12. Hari Pertama

21 4 1
                                    

“Tidak ada tempat yang tidak menyenangkan jika ada kamu”

Aku sudah bersiap sejak setengah jam yang lalu, kini sedang melihat tampilan diri di cermin, melihat bayangan seseorang dengan semangat yang sangat terpancar pada raut wajah yang tak henti-hentinya tersenyum. Setelah melamar kesana kemari akhirnya keterima juga, di tempat yang mudah-mudahan menyenangkan, eh sudah pasti menyenangkan maksudnya, bagaimana tidak menyenangkan kalau di tempat kerja ada Manggala.

Yang kutahu, tidak ada tempat yang tidak menyenangkan jika ada Manggala.

Dengan perasaan riang, aku menemui Ibu untuk berpamitan, “Bu, aku izin berangkat kerja.” Sambil mencium punggung tangan ibu, mengharap keridhoan.

“Iya, hati-hati.” Katanya.

Aku tersenyum kemudian menjawab, “Iya pasti bu.” Setelah membalas, aku berlalu meninggalkan ibu yang sedang menyiapkan bekal untuk bapak di sawah.

Kalian tahu, apa yang ingin aku lakukan untuk kedua orang tuaku ? Aku ingin semangat mencari uang supaya punya tabungan dan membantu perekonomian keluarga. Inilah jalan yang aku pilih setelah tidak lolos masuk UNIV Negeri, meskipun tidak jadi kebanggan, tapi paling tidak, tidak menjadi beban keluarga. Inilah pilihan yang aku jalani, bekerja mencari uang untuk
modal usaha. Iya, dari dulu aku ingin sekali menjadi pengusaha, bahkan jurusan yang aku pilih ketika mendaftar di UNIV Negeri adalah manajemen, karena aku ingin menjadi pemimpin untuk perusahaanku kelak, entah sekecil apapun perusahaanku nanti. Sekarang mindset baruku adalah meskipun tidak kuliah bukan berarti aku tidak bisa meraih mimpiku, aku tetap bisa belajar darimanapun, kapanpun dan dari siapapun.

Setelah setengah jam perjalanan, tibalah aku di tempat kemarin. Tempat parkir Mahabbah Radio ini tidak terlalu luas dengan karyawan yang lumayan banyak membuat parkiran ini selalu penuh.

Saat aku kebingungan mencari ruang kosong untuk parkir, aku mendengar suara dari arah belakang, “Eh neng, biar bapak aja yang markirin, neng langsung masuk ke dalam aja.”

Aku menoleh dan mendapati beliau sekarang ada di sampingku. B O N O, begitulah ejaan yang aku baca pada nametag seragamnya, di bawah namanya ada tulisan kecil yang masih bisa kubaca dengan jelas, Penjaga. Itu berarti dia bukan security, tapi penjaga?

“Terimakasih Pak Bo ... no?” Sedikit ragu ragu menyebutkan namanya.

“Perkanalkan, saya Pak Bono, penjaga yang merangkap sebagai security juga. Tugas saya kalau pagi jadi security, kalau siang sampai menjelang pagi menjadi penjaga.” Tutur pak Bono dengan senyuman khas di ujung kalimatnya. Aku hanya mengangguk tanda mengerti.

Beliau merapikan beberapa kendaraan sepeda motor yang lain. Dari jarak beberapa meter, aku melihat sebuah mobil yang baru saja terparkir di parkiran khusus mobil milik Mahabbah Radio di sebelah kanan bangunan. Tanpa ingin tahu lebih lanjut aku kembali memperhatikan Pak Bono yang nampaknya sudah rampung, sepedaku sekarang punya tempat.

“Terimakasih pak Bono, kerja bagus.” Suara itu membuatku menoleh.

“Eh Mas Arkha sudah datang toh?” Pak Bono malah membalasnya dengan pertanyaan.

“Iya nih pak, sekalian mau mantau karyawan baru.” Dia melirik ke arahku tepat ketika mengatakan karyawan baru.

Aku berusaha tersenyum ke Pak Bono terus memperkenalkan diri, “Saya Seruni pak, scriptwriter baru.” Mengayunkan kepala sedikit menunduk, itulah yang aku lakukan sebagai bentuk menghormati.

“Tunggu-tunggu.” Dengan tangan yang menopang pada dagu, beliau memandang ke arahku kemudian memandang Arkha, beliau memandang kami secara bergantian, dari ekspresi wajahnya ada sebuah hal tersirat yang sedang pak Bono pikirkan.

SADRAH ✔️ (Part Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang