“Ayo, Seruni!” Suara Mbak Malina berhasil memusnahkan bayangan wajah Manggala di kepalaku. Aku mulai memotong, kemudian memberikan potongan itu kepada Pak Bono karena ketika aku melihat beliau itu rasanya sama seperti sedang melihat bapak.
“Terimakasih, neng Seruni.” Pak Bono menerima pemberian dariku dengan wajah tersirat penuh bahagia, mungkin beliau merasa dihormati.
“Terimakasih kembali Pak.”
“Padahal hari ulang tahun saya bukanlah kewajiban yang harus dirayakan, tapi terimakaish banyak kalian sudah mau perhatian, sudah mau peduli. Ayo silahkan diambil makanannya!” Kataku, kemudian mereka mulai mengantre bergantian mengambil makanan, dengan piring dan sendok yang sepertinya mereka bawa dari dapur. Ku amati ekspresinya satu persatu, rata-rata tampak begitu senang dengan adanya syukuran ini, mungkin beberapa yang lain belum sempat sarapan sama sepertiku, jadi, dengan adanya syukuran ini bisa membuat mereka kenyang.
Dengan apa yang dilakukan Arkha saat ini membuatku tidak bisa berkata apa-apa, aku seseorang yang selalu merasa bukan siapa-siapa, yang tidak seharusnya berada di pikiran seseorang, yang tidak seharusnya membuat orang lain repot menyiapkan segala sesuatu hanya untukku, dengan rasa sungkanku yang masih tetap bergemuruh, aku merasa menjadi seseorang yang spesial walau sesaat, dan aku bersyukur.
Bertahan dan meningkatlah untuk segala hal-hal baik, berkurang dan menghilanglah untuk segala hal-hal yang tidak baik dalam diriku. Do’a di bertambahnya usiaku.
Tidak terasa tiga bulan sudah aku menjadi script writer disini, banyak hal yang sudah aku pelajari, termasuk bagaimana menjadi script writer, dari proses awal sampai ke tangan penyiar dan di perdengarkan ke banyak orang, disisi lain aku hampir mengenal semua orang yang bekerja disini. Ya, hampir yang itu artinya masih ada beberapa orang yang tak ku kenal karena jarang bertemu atau ngobrol secara lebih mendalam.
Habis dari kamar mandi, sekarang aku dalam perjalanan kembali ke ruang kerja, tak sengaja aku mendengar obrolan dari ruang briefing. Ruang briefing adalah ruangan yang digunakan untuk mendiskusikan sesuatu, lebih sering digunakan oleh penyiar antar penyiar, penyiar dengan script writer, tapi bisa dipakai oleh siapapun yang mempunyai kepetingan berdiskusi.
Ruang briefing ini dipakai untuk diskusi secara lebih khusus, berbeda dengan ruang rapat yang digunakan untuk skala besar dengan jumlah orang yang berskala banyak.
“Barangkali kalau kamu butuh bantuanku. Bilang ya?” Kata Malina dengan tersenyum, lesung pipinya yang tergambar jelas semakin memberikan kesan manis pada wajahnya, bukan sekedar manis tapi sangat manis.
Manggala membalas senyumannya kemudian menjawab, “Bagian menemani.”
Aku semakin fokus melihat sambil mendengarkan interaksi yang terjadi di antara mereka.
Malina nampaknya kebingungan, “Hanya menemani saja?”
“Iya, menemani agar aku tenang menghadapi apapun.”
Dari kejauhan, aku bisa melihat mbak Malina mengeluarkan HP, kemudian
memainkannya entah untuk apa, “Sebentar, biar aku search google dulu tentang bagaimana cara menenangkan orang lain.”Manggala tertawa, tawa yang selalu menenangkan di telinga, “Aku tidak butuh kamu melakukan apapun, cukup temani aku setiap waktu, sesering mungkin, jika tidak bisa dengan raga, temanilah dengan doa.”
Aku terdiam, ketidakpercayaanku terhadap apa yang diucapkan Manggala kepada mbak Malina menjadikanku mematung di tempat, aku memegang dadaku cukup lama, merasakan tiba-tiba ada benda tajam di dalam sana, menancap inti hatiku sangat dalam sekali, “ini rasanya sangat sakit, menyaksikan orang yang kita cintai mencintai orang lain.” Air
mataku tumpah ruah mengaliri pipiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
SADRAH ✔️ (Part Lengkap)
RomanceAku tidak tahu bagaimana takdir akan bekerja nantinya, entah melangkah mendekat ke arahmu atau jusrtu melangkah jauh darimu. Tapi satu hal yang akan ku jadikan pegangan, pada segala rasa serta asa, aku bermunajat, mengalah lalu berserah. Dari yang t...