Batari, Hansen, Aryan, dan Arsen kompak menoleh ke belakang. Ke arah gadis yang sempat terabaikan. Gadis yang tampilannya sudah tak karuan itu masih berlutut bersimpuh di depan pintu. Dia adalah Laras, adik sambung si kembar. Dia menoleh ke arah Batari geram.
"Kamu yang namanya Batari, toh?" Gumam Laras pelan.
Melihat situasi yang mulai tidak mengenakan, Aryan segera angkat bicara. "Sen, ajak Hansen dan Batari ke belakang. Nanti Kangmas menyusul"
Arsen mengangguk. Dengan wajah cerah ia hendak merangkul bahu Batari namun dengan cepat tangan sang kakak menggeplak pelan belakang kepala adiknya itu. Membuat Arsen menggerutu, hingga akhirnya ia beralih merangkul bahu Hansen.
"Heh, bung. Tau ndak, Kangmasku belakangan ini seperti kerasukan kuda lumping. Menyeramkan" Adu Arsen yang membuat Hansen tertawa.
Sedangkan Aryan yang mendengarnya hanya bisa menggeleng sambil menghela nafasnya pelan. Ketika Arsen dan Hansen sudah berlalu, sekarang giliran Batari. Namun belum rampung satu pijak ia menjauh, langkahnya terhenti saat mendengar suara lirih Laras.
"Tiga laki-laki, satu perempuan. Apa itu pantas, Kangmas?" Tanyanya sendu.
Aryan yang menyadari Batari mematung membelakanginya, segera bersimpuh didekat adik perempuannya. "Ras, ndak baik bicara begitu"
Laras mendongak, menatap kakaknya sinis. "Ndak baik? Yang ndak baik itu Kangmas, lebih memilih perempuan lain yang tidak jelas asal-usulnya dibandingkan dengan Laras!"
Meski dengan nada rendah tapi Batari merasakan penuh tekanan pada setiap kalimat yang Laras utarakan. Batari menggerutu dalam hati, kenapa langkahnya harus terhenti? Kenapa badannya tidak bisa digerakan? Dan kenapa pula telinganya ingin mendengar lebih dan mengetahui kenapa Laras seperti tidak suka padanya.
"Ras, sudah ya. Kamu sudah dua hari begini, nanti kamu sakit" Bujuk Aryan berusaha menarik Laras dari posisi berlutut.
Namun nihil, gadis keras kepala itu tidak bergeming sejengkalpun. "Ndak, Laras ndak akan bangun sebelum Romo membatalkan perjodohan itu"
Perjodohan? Batari yang masih membelakangi Aryan dan Laras sedikit kaget mendengarnya. Laras? Gadis remaja itu akan dijodohkan? Lalu apa urusannya dengan Batari? Apa alasan Laras memandang Batari penuh benci?
Aryan semakin tidak enak karena Batari pasti mendengar hal tersebut. Bukan apa-apa, Aryan hanya tidak ingin orang luar mengetahui permasalahan yang keluarganya sedang alami. Dan masih dengan sabarnya Aryan menghadapi Laras yang terus bersikukuh.
"Sudah, sudah. Ayo, Kangmas bantu kamu berdiri"
Kedua pipi Laras kini kembali basah dengan air mata. Masih menatap pintu yang tertutup, ia menggeleng. "Ndak"
Batari tidak bisa diam saja. Hingga akhirnya ia memutar tubuh dan menghampiri Aryan juga Laras. Sedangkan mereka berdua yang menyadari kehadiran Batari, segera menoleh. Batari ikut berlutut, bersimpuh didekat Laras.
"Nyakitin diri sendiri itu engga baik, semua permasalahan pasti ada jalan keluarnya. Dan masalah itu engga akan selesai kalau cuma duduk diem kayak gini. Komunikasi. Itu kuncinya" Entah apa yang dipikirkan Batari, hingga kalimat itu keluar begitu saja dari mulutnya.
"Batari, bisa kamu susul Arsen lebih dulu?" Tanya Aryan mengalihkan pembicaraan. Karena dia tahu kalau dibiarkan sebentar lagi situasi akan semakin kacau.
Laras langsung menatap tajam Batari. "Permasalahan? Masalah di keluarga ini ya kamu!" Tandasnya sambil mendorong bahu Batari.
Dibentak begitu, Batari kaget. Sampai-sampai ia jatuh terduduk. Wajahnya bingung. Perasaan dirinya baru bertemu Laras kali ini, tapi kenapa gadis itu menyalahkan seakan-akan dirinya biang masalah? Atau Batari di kehidupan ini pernah membuat masalah?
YOU ARE READING
BANDOENG DIKALA MALAM [ON GOING]
Historical FictionHantu? Batari sama sekali tak percaya dengan hal semacam itu. Hingga suatu waktu, ia berubah pikiran setelah mengalami banyak kejadian diluar nalar. Pindah kediaman akan menjadi awal kisah antara gadis manis bernama Batari Nalendra Putri dan pemuda...