaki hanya bisa menahan kesal dan takutnya sekuat tenaga. Ia bingung sekarang. Jika melawan, nyawa yang akan menjadi taruhannya. Tapi jika diam saja, kehormatannya bisa terancam.

"Saya!" Pekik si pria sambil menepuk dadanya sendiri. "Saya pemilik kebun terluas di Bandoeng. Dan dia.. hanya pemuda pesuruh negeri ini. Kacung!"

Pria itu tertawa lalu menenggak anggur merah yang dibawanya. Dan tanpa aba-aba, ia menjambak gelungan sang gadis ke belakang.

"Akh! Tuan, sakit Tuan!"

Pria itu semakin tertawa kencang tak jelas. "Ahahaha, iya. Saya.. adalah Tuanmu! Dasar babu!!"

"Tolong lepaskan, Tuan. Sakit.." Ringis sang gadis memegangi tangan kekar yang masih menggapai rambutnya.

"Sebelum dia pulang, kamu harus.. temani saya!"

Membulatlah kedua mata sang gadis. Kedua kaki telanjangnya yang memijak lantai, semakin ia eratkan ketika sang majikan mulai menyeretnya. Berusaha tak bergeser walau kekuatannya kalah jauh.

"Tuan, jangan Tuan! Aku mohon lepaskan! Tuan!! Aku mohon.." Isaknya.

"DEEEKK!!!"

Batari langsung membuka kedua matanya setelah telinga bagian kirinya berdengung sakit. Ketika dilihat, ternyata ada Lokamandala yang sudah tertawa memegangi perutnya sendiri. Sial. Lagi-lagi telinga Batari jadi korban teriakan sang kakak.

Karena kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya, Batari hanya bisa memandangi Lokamandala dengan mata yang berkaca-kaca. Degup jantungnya masih kencang dan rasa perih dipipi juga rambutnya masih terasa jelas. Aneh. Bukankah itu hanya sebuah mimpi?

Melihat adiknya yang hendak menangis, Lokamandala menghentikan tawanya. Ia langsung menghampiri Batari yang bersandar di sofa. "Dek? Kenapa ai kamu? Nangis?"

"Mimpi, kak" Lirih Batari sembari sekuat tenaga menahan tangis.

Lokamandala menghela nafasnya seraya duduk. Ia segera menarik sang adik ke dalam peluknya. "Udah lupain aja, itu cuma mimpi buruk. Dan inget, kalau ada apa-apa kamu harus langsung kasih tau kakak. Ngerti?"

Batari yang sudah meneteskan air mata hanya mengangguk singkat. "Iya"

Setelah merasa adiknya tenang, Lokamandala melerai pelukan mereka. Ia menepuk kepala Batari. "Ya udah ganti baju sekarang, kita ke rumah Abah. Cepet ya, kakak tunggu di depan"

Dengan langkah gontai, Batari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. Sejujurnya ia masih bingung, kenapa bisa dihantui mimpi buruk seperti itu secara beruntun. Dulu memimpikan gadis kecil, lalu belakangan ini memimpikan sosok gadis remaja. Sialnya, Batari merasa kedua sosok itu adalah dirinya.

BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]Where stories live. Discover now